Muslimahdaily - Tersebutlah seorang pemuda bernama Dzin Nun Al Mishri. Saat ia tengah berada di pasar Basrah, Dzin melihat empat orang laki-laki sedang memikul jenazah, tanpa diiringi orang lain. Baginya kejadian itu terlihat aneh. Pasalnya, sudah jadi kewajiban bagi muslim lain untuk mengurus dan mengantar jenazah sampai ke liang lahat.

Maka, Dzin memutuskan untuk mengikuti jenazah dan empat orang tadi. Sampai di depan mushalla, jenazah hendak diturunkan guna dishalati. Namun, di antara keempat orang tadi tak terlihat ada yang akan jadi imam.

Maka dengan rasa penasaran yang sudah menjadi-jadi, Dzin akhirnya bertanya, “Wahai saudara-saudaraku! Di mana keluarga dan tetangga jenazah ini, agar menjadi imam dalam shalat jenazah.”

Salah satu dari keempat laki-laki menjawab, “Kami hanya buruh untuk memikul jenazah dengan janji mendpatkan ongkos. Di antara kami tidak ada yang tahu ihwal dari jenazah ini.”

Karena tak punya pilihan lain, maka Dzin lah yang jadi imam shalat. Selepas itu, jenazah dibawa lagi menggunakan tandu ke temmpat pemakaman.

Setelah liang lahat ditutup dengan tanah dan batu nisan ditaruh di atas tanah, Dzin kembali berkata, “Ceritakan padaku bagaimana perangai dan berita kematian mayit ini.”

Seseorang menjawab, “Kami sungguh tidak tahu. Tapi ada seorang wanita yang menyewa kami, ia mengikuti di belakang.”

Usai mereka berbincang, datanglah seorang wanita. Mungkin saja wanita yang dimaksud orang tadi. Dari penampilannya, jelas sekali kalau ia sedang bersusah hati. Matanya terlihat lelah karena terlalu banyak menangis. Dzin menilai bahwa wanita tersebut lebih tua dibanding mereka, sekaligus sosok yang shalihah.

Wanita itu tiba-tiba berdiri di atas makam. Ia membuka wajahnya seraya mengangkat kedua tangan ke arah langit. Ia nampak berdoa sambil menangis hingga akhirnya jatuh ke tanah dan pingsan. Barulah saat sadar, wanita tersebut nampak tersenyum sangat gembira.

Kejadian semakin membuat Dzin terheran-heran. Ada apa gerangan yang membuat wanita sendu tiba-tiba tersenyum bagian setelah jatuh pingsan.

Dzin lalu memberanikan diri bertanya pada wanita itu, “Bagaimana cerita mayit ini meninggal dan mengapa engkau tersenyum bahagia setelah menangis tersedu-sedu?”

Wanita itu mulai menjawab, “Pemuda yang wafat itu adalah anakku. Dia sangat muda dan sering melakukan maksiat. Dia selalu berusaha memperlihatkan perbuatan maksiatnya di hadapan tuhan. Kemudian dia terserang penyakit berat hingga meninggal dunia.

Sebelum menemui ajalnya, ia sempat berkata padaku, ‘Wahai ibuku! Aku mohon kepadamu agar engkau melaksanakan wasiatku.

Pertama, apabila aku wafat, jangan beritahukan kepada siapapun. Karena aku sangat takut mereka akan mencaci-makiku karena keburukan perbuatanku dan dosanya yang amat banyak.

Kedua, tulislah di cinciku ini kalimat ‘la ilaaha illa Allah Muhammad Rasulullah’ dan taruhkan cincin di kafanku agar Allah merahmatiku sebab cincin itu.

Ketiga, apabila aku sudah wafat, letakkan pipiku di atas debu dan letakkan telapak kakimu di atas wajahku dan ucapkanlah, ‘Ini adalah pembalasan bagi orang yang bermaksit kepada tuhannya dan meninggalkan perintah serta menuruti hawa nafsunya.

Keempat, apabila aku sudah dikubur, maka berdirilah di atas makamku dan angkatlah kedua tanganmu ke arah langit dan katakan, ‘Wahai tuhanku, sungguh aku telah meridhai anakku. Wahai tuhanku, ridhailah anakku.’

Maka ketika anakku wafat, aku lakukan semua wasiat itu. Saat aku mengangkat tanganku ke arah langit dan berdoa, aku mendengar suara anakku berkata, ‘Wahai ibuku! Pulanglah aku sudah sampai di hadapan tuhanku, Allah yang Maha Mulia, Dia tidak murka padaku bahkan meridhaiku.’”

Wanita itu berkata lagi, “Wahai Dzin Nun! Karena mendengar suara anakkulah aku sangat bahagia hingga tersenyum.”

Demikianlah sekelumit kisah mengenai ridha seorang ibu untuk anaknya. Secercah hikmah bahwa ridha orangtualah yang mampu menghantarkan seorang anak mendapat ridha tuhannya, Allah Azza wa Jalla. Oleh sebab itu, kita yang masih diberi bikmat sehat, hendaknya dapat terus berbakti kepada kedua orangtua.

Wallahu ‘alam.

Sumber: Islami.co

Itsna Diah

Add comment

Submit