Muslimahdaily - Dulu, kota Aleppo menjadi kebanggaan muslimin di era Golden Age Islam. Dulu, kota yang kini luluh lantak itu memiliki peradaban tinggi selain Istanbul dan Kairo. Terbukti, UNESCO memasukannya sebagai kota tua warisan dunia. Namun perang sipil di Suriah telah membuat kota gemilang Aleppo tinggal kenangan.
Aleppo merupakan kota terbesar di Suriah dan dikenal dengan sebutan Halab dalam Bahasa Arab. Halab berasal dari Aramaic yang berarti putih. Hal ini disebabkan melimpahnya batu marmer putih di sana. Adapun Arab modern menyebut Aleppo dengan Asy Syahbaa yang juga berarti berwarna putih. Sebutan itu pula dikarenakan terkenalnya kota dengan kekayaan marmer putih.
Adapun nama Aleppo bermula ketika Perang Salib. Pasukan Barat menyebutnya dengan nama “Alep”. Nama itu digunakan kembali selama masa mandat Perancis atas Suriah dan Lebanon tahun 1923-1946. Kata “Alep” kemudian memiliki versi Italia dengan nama “Aleppo”. Itulah yang kemudian terus digunakan hingga kini.
Kota ini telah ada jauh sebelum lahirnya agama Islam di muka bumi dan disebut-sebut sebagai salah satu kota kuno Arab. Hal itu tak mengherankan mengingat kawasan Aleppo di era klasik menjadi bagian wilayah Syam yang merupakan pusat perdagangan paling maju di kawasan Arab. Para arkeologis memperkirakan kota ini telah eksis sejak abad ke-5 sebelum masehi. Sepanjang catatan sejarahnya, Aleppo menjadi kota terpenting di Suriah selain ibu kota Damaskus.
Di era Babilonia kuno, Aleppo menjadi ibu kota penting Dinasti Amorit dari Kerajaan Yamhad (1800-1525 Sebelum Masehi). Silih berganti penguasa pun kemudian menduduki Aleppo dan membangun peradaban manusia. Di abad ke-8 sebelum masehi, Aleppo merupakan bagian dari kekuasaan Assyrians hingga seabad setelahnya, kota tersebut masuk dalam kerajaan Neo-Assyrians. Selain Babilonia dan Assyrians, Aleppo pula pernah dikuasai Dinasti Achamenid Persia. Ketiganya membentuk peradaban kuno yang berharga bagi kemajuan Aleppo.
Sejarah Aleppo memasuki era baru ketika Alexander The Great menaklukan kota tersebut pada 333 SM. Era Romawi terus berlangsung lama di sana. Aleppo kemudian berada di bawah kekuasaan Byzantium hingga abad ke-5 Masehi. Kota ini pula menjadi kota terbesar ketiga wilayah Roman. Ada sebuah gereja tua di kawasan Benteng Aleppo yang dibangun oleh Byzantium. Gereja itu kini berubah menjadi masjid bernama Masjid Abraham yang sangat terkenal. Selain masjid, banyak pula situs kuno lain yang menjadi jejak peninggalan Byzantium.
Islam masuk ke Aleppo saat era kekhalifahan Umar bin Khaththab. Pasukan muslimin membuka wilayah Syam kemudian menguasainya tanpa mengusir penduduk apalagi merusak. Setelah Byzantium menyerah, wilayah Syam atau Suriah pun bergabung dengan kekhalifahan Islam.
Hal yang menarik, saat baru saja dilakukan pembukaan Syam, muslimin memilih tempat tinggal yang agak jauh dari penduduk asli. Hal ini sebagai upaya agar mereka para warga asli tak kaget menerima dakwah Islam dan dapat hidup berdampingan damai dengan komunitas muslim. Kebijakan ini sebetulnya telah berlaku saat pembukaan wilayah-wilayah lain. Sebut saja, muslimin memilih tinggal di Fustat saat membuka Mesir, Kota Qayrawan saat di Afrika, Kufah dan Basrah saat di Irak. Lalu, kota mana yang terpilih sebagai komunitas muslim pertama di Suriah? Yap, kota itu adalah Aleppo.
Digambarkan oleh Hugh Kennedy dalam “The Great Arab Conquest”, Aleppo saat itu merupakan daerah sub-urban yang memiliki dinding luar yang besar. Kota ini setara dengan kota Chalkis yang telah ada sejak era kuno namun lenyap seiring berjalannya sejarah. Berbeda dengan Chalkis yang menjadi kota punah, Aleppo dapat bertahan bahkan menjadi kota penting saat pembukaan Islam di wilayah Arab Utara. Tak hanya itu, dari kota ini pula kekuatan pasukan muslimin makin tangguh dan pertahanan muslimin makin kuat.
Sejak itu, Suriah, khususnya Aleppo, di bawah kekuasaan Islam mengalami masa kegemilangan. Namun daya tarik kota ini membuat perhatian banyak penguasa seiring perubahan zaman. Kota ini sempat diperebutkan Dinasti Fatimiyyah, Seljuk hingga Bangsa Mongol. Kesuraman terjadi ketika berada di bawah kekuasaan Mongol pada abad ke-12 hingga 13.
Baru kemudian di abad ke-14, pasukan muslimin kembali memasukkan Aleppo ke wilayah kekhalifahan Islam. Saat itu muslimin di bawah pimpinan Emparium Turki Utsmani. Di era inilah Aleppo kembali mengalami kegemilangan dengan menjadi penghubung perdagangan antara Timur (Asia) dan Barat (Eropa).
Setelah keruntuhan Turki Utsmani dan setiap wilayah Timur Tengah terpecah memerdekan diri, Aleppo menjadi salah satu kota di negara Suriah. Sejak itu, posisi Aleppo bahkan menandingi ibu kota Damaskus perihal luas wilayah, jumlah penduduk, termasuk dalam peran sebagai pusat industri dan perekonomian.
Namun hal menyedihkan terjadi. Kota gemilang Aleppo kini menjadi korban perang sipil yang melanda Suriah sejak lima tahun silam. Perang yang bermula dari niatan menurunkan rezim Presiden Suriah, Bashar Al Assad tersebut berubah menjadi pertarungan politik yang melibatkan banyak negara.
Kota Aleppo yang dikuasai pihak oposisi kemudian diluluh lantakkan pasukan Bashar yang didukung Rusia dan Iran. Penyerangan sejak November hingga Desember 2016 tersebut tak hanya memakan korban hingga 235 jiwa namun juga telah menghancurkan kota Aleppo yang amat sangat bersejarah. Kota gemilang Aleppo kini tinggal kenangan.