Muslimahdaily - Berada di kawasan istana Topkapi, Istanbul, Turki, merasa takjub melihat kemegahannya, merinding menyaksikan keindahan arsitekturnya, dan jantung berderap lebih cepat membayangkan betapa agung dan jayanya kekhalifaan Islam terbesar sepanjang sejarah yang menakhlukkan wilayah di Asia dan Eropa pada masa itu.
Istana dengan kemegahan seni arsitektur yang khas ini tersimpan peninggalan-peninggalan nabi Muhammad, keluarga, dan para sabahat yang berupa jubah, jejak kaki, pedang Rasulullah, tongkat nabi Musa, dan masih banyak berbagai peninggalan yang lain yang tersimpan aman di sebuah ruang bernama The Sacred Relics.
Bangunan yang kini beralih fungsi menjadi museum yang dikunjungi turis baik domestik maupun mancanegara dulunya adalah tempat tinggal raja sekitar 400 tahun berkuasa dalam rentang tahun 1465-1860 dengan penghuninya 4000 orang sebelum akhirnya dipindah ke istana Dolmabache.
Penggalan Sejarah Kerajaan Ottoman, Turki
Runtuhnya kekhalifahan Abbasiyah melahirkan kekhalifahan baru di Turki yang disebut dengan Utsmaniyah atau Ottoman. Raja pertama bernama Usman Ghazi pada tahun 1299 berhasil menguasai wilayah Mediterania Timur dan Balkan. Oleh putranya, Orhan, tahun 1300-an berhasil merebut kota Bursa yang menjadi kendali Byzantium, Romawi.
Jatuhnya kota Bursa semakin memperlemah kekuatan Konstatinopel yang akhirnya jatuh pada masa pemerintahan Mehmed II tahun 1453. Pada masa ini pula, Mehmed membangun istana yang kini masih megah berdiri bernama Topkapi yang menjadi kediaman raja selama masa kejayaannya.
Pada abad ke-15 hingga 16, kekaisaran Utsmaniyah mengalami perkembangan pesat dan makmur dalam perekonomian. Hal ini terjadi karena kepemimpinan khalifah tegas dan efektif dalam mengambil setiap keputusan dalam mengendalikan perniagaan yang melalui rute darat Asia Eropa. Ekspansi wilayah besar-besaran juga terjadi pada abad ini.
Kejayaan Ottoman
Sebelum raja Suleiman naik takhta, raja sebelumnya, raja Selim memperluas wilayah hingga ke Timur dan Selatan kerajaan Utsmaniyah dibawah kekuasaan kerajaan Persia Safawiyah. Bersama dengan para prajuritnya yang tangguh, ia mengerahkan angkatan lautnya di Laut Merah. Usai ekspansi tersebut timbul persaingan dari kekaisaran Portugal yang juga ingin menguasai wilayah tersebut.
Tahun 1520 ketika raja Suleiman diangkat menjadi raja, ia berhasil menakhlukkan wilayah selatan dan tengah kerajaan Hongaria. Tahun berikutnya ia mencoba mengambil alih Wina beberapa kali namun mengalami kegagalan. Di sisi Timur Utsmaniyah, raja yang menjadi simbol kejayaan kesultanan Ottoman ini berhasil menancapkan kekuasaannya hingga Bagdhad dan Mesopotamia.
Usai bekerja sama dengan Perancis tahun 1543-1553 untuk menakhlukkan Nice dan Corsica, raja Suleiman kembali menganeksasi kesultanan Adal ke wilayahnya. Awalan yang bagus untuk memulai pemerintahan di Somalia dan Afrika utara sehingga meningkatkan pengaruh atas kerajaan Portugal yang menjadi pesaing.
Memudarnya Kilau Kejayaan Ottoman
Selepas raja Suleiman menanggalkan takhtanya, raja-raja selanjutnya dinilai tidak tegas dalam memimpin. Ditambah dengan terus majunya bangsa Eropa dalam berinovasi di bidang militer, kesultanan Ottoman terkikis dari dalam oleh paham konservatisme agama dan intelektual. Meski demikian, kesultanan ini mampu mempertahankan kekuatan ekspansinya hingga harus berakhir di Pertempuran Wina tahun 1683.
Kilau kemakmuran semakin meredup ketika terjadi devaluasi tinggi yang diakibatkan oleh penemuan rute-rute perdagangan baru bangsa Eropa Barat yang menjauhi monopoli dagang Utsmaniyah. Sehingga pada abad ke-16 ini menjadi serangkaian perang laut yang terjadi antara kerajaan Portugal dan Utsmaniyah.
Sebuah pertempuran Lepanto yang terjadi di Eropa Selatan, koalisi Katolik yang dipimpin Philip II dari Spanyol mengalahkan sekaligus mempecundangi citra kesultanan Utsmaniyah. Kekalahan ini membuat kehilangan tenaga ahli namun kekuatan militer dapat pulih dengan cepat. Sehingga membuat Venesia terpaksa menandatangani perjanjian damai dan mengizinkan Ottoman meguasai wilayah Afrika Utara.
Runtuhnya Kerajaan Besar
Pada awal abad ke-18, modernisasi mulai menggerogoti idealisme kerajaan monarki yang berjaya berkat ketegasan rajanya. Reformasi konstitusional berhasil mengubah tatanan negara berupa wajib militer modern, pembaharuan sistem perbankan, dikriminalisasi kaum homoseksual, dan perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler.
Pelepasan wilayah terjadi di seluruh wilayah kekuasaan satu per satu, seperti Armenia, Bulgaria, Rumania, Serbia dan Montenegro, dan Hungaria. Pemerintah Utsmaniyah berusaha mencegah namun rupanya kekuatan militernya harus menelan rasa kekalahan.
Pada masa Perang Dunia I, yang menjadi akhir kesultanan Ottoman, terjadi pergolakan perang Kemerdekaan Turki yang akhirnya dimenangkan oleh kaum Nasionalis dibawah pemimpin Mustafa Kemal Pasha tahun 1922. Berdirinya Republik Turki membuat raja terakhir kesultanan Mehmed VI meninggalkan negaranya.
Istana Topkapi yang pernah menjadi kediaman raja berubah dan beralih fungsi menjadi museum, saksi bisu kejayaan kerajaan Islam Utsmaniyah berabad-abad silam.