Ketika Ibnu Umar Berdebat dengan Putranya

Muslimahdaily - Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar bukanlah sembarang shahabat nabi. Ia merupakan putra Umar bin Khattab sekaligus salah satu pemuda didikan Rasulullah. Ketika telah dewasa dan berkeluarga, Abdullah memiliki putra yang tak kalah cerdas darinya. Ia adalah Salim bin Abdillah bin Umar.

Salim dididik sang ayah dengan sangat baik. Ia tumbuh menjadi pemuda yang cerdas lagi berbakti. Namun suatu hari, Salim beradu debat dengan sang ayah, Ibnu Umar. Keduanya berselisih dan tak ada yang bersedia mengalah.

Bagi pemuda pada umumnya, beradu mulut dengan ayah mungkin sudah biasa. Namun ini terjadi pada Ibnu Umar, murid Rasulullah, salah satu shahabat yang meriwayatkan banyak hadits.

Ia berdebat dengan putranya sendiri, Salim, tabi’in yang juga murid para shahabat nabi. Peristiwa yang jarang terjadi ini ternyata mengandung banyak hikmah untuk muslimin, khususnya tentang sikap birrul walidain.

Peristiwa itu terjadi di suatu masa, ketika Ibnu Umar melakukan safar bersama Salim. Keduanya melakukan safar berdua menuju tempat Shafiyah binti Abi ‘Ubaid, istri Ibnu Umar. Ibnu Umar terburu-buru melakukan safar karena mendapat kabar kematian istrinya. Ia bergegas agar cepat sampai di tujuan dan mengurus jenazah istrinya.

Berangkatlah Ibnu Umar dengan Salim yang menemani. Di tengah perjalanan, waktu magrib tiba. Salim meminta ayahnya untuk istirahat sejenak menunaikan shalat. Apalagi mengingat waktu saat magrib yang singkat.

(Baca Juga : Bakti Kepada Ibu, Kisah Pemuda yang Tinggal Diantara Langit dan bumi)

Namun Ibnu Umar enggan berhenti. Ia bersikeras untuk melanjutkan safar agar cepat sampai ke tujuan. Ia begitu terburu-buru saat itu. Maka muailah perdebatan antara Salim dan ayahnya, Ibnu Umar. Salim ingin berhenti untuk shalat magrib. Namun Ibnu Umar ingin perjalanan dilanjutkan.

“Shalat!” ujar Salim.

“Jalan!” sahut Ibnu Umar.

“Shalat!” kata Salim lagi.

“Jalan!” Ibnu Umar tak berubah.

Keduanya terus beradu mulut hingga tiga mil jauhnya. Saat itulah Ibnu Umar baru turun dari kendaraannya. Ibnu Umar berhenti saat masih ada waktu shalat magrib, hanya saja di akhir waktu. Salim pun kecewa karena tak dapat shalat tepat waktu.

Ibnu Umar lalu berkata kepada Salim, “Demikianlah aku melihat Rasulullah shalat jika terburu-buru dalam safar.”

Mendengarnya, barulah Salim merasa lega. Sebelumnya, Salim tak tahu bahwasanya boleh mengakhirkan shalat saat dalam perjalanan. Ia, sebagaimana para shahabat dan tabi’in, sangatlah bersemangat menjaga waktu shalat dan tak pernah mengakhirkan waktu shalat bagaimana pun keadaan mereka. Karena itulah, Salim berkeinginan mengingatkan ayahnya untuk melakukan hal sama.

Meski didebat putranya, Ibnu Umar pun tak marah karena ia tahu betul yang dilakukan Salim merupakan salah satu sikap bakti putranya. Meski Salim nampak beradu mulut dengan ayahnya, yang dilakukannya justru termasuk dalam sikap berbakti. Ia melakukan ihtisab yakni mengharap pahala dengan mendakwahi orang tua.

Salim melakukan ihtisab dengan sangat halus tanpa membentak. Yang diperdebatkannya pula bukanlah masalah dunia yang sepele, melainkan perkara ibadah yang agung. Berkat ihtisabnya, ia bukan hanya mendapat pahala, namun juga hadits baru dari sang ayah. Pengalamannya dengan sang ayah pun kemudian dikabarkan dalam hadits dan menjadi dalil tentang sunnah mengakhirkan shalat saat safar.

(Baca Juga : Tetangga Nabi Musa Di Surga, Kisah Bakti Si Anak Babi)

Masya Allah, sikap Salim menjadi contoh yang sangat baik untuk pemuda muslim. Tentang bagaimana berihtisab dalam rangka berbakti kepada kedua orang tua. Ia yang tak pernah sekalipun mendebat sang ayah, merasa harus melakukannya karena berpikir ayahnya melanggar syariat. Ia bersikeras mengingatkan sang ayah agar menjalankan shalat tepat waktu.

Peristiwa ini mungkin nyaris sulit dijumpai pemuda masa kini. Bak langit dan bumi, pemuda di masa kini justru gemar beradu mulut dengan ayahnya meski untuk perkara sepele.

Jangankan menasihati kekeliruan sang ayah, bentakkan bahkan sering kali dilontarkan dari lisan anak. Maka sungguh janggal jika pemuda muslim bersikap demikian sementara telah ada teladan yang baik tentangnya. Salim bin Abdillah bin Umar hanyalah salah satunya.

Sumber: “Mengharap Pahala dengan Kedua Orang Tua” kara DR. Fadhl Ilahi.

Add comment

Submit