Muslimahdaily - Linimasa media sosial baru-baru ini diramaikan dengan narasi mengerikan: ajakan untuk menjarah rumah para pejabat. Bahkan sudah ada beberapa korban penjarahan tersebut Mentri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, Anggota DPR Eko Patrio, Uya Kuya dan Nafa Urbach. Kemarahan pada ketidakadilan seolah menjadi pembenaran untuk mengambil paksa apa yang bukan haknya. Pihak kepolisian menegaskan bahwa penjarahan adalah tindakan pidana berat, namun Islam telah memberikan peringatan yang jauh lebih mengerikan.

Bukan sekadar penjara di dunia, tapi kebangkrutan total di akhirat. Kitab Tanbihul Ghafilin karya Imam Abu Laits As-Samarqandi memuat setidaknya dua hadits fundamental yang menjadi "vonis" tak terbantahkan atas dosa ini.

Ghasb: Kezaliman yang Tak Punya Alasan Pembenar

Dalam fiqih Islam, tindakan merampas atau mengambil paksa harta milik orang lain secara terang-terangan disebut Ghasb. Ini adalah dosa besar yang berdiri sendiri. Islam tidak pernah membenarkan kezaliman dilawan dengan kezaliman baru. Rasa benci, iri, atau anggapan bahwa "mereka pantas mendapatkannya" sama sekali tidak menghalalkan hartanya untuk dijarah.

"Buku Catatan" Dosa yang Tak Bisa Dinegosiasi

Peringatan pertama datang dari hadits yang menjelaskan tentang tiga jenis buku catatan amal. Dosa menjarah masuk ke dalam kategori ketiga, yang paling fatal dan tak kenal kompromi. Diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:

الدَّوَاوِينُ ثَلَاثَةٌ: دِيوَانٌ يَغْفِرُهُ اللَّهُ، وَدِيوَانٌ لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ، وَدِيوَانٌ لَا يَتْرُكُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْهُ شَيْئًا. فَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ، فَالشِّرْكُ بِاللَّهِ تَعَالَى... وَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي يَغْفِرُهُ اللَّهُ تَعَالَى، فَظُلْمُ الْعَبْدِ لِنَفْسِهِ، فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ رَبِّهِ. وَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لَا يَتْرُكُ اللَّهُ مِنْهُ شَيْئًا، فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ.

Artinya: "Catatan amal (Diwan) itu ada tiga: catatan yang Allah ampuni, catatan yang tidak Allah ampuni, dan catatan yang tidak akan Allah tinggalkan (abaikan) sedikit pun. Adapun catatan yang tidak Allah ampuni adalah syirik kepada Allah... Adapun catatan yang Allah ampuni adalah kezaliman seorang hamba terhadap dirinya sendiri (dosa antara ia dengan Rabb-nya). Dan adapun catatan yang tidak akan Allah abaikan sedikit pun adalah kezaliman para hamba satu sama lain."

Hadits ini adalah fondasi hukumnya. Dosa menjarah tidak akan selesai hanya dengan bertaubat kepada Allah. Ia adalah hutang langsung kepada manusia yang hartanya kita rampas, yang tercatat dalam "buku catatan" yang pasti akan ditagih.

Kebangkrutan Abadi di Hari Kiamat

Lalu, bagaimana cara melunasi hutang ini di akhirat? Peringatan kedua datang dari hadits tentang "orang yang bangkrut" (muflis) yang menjelaskan mekanisme keadilan Allah dengan sangat gamblang. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bertanya kepada para sahabat:

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّتِي؟ قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ، وَلَا دِينَارَ، وَلَا مَتَاعَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاتِهِ وَصِيَامِهِ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُقْتَصُّ لِهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَلِهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِذَا فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ، قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ، فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.

Artinya: "Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut dari umatku?" Mereka menjawab, "Orang yang bangkrut di antara kami adalah yang tidak punya dirham, dinar, maupun harta benda." Maka Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalatnya, puasanya, namun ia juga datang setelah pernah mencela si ini, menuduh si itu, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul si ini. Maka, diberikanlah kepada orang (yang dizalimi) ini dari kebaikan-kebaikannya (si pelaku), dan kepada orang ini dari kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum lunas tanggungannya, maka akan diambil dari kesalahan-kesalahan mereka (para korban), lalu ditimpakan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka." (HR. Abu Hurairah RA).

Perhatikan kalimat 'wa akala maala haadza' (dan memakan harta orang ini). Inilah gambaran presisi nasib para penjarah. Mereka akan menjadi orang paling bangkrut di akhirat. Pahala shalat dan puasa mereka akan ludes "ditransfer" untuk membayar setiap barang yang mereka rampas. Sungguh, sebuah transaksi yang paling merugi.

Islam memahami betul adanya amarah akibat ketidakadilan. Namun, solusi yang ditawarkan bukanlah anarki, melainkan menuntut hak dengan cara yang benar dan beradab, serta bertaubat kepada Allah agar Dia melembutkan hati para penguasa.

Jangan sampai kemarahan kita pada penguasa membuat kita ikut menjadi penyamun yang akan bangkrut di akhirat. Jaga tangan kita dari harta yang haram, karena pertanggungjawabannya langsung di hadapan Allah, dan "tagihannya" adalah seluruh amal ibadah yang kita kumpulkan seumur hidup.