Muslimahdaily - Sebagai manusia yang berakal sehat, tentunya kita mengalami segala macam emosi sehari-hari. Kita tidak terlepas dari perasaan senang, sedih, kecewa, marah, dan lainnya. Secara tidak sadar, emosi-emosi tersebut sangat mempengaruhi kinerja dan perilaku kepada orang sekitar dalam kegiatan sehari-hari.
Namun, perlu diperhatikan bagaimana kita menginterpretasikan emosi tersebut dengan benar. Jangan sampai berakibat fatal yang merugikan. Perlu diingat bahwa kita yang mengontrol emosi-emosi tersebut, bukan sebaliknya—contohnya perasaan marah.
Umumnya, saat kita merasa marah rasanya kita merasa yang paling benar. Perasaan itu seperti melahap akal sehat dan mengontrol aksi kita terhadapnya. Kepala panas, dada sesak, napas pun menjadi tidak teratur. Penyebabnya pun beragam, yang pasti adalah ada pemicu tertentu yang muncul. Ada beberapa orang yang bisa mengatur amarahnya, ada yang tidak. Ada yang ketika dia marah, dia tetap tenang, atur napas, lalu mencoba mencari jalan keluar dengan memberi ruang untuk tenang sejenak. Ada pula orang yang kehilangan kendali saat dia marah. Membanting barang, berteriak, berkata kasar, melukai diri sendiri bahkan orang lain. Nah, masalahnya adalah bagi orang-orang yang rentan pada kemarahan. Jika dibiarkan, dia akan sulit untuk menghadapi hal-hal yang tidak sesuai keinginannya dan bersosialisasi pada orang lain.
Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatur amarah lebih baik:
1. Mengetahui pemicu rasa marah
Kamu bisa mulai mengenali apa saja pemicu yang menyebabkan kamu marah. setiap kamu marah, identifikasi apa yang membuat kamu marah, penyebab dan solusinya. Kamu juga bisa tuliskan di buku atau handphone sehingga kamu dapat mengingatnya.
2. Hindari situasi yang memicu rasa marah
Banyak orang yang bermasalah dengan rasa marahnya bisa langsung naik tingkat amarahnya dalam 60 detik. Saat orang sudah marah, dia cenderung sulit untuk berhenti. Sehingga lebih baik mencegah situasi yang memancing rasa marah tersebut.
Reaksi instan saat marah memang tidak dapat dihindari, tapi setelahnya perlahan kamu mulai mengontrol napas untuk setidaknya menghindar sebentar. Ingat bahwa perasaanmu akan lebih tenang jika kamu sudah dalam kondisi yang baik, daripada marah yang meledak-ledak. Ingat juga bahwa mengekspresikan marah cenderung lebih menimbulkan sikap defensif dan menyulitkan posisi orang lain daripada menghasilkan perubahan atau solusi.
3. Hati-hati dengan topik yang emosional
Sebagai contoh, jika kamu cenderung marah dengan pernyataan yang dimensional da tidak cukup dari orang yang terlalu percaya diri, kesadaran itu memungkinan kamu tidak bereaksi berlebihan atau setidaknya membatasi keterlibatan kamu dengan tipe orang yang seperti itu.
4. Temukan motivasi untuk mengontrol amarah
Mungkin kerentanan rasa marah kamu yang cukup merusak hubungan professional atau hubungan personalmu, dapat membantu kamu termotivasi untuk berusaha mengontrol rasa marahmu lebih keras lagi. Atau jika kamu takut akan merusak kesehatan, atau kamu bisa dipecat karenanya, kehilangan pasangan, atau dikucilkan dari keluarga. Menjaga motivasi personalmu dapat mengurangi rasa marahmu saat ada kejadian yang memicu terjadinya rasa marah tersebut.
5. Melihat sisi positif
Tidak ada salahnya untuk memahami perspektif orang lain untuk lebih menghargai dan menghormati pilihan masing-masing. Pasti akan ada hikmah dan manfaatnya yang bisa kita pelajari untuk lebih menerima kekurangan orang lain dengan senantiasa berkhusnudzon.
6. Koreksi diri
Kadang kita mengira bahwa perasaan marah itu karena orang lain, padahal nyatanya kita marah terhadap diri sendiri. Jika memang benar, adakah yang ingin kamu coba untuk perbaiki dari dirimu sendiri?
7. Jika kamu kenal seseorang yang rentan pada rasa marah
Bahkan jika seseorang jarang meluapkan amarahnya, kamu dapat merasakan bahwa sebenarnya mereka memiliki rasa marah yang terpendam. Dengan orang yang seperti itu, akan lebih bijak jika menghindari mengkritik mereka atau mencoba untuk mengubah pemikirannya. Lebih baik untuk mendengarkan mereka, bertanya pada mereka, dan jika kewajiban mereka melebihi atau mengurangi daripada manfaat mereka dalam hidupmu, tidak ada salahnya untuk menyingkirkan mereka dalam hidupmu.
Sumber: Psychology Today