Muslimahdaily - Pandemi COVID-19 telah diibaratkan sebuah bencana bagi seluruh umat manusia. Namun, di balik hal itu ternyata adanya pandemi juga telah membawa hidayah, dan itulah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan kisah hidup Audur Linda Sonjudottir.
Melansir laman Wolipop, hidayah mampu mendorong Audur untuk memutuskan menjadi mualaf ketika berada di Bali. Saat ini beberapa warga asing memang sulit melakukan perjalanan pulang ke daerah asal mereka, begitu pula Audur yang tidak bisa pulang ke negaranya karena pandemi Corona yang melanda di seluruh dunia.
Sebelum menjadi mualaf, wanita yang berasal dari Islandia itu mengaku pernah menjadi seorang atheis.
“Saya percaya terhadap ilmu sains. Saya dulu tidak pernah percaya terhadap Tuhan,” kata Audur saat diwawancara dalam podcast Deddy Corbuzier.
Audur pun mengungkapkan bagaimana perjalanannya menjadi mualaf. Saat menjadi seorang atheis, ia mengalami kecelakaan dan mengira nyawanya tak akan selamat.
“Pertama saya menjadi atheis di Bali, saya mengalami kecelakaan motor. Saya kesal dan marah mengapa ini terjadi,” tuturnya.
Audur mengatakan jika ia sudah tinggal di Bali selama satu tahun. Dan ia jatuh cinta dengan keramahan masyarakat Indonesia, keanekaragaman kuliner dan juga musik di Tanah Air.
Ketika mengalami kecelakaan di Bali, Audur mengalami kesulitan ekonomi karena uangnya habis terkuras karena tidak bisa beraktivitas. Sementara itu, saat tinggal di Indonesia ia tak mempunyai keluarga, hanya teman saja.
“Ini semua karena Allah Subhanahu wa ta'ala yang melindungi saya. Saya disini (Indonesia) hanya seorang diri. Pandemi Corona aku tidak bisa pulang. Akan tetapi ada teman-teman saya disini yang membantu,” ujarnya.
Hatinya pun seketika berubah ketika mengalami keajaiban dari Allah. Akhirnya, ia bisa sembuh dan memutuskan untuk menjadi mualaf usai bertemu dengan Gus Miftah.
“Ketika saya di Jakarta, saya melihat di Instagram, teman saya adalah temannya Gus Miftah. Tapi saya tidak tahu dia siapa,” ujar wanita yang di negara asalnya bekerja di salah satu perusahaan otomotif sebagai mekanik dan pemain motor cross itu.
Audur bertemu dengan Gus Miftah saat ulama tersebut menjadi pengisi acara di salah satu televisi swasta.
“Setelah 10 menit bertemu. Dia bilang sama saya aku ingin menjadi seorang muslimah. Kita tuntun dia untuk bersyahadat,” tutur Gus Miftah di channel YouTube miliknya.
Audur mengaku sebenarnya sudah lama tertarik dengan ajaran agama Islam. Akan tetapi, lingkungan terdekatnya belum bisa mendorongnya semakin yakin. Ia pernah menjadi atheis dan lebih percaya kepada ilmu pengetahuan.
“Menurut saya dulu agama itu fiksi. Perbedaan yang saya rasakan setelah masuk Islam, saya merasa lebih baik. Saya bisa hidup dengan aturan. Saya ingin mempelajari banyak tentang Islam,” kata Audur.
Hati Audur untuk memeluk Islam semakin kuat karena mempelajari isi Al Qur'an. Saat masih tinggal di Islandia, ia sempat memandang agama Islam sebagai teroris.
“Waktu saya di Islandia, saya berpikir jika Islam adalah teroris. Karena apa yang saya tahu dari berita dan lainnya,” jelasnya.
Audur menambahkan bahwa jika hanya beberapa keluarganya saja yang mengetahui tentang keputusannya tersebut.
“Mama saya malah tertawa dan bertanya apa saja alasannya? Kakek mengira aku sedang tidak sadar. Saya tidak apa-apa dan saya sadar dengan keputusan saya,” imbuhnya.
Ia pun enggan kembali ke negara asalnya karena di Islandia tidak ada masjid untuk beribadah dan umat Islam menjadi kaum minoritas. Kini ia merasa bahagia saat memeluk agama Islam.
Audur pun beranggapan akan dibully jika kembali ke negara asalnya. Oleh karena itu, ia akan tinggal dan berkarir di Indonesia dan berharap menjadi wanita Muslimah yang lebih baik lagi.