Muslimahdaily - Alkisah, hiduplah seorang pemuda bernama Abdulullah Bani’mah. Bani’mah merupakan sosok yang cukup taat beribadah. Namun, layaknya pemuda kebanyakan, Ba’nimah beberapa kali merokok. Hal ini tentu tidak diketahui oleh kedua orang tuanya.
Suatu hari, sang ayah mendengar dari seseorang bahwa anaknya tengah merokok. Tentunya merokok bukanlah hal yang tidak diinginkan oleh setiap ayah terjadi pada anaknya.
Maka setelah menemui Bani’mah, sang ayah bertanya, “Apakah engkau merokok?!”
Karena tak ingin ketahan akhirnya Bani’mah memutuskan untuk berbohong. “Demi Allah yang Mahaaung, aku tidaklah merokok!” ujar Bani’mah tak kalah seru.
Suaranya lebih tinggi melebihi suara sang ayah. Ba’nimah berusah sebisa mungkin terlihat meyakinkan. Pasalnya, sang ayah tak pernah secara langsung merlihatnya merokok, melainkan hanya mendengarnya dari orang lain.
Sementara sang ayah sangat yakin kalau Bani’mah merokok. Kemudian berkatalah sang ayah pada Bani’mah, “Jikalau engkau berdusta, semoga Allah mematahkan lehermu.”
Bohong apabila Bani’mah tak takut setelah keluar doa tersebut dari lisan sang ayah. Namun, karena masih berdiri pada pendiriannya, Bani’mah enggan menyangkal dan meneruskan bohongnya tersebut. Bohong yang dibarengi dengan sumpah atas Allah tersebut. Sungguh akan sangat menyesal apabila Bani’mah tidak segera menarik ucapannya tersebut.
Keesokan harinya, Bani’mah pergi ke laut bersama adik dan teman-temanya. Selesai berenang, mereka menyempatkan diri ke kolam renang di dekat pantai. Kolam tersebut masih dalam keadaan tertutup, sementara teman-temannya berniat pulang.
Karena tak mau sendiri, Bani’mah meyakinkan adik dan temannya untuk bermain sebentar. Bani’mah berniat untuk memanjat pagar. Teman-temannya setuju. Mereka memanjat pagar bersama dan masuk ke kolam renang.
Kolam tersebut dibuat dengan kedalaman bervariasi, ada yang satu setengah meter, ada pula yang tiga meter. Tinggi Bani’mah saat itu seratus delapan puluh senti meter. Kondisinya pun sehat wal afiat.
Namun, saat ia melompat ke dalam kolam renang, seketika ia menjadi lumpuh. Kepalanya membentur dasar kolam renang sehingga menyebabkan lehernya patah. Tubuhnya lumpuh total dan tidak bisa digerakkan sama sekali.
Darah mengalir dari lubang hidungnya. Darah tersebut sedikit membuat air di dalam kolam renang menjadi merah. Mulutnya kelu dan sulit berbicara.
Bani’mah sekarat. Sementara adik dan teman-temannya tak tahu keadaan Bani’mah sama sekali. Mereka sibuk dengan kesenangan mereka sendiri di kolam renang.
Salah seorang temannya menyadari hilangnya Bani’mah dan menanyakan hal tersebut kepada sang adik.
“Kakakku gemar menyelam, nanti juga akan muncul,” jawab sang adik dengan santai.
Kemudian adik Bani’mah keluar dari kolam renang, mengeluarkan sebatang rokok dan hendak menghisapnya.
Di dalam kolam renang, Bani’mah masih berusaha agar tetap sadar. Ia berusaha mengeluarkan napas sebagai tanda untuk teman-temannya agar segera menoloang Bani’mah.
Di tengah perjuangan besar Bani’mah untuk tetap tidur, Bani’mah melihat sebuah rekaman dalam benaknya. Rekaman tersebut memperlihatkan kejadian-kejadian semasa 19 tahun hidupnya. Dari kecil hingga dewasa, ia banyak melakukan maksiat.
Rekaman tersebut diakhiri dengan kejadian beberapa waktu lalu. Saati itu, Bani’mah tengah bersedekah kepada ibu pemulang dengan memberikan makanan untuknya. Ibu pemulung tersebut terharu kemudian membalas Bani’mah dengan mendoakannya.
Setelah melihat rekaman tersebut, hati Bani’mah menjadi lapang. Ia segera mengucap dua kalimat syahadat sebelum akhirnya tak sadarkan diri di dalam air.
Selepas itu, sang adik menyadari kakaknya yang tengah pingsan. Buru-buru Bani’mah diangkat dan segera dibawa ke rumah sakit. Di tengah perjalannya, Bani’mah sempet sadar dan berpesan kepada adiknya untuk menelpon rumah.
“Jika ibu yang mengangkat teleponnya, maka jangan beritahukan keadaanku. Tapi bila ayah yang mengangkatnya, maka beritahukan keadaanku,” ucap Bani’mah sambil menahan rasa sakit.
Tatkala mendengar kabar Bani’mah tengah sekarat, maka sang ayah segera menuju rumah sakit. Tak lama kemudian ibunya menyusul sambil menangis.
Rupanya Allah hendak memberi Bani’mah kesempatan untuk bertaubat. Padahal sangat mudah bagi Allah untuk mencabut nyawa Bani’mah saat itu juga. Jikalau demikian, maka Bani’mah meninggal dalam kedaan durhaka karena telah meninggikan suara di hadapan orang tua, ditambah ia telah melakukan sumpah palsu atas Tuhannya.
Kisah ini jadi pelajaran bagi kita semua. Tak ada yang tahu kapan ajal akan menjemput, akankan kematian kita mendahului orang tua kita atau justru sebaliknya, namun cukuplah alasan tersebut agar kita senantiasa berbakti dan menjauhi durhaka. Semoga kita termasuk orang-orang yang shaleh.
Wallahu ‘alam.
Sumber: Kisah Muslim.