Muslimahdaily - Sebagai seorang pecinta matematika, Prof. Jefrey Lang berpedoman hidup pada hal-hal yang konkret. Karena itulah ia kemudian menjadi atheis karena merasa agama yang diyakininya tak sesuai dengan pedoman hidupnya. Namun kisah hidup profesor matematika di University of Kansas ini berubah indah ketika ia mengenal Islam.

“Matematika itu logis. Matematika terdiri dari fakta dan angka untuk menemukan jawaban konkret. Itulah cara pikiran saya bekerja, dan itu membuat saya frustrasi ketika saya berurusan dengan hal-hal yang tidak memiliki jawaban konkret,” ujar profesor yang mengambil gelar master dan doktor dari Purdue University, dilansir aboutislam.

Memiliki pikiran demikian membuat Prof. Lang kesulitan meyakini agama. Menurutnya, sebagian besar agama memerlukan penerimaan iman dan bukan alasan konkret berupa fakta dan data. Merasa tak mendapat jawaban konkret di agamanya, ia pun kemudian menjadi atheis.

“Jika ada Tuhan, dan Dia penuh belas kasih dan cinta, lalu mengapa ada penderitaan di bumi ini? Mengapa Dia tidak membawa kita ke surga? Mengapa membuat semua orang menderita (di bumi)?”

Itulah salah satu pertanyaan sang profesor sejak usianya belasan dan tak pernah menemukan jawabannya. Masih banyak pertanyaan lain yang mempertanyakan keimanannya. Hal ini bertolak belakang dengan latar belakangnya yang sangat ‘agamis’. Sejak SD hingga SMA, ia belajar di sekolah Katolik. Ia pun dilahirkan di tegah keluarga Katolik Roma di Connecticut, AS.

Karena tak menemukan jawaban logis, ia pun memilih melepaskan keimanannya. “Seperti kebanyakan anak-anak di akhir tahun 60-an dan awal tahun 70-an, saya mulai mempertanyakan semua nilai yang kami miliki saat itu, politik, sosial dan agama. Saya memberontak melawan semua institusi yang dilakukan oleh masyarakat, termasuk Gereja Katolik,” tuturnya.

Cukup lama Prof. Lang hidup tanpa agama. Perjalanan hidayahnya baru dimulai ketika ia ia menjadi dosen matematika di San Fransisco University dan mendapati seorang mahasiswa muslim di kelasnya. Ialah Mahmoud Qandeel, mahasiswa asal Saudi yang membuat Prof. Lang takjub.

Penampilan Mahmoud layaknya pangeran yang membuat setiap orang menarik perhatian padanya. Ia sangat terkenal sampai-sampai semua orang di San Fransisco, bahkan walikota dan kepala polisi pun mengenalnya. Namun bukan itu yang membuat Prof. Lang takjub. Melainkan kecerdasan Mahmoud selama di kelasnya.

Jika Prof. Lang mengajukan pertanyaan tentang penelitian,Mahmoud selalu menjawabnya dengan bahasa Inggris yang sempurna dan jawaban yang sempurna pula. Keduanya pun kemudian menjadi akrab dan sering bepergian bersama.

Ketika persahabatan yang dijalin cukup lama, Mahmoud pun mendapat kesempatan untuk mendakwahkan Islam kepada dosennya. Ia memberi sebuah Al Qur’an dan beberapa buku Islam kepada sang profesor. Inilah awal mula Prof. Lang mempelajari agama Islam.

Ia membaca Al Qur’an dan langsung jatuh cinta. Prof Lang menyebut dirinya “Ditaklukkan oleh Al Qur’an, langsung menyerah tanpa banyak perjuangan.” Baru beberapa bab ia membaca Al Qur’an, namun ia telah merasakan ketertarikan yang luar biasa. Ia jatuh cinta pada si penulis Al Qur’an, yakni Allah Ta’ala.

“Pelukis dapat membuat angle nampak mengikutimu dari satu tempat ke tempat lain. Namun penulis mana yang mampu menulis sebuah tulisan suci yang mengantisipasi perubahan harian Anda??”

Tentu saja hanya Tuhan yang mampu melakukannya. Prof. Lang merasa begitu takjub. Setiap malam, kata profesor, ia menyusun pertanyaan-pertanyaan logis yang selama ini ia cari tentang agama. Keesokan harinya, ia membaca Al Qur’an dan menemukan jawabannya.

“Entah bagaimana aku menemukan jawabannya pada hari berikutnya. Seakan-akan penulis (Al Qur’an) membaca ide-ide saya dan menuliskannya di garis yang tepat, di waktu yang tepat, saat saya membaca berikutnya. Saya menemukan diri saya di setiap halamannya. Saya membaca Al Qur’an namun Al Qur’an lah yang membaca diri saya,” tutur Prof. Lang.

Jatuh Cinta pada Lantunan Ayat Al Qur’an

Tahap berikutnya di perjalanan hidayah sang profesor ialah membaca Al Qur’an dalam bahasa Arab dan bukan terjemahnya saja. Ia mendengarkan lantunan ayat Al Qur’an dan tiba-tiba hatinya begitu tersentuh. Ia tak tahu maknanya, tak bisa berbahasa Arab, namun ia merasakan keindahan ayat suci Al Qur’an.

Ia pun berpikir logis bagaimana hal ini bisa terjadi. Menurutnya, perasaan jatuh cinta pada lantunan ayat suci ini merupakan perasaan fitrah sebagaimana perasaan seorang bayi yang pastilah jatuh cinta pada suara ibunya. “Mengapa seorang bayi bisa dihibur dengan suara ibunya?”

Prof. Lang pun kemudian makin giat mempelajari agama Islam. Ia bertanya kepada teman-teman muslim yang dikenalnya. Singkat cerita, ia kemudian bersyahadat dan menjalankan ajaran agama sebagaimana muslim yang lain. Di antara sekian ibadah dalam Islam, yang menjadi favorit Lang adalah shalat Shubuh. “Itu adalah salah satu ritual dalam Islam yang paling indah dan paling menyentuh,” ujarnya.

Kini, sudah puluhan tahun sang profesor berislam. Ia pun didaulat menjadi penasihat untuk Himpunan Mahasiswa Muslim di kampusnya. Prof. Lang juga menulis banyak buku tentang Islam. Salah satu bukunya yang menjadi best seller ialah “Even Angels ask; A Journey to Islam in America”.

Afriza Hanifa

Add comment

Submit