Muslimahdaily - Pria itu diseret dari tempat ibadahnya. Warga mengerumuni, meneriaki dan mencacinya. Apalah arti ibadah yang selama ini ia lakukan jikalau berbuat nista. Para pria memukuli, meninju, menendang dan berbuat aksi kekerasan lain. Para wanita pula turut menyumpah serapahi pria itu.

Pria itu menjadi tontonan warga. Ia disiksa dan terancam hukuman mati. Pria itu penuh darah dan luka. Pria itu bernama Juraij. Penderitaan yang dialami Juraij bukanlah tanpa sebab. Kisah dukanya itu bermula hanya dari sebuah doa seorang ibu.

Juraij merupakan salah satu hamba Allah yang hidup di masa Bani Israil. Ia merupakan seorang pemuda yang dikenal sangat shalih dan rajin beribadah. Juraij pun meninggalkan segala hal duniawi dengan mendirikan sebuah tempat ibadah khusus untuknya. Di sanalah Juraij senantiasa beribadah dan memanjatkan doa kepada Allah Ta’ala.

Hingga suatu hari, sang ibu memanggil Juraij untuk sebuah keperluan. “Wahai Juraij, datanglah kemari,” ujar sang ibu. Namun saat itu Juraij tengah berasyik mansyuk dalam ibadahnya.

Sang ibunda memanggil kembali, namun tetap tak ada jawaban dari putranya. Sebetulnya Juraij mendengar ibunya memanggil. Di tengah ibadahnya, Juraij bahkan sempat bimbang, “Ya Allah, aku memenuhi panggilan ibuku, ataukah tetap melanjutkan shalat,” demikian bisik hati Juraij. Namun ternyata Juraij lebih memilih melanjutkan shalatnya ketimbang membatalkannya untuk memenuhi panggilan ibunda.

Sebetulnya Juraij tidaklah melakukan hal kebutuhan itu akhirnya merasa kesal karena putranya tak menyahut. Ia tak tahu bahwa putranya tengah beribadah, yang ia tahu hanyalah si anak telah enggan memenuhi panggilannya salah. Hanya saja, sang ibunda yang terus memanggil putranya untuk sebuah keperluan tegah dilanda kesal karena putranya telah memenuhi panggilannya.

Karena kekesalan terseut, sang ibunda kemudian menengadahkan tangan dan berdoa, “Ya Allaj, janganlah Engkau mematikannya kecuali telah Engkau perlihatkan kepadanya wajah pelacur,” ujar ibunda.

Maka dikabulkanlah doa ibunda oleh Allah Ta’ala. Suatu hari Juraij didatangi seorang wanita pelacur. Wanita itu terus saja merayu Juraij di tempat ibadahnya. “Sungguh saya pasti akan membuat Juraij terfitnah, tergoda untuk berzina,” tutur wanita itu.

Namun Juraij enggan berbuat senonoh dengan pelacur itu. Ia merupakan pria shalih yang ta’at kepada-Nya. Namun si pelacur merasa kesal pada Juraij karena tak tergoda dengan kecantikannya. Ia kemudian keluar dari tempat ibadah Juraij, kemudian berzina dengan seorang penggembala kambing. Si pelacur kemudian hamil karena perzinahan tersebut.

Setelah melahirkan bayinya, si pelacur kemudian memfitnah Juraij dengan mengatakan bahwa Juraij lah ayah dari sang bayi. Gemparlah seluruh kampung atas fitnah si pelacur tersebut. Siapa sangka seorang yang gemar beribadah dapat melakukan perzinahan hingga melahirkan seorang bayi. Marahlah para warga karena merasa ditipu oleh sosok Juraij.

Diseretlah tubuh Juraij untuk menerima hukuman dari para warga. Syariat Allah saat itu memerintahkan hukuman mati bagi pelaku zina. Maka para warga pun bersiap-siap untuk menghabisi Juraij. Bahkan tak hanya tubuh Juraij yang dikoyak, tempat ibadahnya pun dihancurkan. Para warga benar-benar kesal pada Juraij yang selama ini mereka percaya sebagai pemuda yang shalih dan rajin beribadah. Mereka kecewa karena ternyata Juraij hanyalah seorang pelaku maksiat yang gemar melakukan perbuatan nista.

Lalu, bagaimana tanggapan Juraij. Ia hanya tersenyum. Segala ujian penderitaannya ini ia terima dengan sabar. Juraij menerima penderitaannya ini karena ia mendengar doa sang ibunda yang kecewa kepadanya. “Inilah kenyataan dari doa ibunda,” demikian pikir Juraij.

Maka Juraij pun segera berwudhu dan shalat. Ia meminta ampun kepada Allah dan meminta pertolongannya. Usai shalat, Juraij pun kemudian bertanya pada si bayi, “Siapakah bapakmu?”. Dengan izin Allah, si bayi mungil itu pun kemudian dapat berbicara, “Bapakku alah si penggembala,” jawabnya.

Maka warga pun menyesali perbuatan mereka kepada Juraij. Mereka menyesal karena percaya begitu saja pada ucapan si wanita malam. Warga pun kemudian berusaha membangun kembali tempat ibadah Juraij yang mereka rusak. “Maukah kami bangun tempat ibadahmu dengan emas?” tanya warga. Juraij menolak, “Bangunlah kembali dengan tanah saja,” jawab Juraij.

Demikianlah kisah Juraij dan penderitaannya karena doa ibunda. Kisah Juraij ini terdapat dalam hadits Rasulullah dari Abu Hurairah dan diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim. Tahulah Juraij bahwa doa ibunda sangatlah luar biasa, keridhaan ibunda adalah penyelamat, serta berbakti kepadanya menjadi hal utama.

Afriza Hanifa

Add comment

Submit