Muslimahdaily - Sebagai muslim, kita dianjurkan untuk memperhatikan hubungan kita dengan manusia lain. Salah satu caranya adalah dengan menahan lisan agar tidak berucap hal-hal buruk yang dapat melukai hati manusia lain hingga menimbulkan perpecahan.
Lebih daripada itu, lisan sendiri merupakan cermin hati seorang manusia. Bila hatinya bersih maka tentu ia akan berucapa hal-hal yang baik. Namun, bila hatinya kotor tentu lisanya akan mengeluarkan kata-kata yang kotor pula.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lisan orang yang berakal muncul dari balik hati nuraninya. Maka ketika hendak berbicara, terlebih dahulu ia kembali pada nuraninya. Apabila ada manfaat baginya, ia berbicara dan apabila dapat berbahaya, maka ia menahan diri. Sementara hati orang yang bodoh berada di mulut, ia berbicara sesuai apa saja yang ia maui.'' (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits di atas menekankan sekali bahwasanya kita harus menjaga lisan dengan baik. Selain melihat kembali hati nurani, ada enam adab yang dapat kita lakukan untuk menjaga lisan. Adab ini disampaikan oleh Sayyid Abdullah bin Alawi Al Haddad dalam kitabnya yang berjudul Risalatul Muawanah wal Mudhaharah wal Muwazarah sebagaimana dilansir dari laman NU Online berikut ini:
1. Tidak melibatkan diri pada hal yang tidak berguna
وَاْلخَوْضَ فِيْمَا لَا يَعْنِيْكَ
“Hendaklah Anda tidak melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak ada gunanya bagi Anda.”
Bergaul dengan orang lain tentu saja diperbolahkan. Namun sering kali pergaulan diisi dengan hal-hal yang kurang jelas tujuannya, misalnya ghibah dan mengumpat. Kedua hal tersebut bukan hanya tidak berguna, tapi juga mendatangkan dosa. Oleh sebab itu hendaknya kita dapat menahan lisan dalam berbicara hal yang tidak berguna.
Hal ini juga berlaku ketika kita diminta pendapat tentang sesuatu. Akan lebih baik jika kita tahu batasan kita dalam memberikan pendapat. Apakah sudah berada pada porsi yang tepat atau justru melebihinya.
Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai pembicaraan yang berlebihan. Maka Allah mencerahkan wajah seseorang yang berbicara menurut kebutuhan saja.'' (HR Muslim).
2. Jangan sering bersumpah
وإكثَارَ اْلحَلْفِ بِاللهِ وَلَا تَحْلِفْ بِهِ تَعَالَى إِلَّا صَادِقً عِنْدَ اْلحَاجَةِ ((وَإِيَّاكَ
“Jangan sering-sering bersumpah demi Allah, dan jangan bersumpah demi nama-Nya kecuali memang benar-benar mendesak.”
Banyak menyebut nama Allah memang sangat dianjurkan, terlebih karena menyebut nama-Nya dapat menenangkan hati. Namun beda hal lagi bila bersumpah dengan berucap "Wallahi" atau "Demi Allah". Pasalnya para ulama tidak membenarkan sumpah atas nama Allah, kecuali bila benar-benar dalam hal serius atau mendesak, misalnya dalam proses pengadilan. Hendaknya kita tidak enteng mengucap sumpah apalagi hanya untuk hal main-main.
3. Menghindari Kebohongan
وَاحْذَرْ اْلكَذِبَ بِجَمِيْعِ أَنْوَاعِهِ فَإِنَّهُ مَنَاقِضٌ لِلْإِيْمَانِ
“Hindarilah segala macam kebohongan sebab hal itu berlawanan dengan iman.”
Seperti halnya pepatah yang berisi “Jangan sekali-kali berbohong, karena kebohongan pertama harus ditutupi oleh kebohongan-kebohongan selanjutnya”, berbohong harusnya sebisa mungkin dapat kita hindari, kecuali pada beberapa keadaan.
Bukan cuma dosa bagi diri sendiri, kebohongan dapat menimbulkan rugi pada orang lain yang dibohongi. Selain itu juga kebohongan dapat berubah menjadi fitnah yang menyebar di masyarakat hingga menimbulkan kekacauan, contohnya hoaks.
Suka berbohong juga merupakan salah satu tanda orang munafik. Rasulullah bersabda,
“Pertanda orang munafiq ada tiga: Apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat” (HR. Al Bukhari).
4. Jangan bercanda sampai keterlaluan
وَاْلغِيْبَةَ وَالنَّمِيْمَةَ وَاْلإكْثَارَ مِنَ اْلمُزَاحِ
“Jauhkan dirimu dari pergunjingan dan fitnahan serta bercanda secara keterlaluan.”
Bercanda merupakan hal yang makruh dalam Islam. Bercanda bisa jadi haram bila dilakukan sampai keterlaluan. Misalnya ketika menyakiti hati, menuduh, hingga memfitnah seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya seorang Muslim mengetahui batasan-batasan sebuah candaan atau guyonan.
5. Menghindari ucapan keji
وَاجْتَنِبْ سَائِرَ اْلكَلَامِ اْلقَبِيْحِ
“Hindarilah setiap ucapan keji.”
Mengumpat, memaki, dan menghardik merupakan sedikit contoh dari ucapan-ucapan keji. Perbuatan dosa ini hanya akan menyakiti hati satu sama lain dan menciptakan kehancuran umat Muslim.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,
"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaaf: 18).
6. Menjaga lisan dari ucapan yang kurang baik
وَأمْسِكْ عَنْ رَدِيءِ اَلكَلَامِ كَمَا تُمْسِكُ عَنْ مَذْمُوْمٍ
"Jagalah lisanmu dari ucapan yang kurang baik apalagi yang tercela.”
Salah satu ucapan tercela adalah menyombongkan diri di hadapan manusia lain dan lebih parahnya di hadapan Allah. Untuk menghindari hal ini, hendaknya kita bisa membiasakan diri bersikap tawadhu dan rendah diri kapanpun dan di manapun. Dengan demikian, kita bisa terhindar dari dosa-dosa yang akan memberatkan di akhirat kelak.
7. Lebih baik diam
وَتَفَكَّرْ فِيْمَا تَقُوُلُ قَبْلَ أَنْ تَقُوُلَ فَإِنْ كَانَ خَيْرًا فَقُلْ وَإِلَّا فَاصْمُتْ
“Pikirkan baik-baik apa yang akan Anda ucapkan sebelumnya. Jika itu baik menurut Anda, katakanlah. Jika tidak, diamlah.”
Sebelum berbicara, pikirkan terlebih dahulu tentang manfaat dan mudharatnya. Hendaknya kita tidak terburu-buru dalam berucap dan memutuskan sesuatu. Apakah akan menyakiti hati orang lain atau menimbulkan masalah baru.
Pikirkan juga apakah ucapan kita lebih banyak mengandung manfaat dibanding mudharatnya. Ketika lebih banyak mudharatnya, maka sebaiknya kita memilih untuk diam. Dengan demikian, kita dapat menghindari hal-hal buruk di dunia maupun di akhirat.
Wallahu ‘alam.