Muslimahdaily - Jejak digital yang dianggap ‘maya’ atau tidak jelas, seringkali menimbulkan keraguan dan menjadi alasan munculnya istilah “Ghosting.” Istilah ghosting sebenarnya bukan istilah yang asing, terutama di telinga para remaja. Ghosting merupakan tindakan pemutusan hubungan sepihak, yang membuat korbannya merasa bingung, ditolak, dan tak diinginkan.
Lalu, apakah kamu pernah mendengar istilah “Ghostlighting”? Pada realitanya beberapa orang sudah pernah mengalami hal ini lho, dan mungkin kamu termasuk dari beberapa orang tersebut yang tidak menyadarinya.
Ghostlighting merupakan kombinasi antara dua fenomena kencan atau hubungan yang sudah cukup populer, yaitu “ghosting” dan “gaslighting.” Ghosting sudah cukup familiar terdengar terutama di kalangan millennials, tapi apa itu definisi dari gaslighting?
Dilansir dari laman KlikDokter, gaslighting adalah bentuk pelecehan emosional yang sangat nyata terhadap orang lain. Kombinasi kedua fenomena tersebut menjadi langkah taktik manipulasi bagi pelaku dengan tujuan membuat korbannya merasa “gila” dan tidak bisa mempercayai diri sendiri. Biasanya pelaku ghostlighting secara mendadak menjaga jarak dengan korban, memutus komunikasi yang telah terjalin secara sepihak.
Ketika korban menanyakan kejelasan terkait hubungan mereka, pelaku justru membuat korban meragukan realitas akan dirinya sendiri.
Contoh sederhananya adalah ketika X dan Y melakukan pendekatan dalam suatu hubungan dan kemudian Y telah merasa nyaman bahkan menganggap X sebagai pacar. Namun X malah mendadak menghilang dan memutus komunikasi secara sepihak. Ketika Y menanyakan kejelasan hubungan mereka, dengan tegas X menyatakan bahwa Y hanya terlalu baperan bahkan berhalusinasi untuk menjadi pacarnya.
Dapat disimpulkan bahwa pelaku ghostlighting memang sengaja dan pandai memanipulasi pikiran korbannya. Ia mampu menciptakan rasa bersalah pada orang lain dengan memanipulasi keadaan dan kenyataan yang ada, meski sebenarnya dia sadar bahwa dialah yang melakukan kesalahan.
Jika targetnya sudah merasa bingung dan bersalah, pelaku akan dengan mudahnya melarikan diri dan tidak bertanggung jawab atas kesalahan yang telah dilakukannya.
Namun, beberapa dari kita pasti bingung kenapa bisa ada orang yang memilih menjadi pelaku ghostlighting. Nah, perlu diketahui bahwa ada dua faktor utama yang membuat seseorang menjadi pelaku ghostlighting.
Pertama, adanya keinginan memegang kendali terhadap orang lain. Pelaku ghostlighting berupaya untuk mengendalikan korban dengan mengikuti alur hubungan yang diinginkannya, dan setelah Ia merasa korban sudah terjebak, maka Ia akan pergi dan meninggalkannya.
Kedua, pengalaman buruk yang sama, khususnya dari orangtuanya. Mungkin pelaku ghostlighting pernah merasakan hal yang sama dan Ia pun menjadikan orang terdekatnya sebagai alat untuk balas dendam dan melampiaskan kekecewaannya.
Masih dilansir dari laman yang sama, menurut Gracia Ivonika, M. Psi., Psikolog, dampak yang dihasilkan dari perilaku ghostlighting umumnya korbannya bisa merasa mudah insecure dan sering menyalahkan diri sendiri. Jika terjadi berlarut-larut atau terus menerus, dampak psikologis ini bisa berkembang semakin mengganggu.
Kesejahteraan psikis yang terganggu tentunya akan berdampak buruk terhadap interaksi sosialnya di kemudian hari, meski sudah berganti pasangan.
Pada awal suatu hubungan, ciri-ciri pelaku ghostlighting sebenarnya sudah dapat terlihat, seperti cerita-ceritanya tentang playing victim atau menghindari masalah yang harusnya ia hadapi. Orang tersebut juga suka memberi perhatian berlebih di suatu momen, namun berubah menjadi cuek setelahnya. Sangat disayangkan, korban sering tidak menyadarinya.
Itu dia penjelasan mengenai ghostlighting, bila kamu sudah peka terhadap perkataan dan manipulasinya, maka berjuanglah untuk move on dan jalani kehidupanmu yang lebih baik dari sebelumnya.