Muslimahdaily - Menuju hari pernikahan, biasanya calon pengantin sudah mulai sibuk mempersiapkan acara. Mulai dari dekorasi, undangan, catering dan hal lainnya. Begitupun bekal kesiapan mental untuk memulai lembaran baru dalam kehidupan, berubah status menjadi sepasang suami istri. Namun, ada satu hal yang juga tak kalah penting bagi beberapa pasangan. Yaitu membuat surat perjanjian pranikah.
Hal ini mungkin masih terdengar tabu di Indonesia. Atau bahkan kita baru saja mendengarnya dari berita karena sepasang suami istri dari kalangan selebriti telah melakukan hal ini. Lalu sebenarnya apa sih perjanjian pranikah ini? Bagaimana Islam memandangnya?
Perjanjian Pra-Nikah (Prenuptial Agreement) biasanya dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masing-masing, suami ataupun istri. Perjanjian ini sifatnya tertulis dan harus disertai akte notaris yang telah disahkan oleh Pengawas Pencatat Perkawinan dan dibuat sebelum pernikahan. Dalam prakteknya, perjanjian perkawinan ini juga harus didaftarkan pada Pengadilan Negeri wilayah tempat perkawinan berlangsung.
Materi dan isi dari perjanjian pranikah ini biasanya tergantung pada calon suami istri. Asal tidak bertentangan dengan hukum, agama, undang-undang, kepatutan dan kesusilaan maka hal itu dibolehkan.
Namun, yang lazim biasanya perjanjian pranikah berisi tentang masalah pembagian harta kekayaan suami istri, apa saja yang menjadi tanggung jawab keduanya dan hal-hal yang berkaitan dengan harta bawaan mereka masing-masing. Berguna untuk membedakan mana harta calon istri dan mana harta calon suami jika suatu saat terjadi perceraian atau kematian.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (UU Perkawinan), pasal 29 ayat (4), perjanjian ini tidak dapa diubah selama perkawinan masih berlangsung. Kecuali, jika salah satu dari kedua belah pihak berkeinginan untuk mengubahnya dan perubahan tersebut tidak merugikan pihak lain.
Dalam Islam hal ini ternyata diperbolehkan, asal dilakukan sesuai dengan ketentuan Islam kemudian juga harus disepakati dengan keridhaan dua belah pihak dan tidak mengandung mudharat bagi salah satunya.
Terkait dengan berjanji, Allah menganjurkan kita untuk berpegang teguh padanya dan tidak membatalkannya begitu saja.
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (QS. An-Nahl: 91).
Wallahu a'lam, semoga bermanfaat.
Sumber: Bincang Syariah