Muslimahdaily - Perpustakaan tertua baru saja dibuka publik pada pertengahan tahun 2016 kemarin. Dibalik kemegahannya, ada sejarah dua wanita intelek para pendirinya, yakni Fatima Al Fihri dan Aziza Chouni.
Antara Fatima dan Aziza berselang jarak waktu satu abad. Namun keduanya lah yang berjasa membangun dan memelihara perpustakaan tertua dunia. Setelah 1.157 tahun ditutup dari publik, akhirnya perpustakaan itu pun dibuka pada April 2016. Perpustakaan tersebut bernama Khizanat Al Qawariyyin.
Sejarah perpustakaan ini bermula ketika Fatima Al Fihri mendirikan sebuah universitas tertua dunia, yakni Universitas Al Qarawiyyin di Fez, Maroko pada tahun 859 Masehi. Tak lama kemudian, ia membuka sebuah perpustakaan untuk para cendekiawan dan pegawai universitas. Saat itu perpustakaan ini belum dibuka publik. Hanya para civitas akademi kampus saja yang memanfaatkannya.
Fatima Al Fihri merupakan putri seorang pebisnis kaya raya. Ia lahir di era keemasan Islam, yakni di abad kelima ketika ekonomi dan budaya begitu maju di bawah kekhalifahan Islam. Fatima memanfaatkan kekayaan keluarganya untuk mendirikan sebuah pusat agama dan pembelajaran ilmu umum dengan membangun sebuah universitas. Ia pun kemudian menjadi bukti bahwa para wanita juga turut andil dalam membangun peradaban Islam.
Lalu lebih dari seabad kemudian, di era modern kini, Aziza Chaouni, seorang arsitek berdarah Maroko-Kanada merenovasi perpustakaan yang didirikan Fatima. Kondisi perpustakaan yang menjadi sayap Universitas Al Qawariyyin itu telah bobrok. Aziza lah yang berjasa membuatnya hidup kembali dengan sentuhan gaya arsitektur yang sangat menawan.
Aziza memulai renovasi perpustakaan pada tahun 2012. Butuh waktu lebih dari tiga tahun untuk menyelesaikan perbaikan tersebut. Aziza memilih untuk menghidupkan kembali gaya klasik perpustakaan dari desain arsitekturnya. Ia membangun kembali perpustakaan Khazanat Al Qawariyyin dengan tetap mempertahankan beberapa bangunan yang menjadi warisan dunia UNESCO tersebut. Salah satunya yakni air mancur yang ada di perpustakaan. Ia tak mengubah struktur air mancur tersebut melainkan hanya merekonstruksi secara seninya saja. Aziza juga membuat perpustakaan agar mudah diakses dan dimanfaatkan publik. Sebuah ruang seminar dan kafe kecil juga ditambahkan di dalam area perpustakaan.
“Harus ada keseimbangan antara menjaga keasliannya dan menambahkan kebutuhan para pengguna, termasuk pelajar, peneliti dan pengunjung. Serta mengintegrasikan dengan teknologi kini seperi panel surya, irigasi air untuk taman dan masih banyak lagi,” ujar Aziza Chaouni kepada TED.com, dilansir globalciitizen.org.
Dari atap perpustakaan, nampak pemandangan indah kota kuno Fez. Jalanan penuh dengan kehidupan, dari masyarakat yang sibuk di tengah terik panas, pasar yang tak pernah sepi menjual kerajinan kulit serta para pengrajin yang penuh peluh di tempat mereka bekerja. Semuanya kemudian berhenti dari aktivitas dan berkumpul saat terdengar azan. Kota itu benar-benar kuno dan menyimpan sejarah kegemilangan Islam.
Kini, perpustakaan Khizanat Al Qawariyyin telah dibuka dan dapat dikunjungi siapa saja. Di dalamnya terdapat lebih dari 4 ribu buku tua termasuk Al Qur’an dari abad ke-9 masehi. Perpustakaan tertua ini pula menyimpan literatur dari masa klasik, yakni manuskrip yang berusia lebih dari 12 abad lalu.
Koleksi manuskrip telah dibereskan dan dibersihkan sebelum perpustakaan kembali dibuka. Manuskrip-manuskrip dikeringkan karena lembab tersimpan dan menumpuk begitu lama. Teks-teks tua diawetkan dan digitalisasi. Beberapa mesin juga didatangkan, termasuk scanner digital yang mampu mengidentifikasi lubang dalam kertas manuskrip, serta mesin pengawet yang memberikan satu cairan kimia tertentu pada manuskrip agar tak hancur termakan masa.
Sebuah ruang dengan keamanan ketat serta suhu dan kelembaban yang terkontrol, dikhususkan untuk menyimpan teks-teks tua. Salah satu yang tertua yakni salinan Al Qur’an yang ditulis dengan huruf kufi asli di sebuah kulit unta.
Adapun buku-buku tua juga telah nampak rapuh dan berdebu. Hal ini akibat teronggok begitu saja selama bertahun-tahun. Alhasil, beberapa di antaranya terbungkus sampul agar tak rusak saat dibaca.