Muslimahdaily - Pengadilan Uni Eropa (The European Court of Justice) mengijinkan perusahaan-perusahaan di Eropa untuk melarang para karyawannya menggunakan simbol-simbol agama, termasuk pemakaian hijab. Kebijakan tersebut diumumkan pada Selasa (14/3) kemarin. Pengadilan Uni Eropa mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut bukan masuk dalam kategori diskriminasi. Sebab, mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan netralitas dalam berpakaian di tempat bekerja.
Kebijakan tersebut juga berlandaskan atas pengalaman kasus dari dua perempuan berhijab yang berasal dari Perancis dan Belgia. Keduanya menolak untuk melepas hijab mereka di masing-masing perusahaan tempat mereka bekerja. Misalnya, yang terjadi pada Samira Achbita, seorang resepsionis di perusahaan G4S Belgia. Perempuan itu dipecat lantaran ia mengenakan hijab pada Juni 2006. Perusahaannya bekerja menyatakan bahwa Samira mengabaikan aturan perusahaan yang melarang karyawannya untuk mengenakan simbol-simbol agama.
Kasus serupa terjadi pada Asma Bougnaoui, seorang insinyur di perusahaan IT Micropole. Perusahaannya memecat Asma lantaran gaya berpakaian Asma menyebabkan masalah dengan klien. Sebelumnya, perusahaan telah memperingatkan Asma bahwa mengenakan hijab di perusahaan tersebut akan berdampak buruk pada pelanggan. Lalu, salah seorang menyatakan komplainnya lantaran tidak nyaman dengan hijab Asma. Dia pun dipecat dan dijebloskan ke pengadilan.
Pada kedua kasus tersebut, ECJ mengungkapkan pernyataan yang berbeda. Untuk kasus Samira, ECJ membenarkan sikap dan keputusan perusahaan G4S. sebab, penggunaan simbol agama yakni mengenakan hijan merupakan aturan perusahaan, bukan pada keluhan yang disampaikan dari pelanggan. “Pengadilan menemukan bahwa keputusan G4S mengacu pada aturan yang melarang penggunaan simbol agama. Aturan itu tidak bersifat diskriminasi, tapi bermaksud agar semua terlihat netral,” ujar ECJ seperti yang dilansir dari Aljazeera.com.
Sementara, pada kasus Asma, ECJ menyatakan bahwa yag dialaminya termasuk kategori diskriminasi. Sebba, sesungguhnya Asma telah bekerja secara professional. Hanya saja dia mendapat keluhan dari pelanggan yang tidak tercantum dalam aturan perusahaan. ECJ melanjutkan, dalam kasus tersebut pelanggan tidak dapat menuntut karyawan untuk tidak mengenakan hijab saat berbisnis dengan mereka.
Salah seorang muslim dari Brussel menyatakan kekecewaan atas peraturan tersebut. menurutnya, keluarnya kebijakan tersebut tentu merugikan kaum muslim. “Kebijakan harus melepaskan hijab itu menyiratkan bahwa kekuatan perempuan berarti telah dikontrol dan membuat sebuah keputusan untuk muslimah itu tidak ada, hanya tersedia untuk perempuan non muslim,” terangnya kepada Aljazeera.
Pelarangan penggunaan simbol-simbol agama, terutama hijab menjadi isu yang hangat di Eropa saat ini. para politisi yang anti Muslim menunjukkan sikap diskriminasi yang terang-terangan kepada kaum muslim. Beberapa negara seperti Austria misalnya. Di negara tersebut wanita berniqab dilarang bersliweran di publik. Sementara, tahun lalu di Perancis, peraturan pemerintahnya melarang muslimah mengenakan burkini, pakaian renang muslimah yang menutup seluruh tubuh.
Manfred Weber, ketua Partai Eropa, menyatakan setuju dengan keputusan ECJ. Menurutnya, keputusan tersebut merupakan suatu kemenangan dari nilai-nilai Eropa. “Kebijakan ini penting, nilai-nilai masyarakat Eropa harus diaplikasikan dalam kehidupan publik,” cuitnya dalam akun pribadi twitter.
Sementara itu, Natacha Butler, seorang reporter Aljazeera menyatakan bahwa sesungguhnya aturan tersebut sangat kompleks. “Seharusnya perusahaan memiliki kebebasan untuk memilih apakah mereka mau mengijinkan karyawan muslim mengenakan hijab atau tidak,” tuturnya.