Muslimahdaily - Saat itu, Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Selang 3 tahun kemudian, tepatnya pada 1948, Presiden Soekarno bertandang ke Aceh demi satu tujuan. Ia ingin agar para saudara kaya dari Serambi Mekkah mau menyumbangkan donasi untuk Republik Indonesia yang masih “bayi”.
Sumbangan yang dikumpulkan seluruh lapisan rakyat Aceh itu berhasil membeli pesawat Douglas D-47 asal Amerika Serikat yang lantas diberi nama Seulawah – RI 001.
Pesawat Penyelamat Bangsa
Kondisi pasca – kemerdekaan tak lantas membuat Indonesia bebas melaksanakan kedaulatan. Saat itu justru Belanda melakukan berbagai blokade. Termasuk dari sisi ekonomi dengan menguasai pelabuhan, pertambangan, perkebunan dan lain – lain.
Sejak itulah, Presiden Soekarno tak mau tinggal diam. Ia ingin mencari bantuan ke negara – negara yang menjadi sahabatnya agar bisa membuka jalur perekonomian dengan memiliki pesawat terbang. Tepatnya pada tanggal 15 Juni 1948, Presiden Soekarno berangkat ke Aceh bersama Menteri Dalam Negeri, Dr. Sukiman.
Di Aceh, tepatnya di Hotel Aceh bersebelahan dengan Masjid Baiturahman, Presiden Soekarno disambut oleh para saudagar kaya raya di Aceh yang bergelut di bidang ekspor – impor pada era-40an hingga 50-an. Mereka mempersilakan orang nomor satu di Republik Indonesia itu untuk menikmati hidangan. Akan tetapi, presiden yang akrab disapa “Bung Karno” itu sama sekali tidak mau menyentuh makanannya.
“Saya tidak akan makan malam ini, apabila dana untuk membeli pesawat itu belum terkumpul” ujar Presiden Soekarno.
Alhasil, para saudagar Aceh buru – buru menyumbang. Yang pertama menyumbang adalah Ketua Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) M. Djuned Joesoef. Kemudian, menyusul para saudagar lainnya. Malam itu terkumpul dana 140.000 dollar singapura. Barulah mereka menyentuh jamuan makan yang sudah disiapkan.
Tanah Rencong Ikhlas Bersedekah Demi Kedaulatan Bangsa
Sebenarnya, dana yang terkumpul dari warga Aceh merupakan sebuah perjanjian obligasi hutang yang akan dibayarkan selang 40 tahun kemudian. Namun, sayangnya Presiden Soekarno telah lengser sebelum pengembalian pinjaman ini terwujud.
Menurut salah satu pemegang surat obligasi, Nyak Sandang (91), ia mengaku ikhlas untuk menyumbangkan dana demi kedaulatan Republik Indonesia. Banyak warga Aceh yang rela menjual rumah, tanah, sawah, kebun bahkan puluhan ekor lembu untuk disumbangkan pada negara. Padahal, kebanyakan rakyat Aceh pada waktu itu juga sedang di masa kesusahan, mereka baru saja ke luar dari penjara Belanda karena menunggak pajak 7,5 juta per tahun.
Tentu saja, harta benda yang dimiliki tak seberapa bila dibandingkan kemerdekaan yang harus direnggut, dijajah dan diinjak – injak kolonial Belanda.
“Keluarga saya menjual kebun yang di dalamnya ada 40 batang kelapa. Sebenarnya laku Rp200. Tetapi, karena buru – buru dan butuh uang, hanya dijual Rp 100. Semuanya disumbangkan untuk beli pesawat negara.” Kisah Nyak Sandang.
“Saya tidak mengharap imbalan apa – apa. Biarlah ini jadi pengorbanan orang tua dan masyarakat Aceh pada pemerintah atas dasar keikhlasan untuk membangun negara.”
Keberkahan Dalam Jihad Harta
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan nyawa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS: Al-Hujurat: 15)
Berkah dari keikhlasan rakyat Aceh terus bergulir. Pada saat itu, pesawat Seulawah RI-001 dipakai sebagai pesawat komersil yang disewakan ke negara Myanmar. Selanjutnya, keuntungan pesawat juga dipakai untuk membiayai mahasiswa AURI yang sekolah di luar negeri dan membeli lagi dua pesawat baru, Seulawah RI-007 dan RI-009. Bahkan, pesawat Seulawah RI-00 menjadi cikal bakal pesawat komersial Indonesian Airways yang bisa dinikmati masyarakat Indonesia hingga kini.