Muslimahdaily - Di tengah merebaknya virus COVID-19, kita dianjurkan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dengan rutin mencuci tangan dan mengenakan masker bila sedang sakit.

Bila memang diharuskan ke luar rumah, kita diimbau untuk siap sedia hand sanitizer atau cairan antiseptik lain. Pada umumnya, cairan antiseptik dan hand sanitizer mengandung alkohol. Tak bisa dipungkiri memang alkohol merupakan bahan kimia yang cukup ampuh untuk membunuh mikroba penyebab tumbuhnya virus dan bakteri.

Hal tersebut jadi membuat keraguan pada sebagian muslim. Pasalnya, alkohol merupakan bahan yang diharamkan untuk dikonsumsi. Lantas, bagaimana hukumnya menggunakan hand sanitizer dan cairan antiseptik yang mengandung alkohol?

Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 11 Tahun 2009 tentang hukum alkohol. Dikatakan bahwa hukum penggunaan alkohol dalam suatu produk adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamr untuk produk makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan, hukumnya haram.

2. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamar) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan hukumnya mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.

3. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non) untuk produksi makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya haram, apabila secara medis membahayakan.

Dari paparan fatwa di atas, hand sanitizer atau cairan antiseptik termasuk pada poin nomor dua, yang mana merupakan produk hasil industri non khamr yang tidak membahayakan secara medis. Maka menggunakannya pun termasuk mubah.

Lantas, apakah hand sanitizer masih berhukum mubah bila digunakan saat shalat?

Untuk menjawab ini, perlu diketahui status zat alkohol itu sendiri. Sebagian ulama menyatakan status tidak najis pada alkohol. Sebagaimana yang terdapat pada fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009 tentang hukum alkohol, yaitu “Alkohol sebagaimana dimaksud yang berasal dari khamr adalah najis. Sedangkan alkohol yang tidak berasal dari khamr adalah tidak najis.” Sementara yang dimaksud dalam khamr pada fatwa yang sama adalah minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau lainnya, baik dimasak ataupun tidak. 

Berdasarkan fatwa di atas, dapat disimpulkan bahwa kandungan alkohol dalam hand sanitizer tidaklah termasuk najis karena tidak berasal dari khamr.

Dilansir dari laman NU Online, pada pendapat sebagian ulama lain, alkohol berstatus najis. Meskipun alkohol yang terdapat pada parfum dan obat sebatas hajat tetap diperbolehkan (ma’fu).

“Salah satu (yang dimaafkan) adalah cairan-cairan najis yang dicampurkan pada obat dan aroma harum parfum untuk memberi efek maslahat padanya. Hal ini terbilang dimaaf sebatas minimal memberi efek maslahat berdasarkan qiyas atas aroma yang memberi efek maslahat pada keju,” (Abdurrahman Al Jaziri dalam Kitab Al Fiqhu ala Madzahibil Arba’ah).

Dengan demikian, dengan mempertimbangkan kedua pendapat di atas, maka menggunakan hand sanitizer atau cairan antiseptik yang mengandung alkohol saat hendak shalat tanpa mencuci tangan tetaplah sah dan tidak membatalkan shalat.