Muslimahdaily.com – Udara bulan Agustus selalu terasa berbeda. Semangat merah putih seakan membakar jiwa, lagu-lagu perjuangan menggema di setiap sudut, dan bendera pusaka berkibar gagah di depan rumah. Tahun ini, kita akan merayakan momen yang istimewa: Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-80. Sebuah perjalanan panjang sebuah bangsa yang ditebus dengan harga mahal.

Namun, di tengah kemeriahan lomba dan upacara, pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya: "Apa sebenarnya makna 'merdeka' bagi diriku sebagai seorang Muslimah?"

Ternyata, Islam memiliki pandangan yang sangat dalam tentang kemerdekaan, yang jauh melampaui sekadar bebas dari penjajahan fisik. Kemerdekaan dalam Islam adalah tentang membebaskan jiwa, akal, dan hati. Mari kita selami bersama, sebagai bahan refleksi di HUT RI ke-80 ini.

Al-Istiqlal: Konsep Kemerdekaan Paripurna dalam Islam

Dalam terminologi Islam, kemerdekaan dikenal dengan istilah Al-Istiqlal. Maknanya bukan hanya terbebas dari penguasaan pihak asing, tetapi juga terbebas dari segala belenggu dan ikatan yang menghalangi kita untuk menjadi hamba Allah yang sejati.

Ulama besar, Ibn Asyur, merinci beberapa aspek kemerdekaan yang dijamin oleh syariat, antara lain:

Kebebasan berpendapat dan bersuara (hurriyyah al-aqwal).

Kebebasan bekerja dan berwirausaha (hurriyyah al-a'mal).

Kebebasan berkeyakinan (hurriyyah al-i’tiqad).

Kebebasan untuk belajar dan berkarya (hurriyyah al-'ilmi wa al-ta'lim).

Ini menunjukkan bahwa merdeka adalah hak fundamental yang memungkinkan kita bertumbuh secara utuh. Al-Qur'an pun, meski tidak menyebut kata "kemerdekaan" secara harfiah, sarat dengan kisah-kisah pembebasan yang bisa menjadi cermin bagi kita.

Pelajaran Abadi Kemerdekaan dari Para Nabi

Untuk memahami maknanya lebih dalam, mari kita teladani jejak kemerdekaan para utusan Allah yang mulia.

1. Merdeka Jiwa dan Akal seperti Nabi Ibrahim AS

Seringkali, penjajah terbesar bukanlah dari luar, melainkan dari dalam diri kita sendiri: belenggu tradisi yang salah, tekanan sosial, atau bahkan keraguan pada diri sendiri. Nabi Ibrahim AS adalah teladan utama dalam memerdekakan akal dan jiwa.

Beliau berani mempertanyakan keyakinan nenek moyangnya yang menyembah berhala. Dalam perjalanan spiritualnya yang diabadikan dalam QS. Al-An’am ayat 76-79, Ibrahim AS melakukan observasi kritis terhadap bintang, bulan, dan matahari, hingga akhirnya menemukan Tuhan yang Sejati, Pencipta alam semesta.

"Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik." (QS. Al-An’am: 79)

Refleksi untuk kita: Merdeka ala Nabi Ibrahim adalah berani berpikir kritis, membebaskan diri dari hoaks dan ikut-ikutan tren yang tidak bermanfaat, serta teguh pada prinsip kebenaran meski seluruh dunia menentang. Sudahkah kita merdeka dari "apa kata orang"?

2. Merdeka dari Penindasan seperti Nabi Musa AS

Kisah Nabi Musa AS dan pembebasan Bani Israil dari tiran Firaun adalah simbol perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman. Firaun adalah representasi kekuasaan yang menindas, mengeksploitasi, dan merendahkan martabat manusia.

Allah SWT mengingatkan kita akan nikmat pembebasan ini dalam QS. Ibrahim ayat 6:

"...Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir‘aun. Mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih..."

Refleksi untuk kita: Merdeka ala Nabi Musa adalah keberanian untuk keluar dari situasi yang menindas, baik itu dalam bentuk lingkungan kerja yang toxic, hubungan yang abusif, atau jeratan utang riba. Kemerdekaan ini adalah tentang memperjuangkan hak dan martabat diri serta orang lain yang tertindas.

3. Merdeka Seutuhnya, Warisan Agung Rasulullah SAW

Puncak dari ajaran kemerdekaan disempurnakan oleh Rasulullah SAW. Misi dakwah beliau adalah sebuah revolusi pembebasan total bagi umat manusia. Beliau datang untuk:

Memerdekakan manusia dari perbudakan.

Mengangkat derajat perempuan setara dengan laki-laki.

Menghapus sistem kasta dan tribalisme, menyatakan semua manusia sama di hadapan Allah.

Dalam khutbah terakhirnya saat Haji Wada', Rasulullah SAW menegaskan prinsip fundamental ini:

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya darah dan hartamu haram bagimu satu dengan yang lain... sebagaimana keharaman atasmu pada harimu ini, pada bulanmu ini, dan di negerimu ini..." (HR Bukhari)

Pesan ini diperkuat oleh Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13, yang menegaskan bahwa kemuliaan seseorang hanya diukur dari ketakwaannya, bukan suku, warna kulit, atau status sosialnya.

Refleksi untuk kita: Merdeka ala Rasulullah SAW adalah merdeka secara paripurna. Bebas dari rasa sombong karena keturunan, bebas dari prasangka buruk terhadap sesama, dan bebas dari penghambaan kepada selain Allah SWT. Inilah esensi dari kalimat Laa Ilaaha Illallah.

HUT RI ke-80: Momentum Mengisi Kemerdekaan Hakiki

Saat kita memasang bendera dan merayakan HUT RI ke-80, mari kita niatkan semua itu sebagai bentuk syukur atas nikmat kemerdekaan fisik yang Allah karuniakan pada bangsa ini.

Namun lebih dari itu, mari jadikan momen ini sebagai titik tolak untuk meraih kemerdekaan yang sejati:

Merdeka dari kebodohan dengan terus belajar.

Merdeka dari kemalasan dengan menjadi pribadi yang produktif.

Merdeka dari rasa takut dan cemas dengan bersandar hanya kepada Allah.

Merdeka dari kebencian dengan menyebarkan kasih sayang.

Selamat merayakan 80 tahun kemerdekaan Indonesia. Semoga kita semua menjadi Muslimah yang benar-benar merdeka, lahir dan batin.