Muslimahdaily - Ditengah hiruk pikuknya kota Jakarta, kemacetan dan kelakson kendaraan saling sahut menyahut. Lantunan adzan samar – samar terdengar dari sebuah masjid tua yang konsisten selama 100 tahun lebih mengingatkan masyarakat untuk beribadah meyembah sang pemilik semesta.

Masjid Jami Al Ma'mur. Masjid yang berlokasi di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat ini merupakan salah satu masjid tertua dengan sejarahnya yang panjang. Konon, lokasi tempat berdirinya masjid ini dulunya merupakan sebidang tanah kosong yang diwakafkan sekitar tahun 1890-an oleh Raden Saleh. Ia seorang pribumi keturunan Jawa yang terkenal tidak hanya di Tanah Air, tetapi juga ke seluruh belahan Eropa, akibat kepiawaiannya dalam melukis.

Sepeninggal Raden Saleh, masjid ini beberapa kali berganti kepemilikan. Lahan tersebut dibeli saudagar keturunan Arab, Sayed Abdullah bin Alatas, yang selanjutnya dijual kepada yayasan milik pemerintah kolonial Belanda, Koningen Emma Ziekenhuis.

Mulailah bermunculan berbagai sengketa mengingat bagian tanah masjid merupakan tanah wakaf yang tidak diperjualbelikan. Solidaritas warga sekitar dalam mempertahankan bangunan Masjid Jami Al Ma’mur mendapat dukungan dan turun tangan langsung dari para tokoh Islam seperti H.O.S. Cokroaminoto, dibantu Haji Agus Salim dan Abikusno Cokrosuyoso.

Pada akhirnya proses sengketa lahan terselesaikan pada 1991. Lahan masjid dikembalikan kepada pihak semula yakni Yayasan Masjid Al Ma’mur.

Bangunan tersebut telah diresmikan sebagai cagar budaya oleh Gubernur DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999.

Hingga kini, tidak ada yang berubah dari bangunan masjid tersebut. Di samping terus menjalankan aktivitas keagamaan, Yayasan Masjid Al Ma’mur selaku pengelola juga mendirikan sekolah dan madrasah.

Dikutip dari website resmi Pemerintah Kota Jakarta Pusat, sepanjang perjalanannya bangunan masjid ini sempat mengalami perbaikan dan penambahan. Namun, ada beberapa bagian masjid yang masih asli seperti pintu, tiang-tiang, dan lantai porselen sejak pertama kali masjid ini didirikan.

Di muka masjid, terdapat lambang Sarekat Islam yang dipajang di atas. Merekalah yang dulu membantu warga mempertahankan masjid ketika akan dialihfungsikan.

Masjid ini memiliki sekitar 7 pintu utama dan 10 jendela bermaterial jati asli. Adapun berbagai hiasan dan ornamen masjid yang terbuat dari kuningan masih bertahan sejak dahulu kala. Tak ketinggalan mimbar imam yang berdiri tegak berdiri di bagian depan, juga masih asli dari awal pembangunan masjid.

( Mimbar Masjid Jami' Al-Ma'mur )

( Interior Masjid Jami' Al-Ma'mur )

Terdiri dari dua lantai, Masjid Jami Al Ma'mur Cikini mampu menampung hingga 700 jamaah. Meski begitu, saat ini akses menuju lantai atas sudah ditutup sehingga hanya lantai satu saja yang dapat digunakan untuk beraktivitas.

“Kalo sekarang rame karena banyak kantor ya, di sekitar sini. Kalo dulu kan cuma warga sekitar aja,” tutur Bapak Taufiq Hidayat ketika ditanya perubahan apa yang beliau rasakan sejak menjabat sebagai marbot senior di Masjid Jami Al Ma'mur Cikini.

“Makanya kalo jam kantor bisa penuh ini,” tambahnya.

“Dulu mah buyut-buyut kita yang bantu pertahanin masjid, ya warga sekitar sini lah. Cikini Binatu dulu namanya, sekarang udah jadi Jalan Raden Saleh.” ucap Ais, marbot senior lainnya, sambil terkekeh.

Adzkia Azzahra

Add comment

Submit