Uniknya Cadar Warna - Warni Khas Kota Bima

Muslimahdaily – Niqab atau cadar hingga kini masih dianggap ‘aneh’ oleh masyarakat Indonesia, bahkan dari kalangan muslim sendiri. Namun, siapa sangka di belahan pulau Indonesia bagian timur, pakaian yang menutup seluruh tubuh dan wajah perempuan ini sudah dikenakan sejak abad 17 masehi lalu. Cadar itu dikenal dengan nama rimpu. Pakaian yang menutup seluruh aurat ini dapat kita jumpai di Bima, Nusa Tenggara Barat.

Rimpu berbeda dengan cadar khas negeri Arab. Kain yang menutup wajah para perempuan Bima ini memiliki corak khas Bima dengan berbagai jenis warna-warna cerah. Kain rimpu ditenun dengan tangan oleh para perempuan Bima. Tak jarang hasil tenunan ini lantas dijual kepada para wisatawan asing maupun lokal.

Ada dua jenis rimpu yang kerap dikenakan oleh perempuan Bima. Yakni, rimpu jenis mpida dan rimpu colo. Rimpu Mpida kerap digunakan oleh para gadis. Mereka mengenakannya hingga menutup wajah dan menjuntai hingga ke dada. Tujuannya, untuk menjaga diri mereka dari godaan lelaki. 

Rimpu jenis ini kerapkali dikenakan bagi mereka yang belum menikah. Para gadis Bima mengenakan dua lembar kain tenun dengan cara melilitkannya ke wajah hingga menutup sebagian wajah. Hanya dua pasang mata yang tersisa. Sementara, kain lainnya dibalutkan ke perut hingga ujung kaki mereka.

Sedangkan, rimpu colo kerap digunakan oleh perempuan yang sudah menikah. Sehingga, bagian wajah mereka dibiarkan terlihat. 

Masuknya Islam ke pulau Bima menjadi salah satu penyebab munculnya budaya pakaian rimpu. Adanya aktivitas perdagangan membawa nafas Islam di tanah Bima. Kedatangan para pedagang dari wilayah kesultanan Islam seperti Ternate, Sulawesi Selatan bahkan tanah Jazirah Arab membuat masyarakat Bima berbondong-bondong memeluk agama Islam. Selain itu, pakaian identik wanita Arab yang bercadar menjadi inspirasi tersendiri bagi perempuan Bima kala itu. 

Budaya rimpu juga tercermin dari keadaan iklim di Bima yang relatif panas. Mayoritas masyarakat Bima bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Sehingga, saat turun ke sawah, para perempuan mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh mereka. 

Penggunaan rimpu sendiri diwajibkan saat anak perempuan mereka beranjak baligh. Hal ini selaras dengan nilai-nilai Islam dalam hal menutup aurat. Mereka menganggap bahwa bagian-bagian perempuan selain wajah, yang tidak ditutupi termasuk sesuatu yang memalukan. Bahkan, jika ada lelaki yang sengaja maupun tidak sengaja melihat aurat mereka, waijb menikahinya. 

Rimpu mengandung nilai-nilai dasar Islam dalam berpakaian. Ia mewakili identitas seorang muslimah dengan mengusung nilai-nilai kesopanan. Namun, dengan ciri khas daerahnya membuat rimpu memiliki pesona tersendiri. Saat ini, rimpu hanya dikenakan hari-hari besar, seperti sebuah pernikahan. Sebab, mulai banyak muslimah Bima yang beralih mengenakan jilbab praktis ala masa kini. 

Kini, Rimpu masih bisa ditemukan di daerah-daerah seperti di Kecamatan Wawo, Sape, Lambitu, Wilayah Kae (Palibelo, Belo, Woha dan Monta), juga di Kecamatan Sanggar dan Tambora, Kabupaten Bima. 

Add comment

Submit