Muslimahdaily – Konser "Tunggu Aku di Jakarta" sukses digelar di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Sabtu (28/1/2023) lalu. Ini merupakan konser pertama Sheila On 7 setelah ditinggal oleh drummer mereka, Brian Kresna. Tepat di tahun ini pula, Sheila On 7 menginjak 27 tahun.

Suksesnya konser tunggal Sheila on 7 menjadi perbincangan hangat di media sosial bahkan sempat trending topic beberapa kali di Twitter.

Tidak banyak yang tahu, vokalis band populer ini dikenal dengan Duta Sheila on 7 memiliki nama lengkap Akhdiyat Duta Modjo.

Akhdiyat Duta Modjo alias Duta Sheila on 7 merupakan keturunan salah satu pahlawan Nasional yakni Kyai Modjo. Meskipun terkenal sebagai musisi papan atas, Duta juga disanjung sebagai sosok yang rendah hati dan low profile.

Salah satu pendakwah Indonesia Salim Akhukum Fillah juga mengatakan dalam videonya yang diunggah bersama Duta pada 10 November 2022 silam.

“Banyak yang belum tau beliau dzuriahnya pahlawan besar kita Kyai Modjo,” ucap Salim

Duta pun tertawa singkat, lalu berpesan untuk generasi muda.

“Niatkan hari ini untuk menjadi hari yang yang baik,” ucap Duta dalam video yang dipantau pada Rabu (31/1/2023) di laman Instagram @salimafillah.

Duta merupakan sulung dari dua bersaudara anak dari Dr. Ir. Hakam S Modjo. Dia lahir di Kentucky, Amerika Serikat pada 30 April 1980. Sang ayah memiliki garis keturunan yang tersambung hingga ke Kyai Modjo.

Kyai Modjo bernama lengkap Muslim Mochammad Khalifah atau yang juga dikenal Kyai Madja lahir di Solo, Jawa Tengah pada 1792. Kyai Modjo adalah seorang ulama dan tokoh militer kepercayaan Pangeran Diponegoro. Kyai Modjo masih memiliki darah Keraton Yogyakarta dan berkerabat dengan Pangeran Diponegoro. Kyai Modjo berperan dalam mengatur strategi militer melawan Belanda ketika pecah Perang Jawa (1825-1830). Selain itu, Kyai Modjo juga menjadi guru spiritual dari Pangeran Diponegoro.

Kyai Modjo merupakan keturunan bangsawan. Sang ayah, Imam Abdul Ngarib, merupakan ulama besar yang dikenal dengan nama Kiai Baderan, yang merupakan keturunan keluarga Keraton Surakarta. Sang Ibu, RA Mursilah, merupakan saudara perempuan Sultan Hamengkubuwana III.

Secara garis keluarga, Kiai Modjo dan Pangeran Diponegoro memiliki ikatan kekerabatan. Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung Sultan Hamengkubuwana III dari istri selir. Ini berarti Pangeran Diponegoro adalah saudara sepupu Kiai Modjo.

Keduanya Hidup di luar istana sejak kecil. Hubungan keduanya makin erat ketika Kiai Modjo menikahi janda Pangeran Mangkubumi, paman Diponegoro.

Hari demi hari, hubungan Kiai dan Pangeran Diponegoro semakin erat. Terutama setelah Kyai Modjo pulang dari Mekkah. Dia melanjutkan peran sang ayah mengelola pesantren di desanya yang memiliki banyak santri.

Setelah itu, Kyai Modjo ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Gua Selarong (terletak di Pajangan, Bantul, Yogyakarta) untuk menjalankan siasat gerilya melawan Belanda.

Mulai dari situ, kisah kebersamaan Kyai Modjo dan Pangeran Diponegoro terus berlanjut. Keduanya terlibat dalam banyak pertempuran secara bersama-sama.

Sejak bergabung dengan Diponegoro, Kyai Madja berhasil merekrut banyak tokoh berpengaruh, termasuk 88 orang kyai desa, 11 orang syekh, 18 orang pejabat urusan agama (penghulu, khatib, juru kunci, dan lain-lain), 15 orang guru mengaji, juga puluhan orang ulama dari Bagelen, Kedu, Mataram, Pajang, Madiun, Ponorogo, dan seterusnya, serta beberapa orang santri perempuan.

Setelah berjuang bersama selama sekitar tiga tahun, Kyai Madja mulai tidak sepaham ketika Pangeran Diponegoro mulai menggunakan cara-cara yang dianggapnya menyimpang dari Islam untuk menarik simpati rakyat demi menambah kekuatannya. Diponegoro memakai sentimen budaya Jawa melalui konsep Ratu Adil atau juru selamat dalam kampanye merekrut pasukan.

Pada 12 November 1828, Kyai Mojo dan para pengikutnya disergap di daerah Mlangi, Sleman, dekat Sungai Bedog, kemudian dibawa ke Salatiga. Dalam penahanannya, Kyai Mojo meminta agar para pengikutnya dibebaskan dan menerima apapun keputusan Belanda terhadap dirinya.

Belanda mengabulkan permintaan tersebut dan hanya menyisakan Kyai Madja beserta orang-orang dekatnya dan beberapa tokoh berpengaruh, sementara sebagian besar pengikutnya dilepaskan. Baru pada 17 November 1828, Kyai Mojo beserta orang-orang yang masih menyertainya dikirim ke Batavia dan diputuskan akan diasingkan ke Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara.

Di tanah pembuangan, Kyai Mojo terus berdakwah hingga wafat pada 20 Desember 1849 di usianya yang ke 57 tahun. Perang Jawa sendiri berakhir dua tahun setelah hengkangnya kubu Kiyi Mojo dari pasukan Diponegoro.

Itulah sejarah singkat garis keturunan dan kakek buyut Duta Sheila on 7 yang ternyata bukan orang sembarangan.