Muslimahdaily - Menstruasi adalah salah satu fase yang dialami wanita hampir setiap bulannya. Pada periode ini para wanita tidak boleh melakukan shalat, namun setelah mereka selesai dan berhenti keluar darahnya maka diwajibkan untuk mandi besar, kemudian kembali lagi untuk shalat dan ibadah lainnya.
Namun, seringkali yang menjadi pertanyaan adalah, ketika seorang wanita melakukan mandi besar atau bersuci di waktu ashar, apakah mereka diwajibkan untuk mengqadha shalat dzuhurnya? Atau jika seseorang bersuci di waktu isya, apakah dia wajib mengqadha shalat maghribnya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut Ustadzah Aini Aryani, Lc menjelaskan beberapa perbedaan pandangan madzhab terkait mengqadha shalat bagi wanita, dirangkum dari Rumah Fiqih Indonesia :
Tidak Wajib Mengganti Shalat
Ulama dalam madzhab Hanafi tidak menyebutkan secara langsung apakah harus meng-qadha’ atau tidak, shalat dzuhur dan maghrib jika terlewat. Namun madzhab ini menjelaskan secara umum bahwa seorang wanita tidak wajib mengqadha atas shalat-shalat yang ia tinggalkan selama masa haid berlangsung.
Salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah, yaitu As-Sarakhsi, di dalam kitabnya Al-Mabsuth menuliskan sebagai berikut:
Dan jika dia (wanita haid) sudah suci, maka wajib baginya mengganti puasa (puasa wajib yang terlewat) dan tidak ada kewajiban atasnya mengganti shalat (yang terlewat)
Wajib Shalat Jika Masih Masuk Waktu Shalat
Berbeda dengan pandangan sebelumnya, ulama dengan madzhab Maliki bersepakat bahwa ketika seorang wanita bersuci di waktu sore hari, yaitu di akhir waktu dzuhur menjelang ashar, jika masih ada waktu yang sekiranya cukup untuk mengerjakan kira-kira lima rakaat, maka wajib baginya melaksanakan shalat dzuhur, kemudian dilanjut shalat ashar ketika sudah masuk pada waktunya.
Namun jika waktu yang tersisa di sore itu hanya cukup untuk mengerjakan kira-kira empat rakaat atau kurang dari itu, maka ia wajib mengerjakan shalat ashar tanpa harus mengerjakan shalat dzuhur. Karen waktu dianggap sudah berlalu.
Ibnul Jallab salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab At- Tafri’ fi Fiqhil Imam Malik bin Anas menuliskan sebagai berikut :
Tidak ada kewajiban bagi seorang wanita meng-qadha’ shalat yang terlewat, kewajibannya hanya melaksanakan shalat pada waktunya. Jika dia suci di awal waktu shalat maka wajib mengerjakan shalat itu, begitupun jika dia suci di akhir waktu shalat.
Dan hal itu terjadi jika ia suci di siang hari (akhir waktu dzuhur), dan masih ada waktu shalat kira-kira 5 rakaat, maka wajib baginya shalat dzuhur, begitu juga shalat ashar dan ashar, karena dia masih masuk dalam waktu shalat (dzuhur). Dan jika waktu yang tersisa di siang hari itu hanya cukup untuk mengerjakan shalat 4 rakaat atau kurang, maka dia hanya wajib shalat ashar karena hanya
mendapati akhir waktu dzuhur (menjelang ashar) dan gugur kewajiban shalat dzuhur karna waktunya sudah lewat.
Ats- Tsa’labi di dalam kitab Al- Ma’unah ala Mazhabi ’Alimil Madinah juga menuliskan sebagai berikut :
Jika (di akhir waktu dzuhur) seorang wanita telah suci dari haid, dan anak yang baru saja baligh mendapati waktunya masih cukup untuk shalat selama 5 rakaat, maka wajib baginya dzuhur dan kemudian ashar. Namun jika waktu yang tersisa hanya cukup untuk mengerjakan 1 rakaat, maka wajib baginya shalat ashar tanpa shalat dhuhu.
Wajib Mengganti Shalat
Madzhab Asy-Syafi’iyah
Ulama dari madzhab syafi’i mengatakan bahwa jika seorang wanita telah suci dari haid dan masih ada waktu sore (secara mutlak, tidak membatasi sisa waktunya) maka wajib baginya mengganti shalat dzuhur dan melaksanakan shalat ashar.
Salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, Imam Al-Haramain , di dalam kitabnya Nihayatul Mathlab fi Diraayatil Mazhab menuliskan sebagai berikut :
Kemudian mereka (ulama madzhab Syafi'i) sepakat jika darah haid sudah berhenti di akhir siang hari, maka wajib baginya qadha’ shalat Dzuhur dan Ashar.
Madzhab Al-Hanabilah
Ulama madzhab ini mengatakan dengan jelas atas kewajiban seorang wanita mengganti shalat dzuhur atau maghrib dan melaksanakan shalat ashar atau isya walaupun sisa waktunya tinggal sedikit.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan sebagai berikut:
Dalam madzhab kami, seperti apa yang diriwayatkan Al-Atsram, dan Ibnu Mundzir dari yang lainnya dengan sanad dari Abdurrahman bin Auf dan Abdullah ibnu Abbas, dalam masalah haid. Jika ia bersuci sebelum terbit fajar atau akhir waktu isya masih ada waktu satu rakaat, maka wajib baginya shalat magrib dan isya, dan apabila suci sebelum terbenamnya matahari atau akhir waktu ashar, maka baginya menjama shalat dzuhur dan ashar.
Hal ini juga dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu Fatawa dan Al-Mardawi dalam kitab Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih minal Khilaf.
Dari penjelasan madzhab diatas dapat disimpulkan bahwa para ulama madzhab Syafi’i dan Hambali mewajibkan untuk mengganti shalat yang tertinggal. Hanya saja masing-masing berbeda terkait dengan waktunya.
Sedangkan madzhab Hanafi memiliki pendapat untuk tidak mengganti shalat yang tertinggal. Terakhir madzhab Maliki memberikan persyaratan tentang adanya waktu yang cukup di akhir waktu shalat untuk melaksanakan shalat segera setelah suci dari haid.
Semoga Bermanfaat!