Gerakan Banten Mengajar Ajak Pemuda Benahi Pendidikan Di Banten

Muslimahdaily - Pendidikan sejatinya menjadi hak setiap orang. Melalui pendidikanlah, seseorang mampu mengubah kualitas dirinya pun dengan hidupnya. Dengan pendidikan yang baik, seseorang mampu membangun generasi yang lebih cakap ke depannya. Karena itu, pendidikan mampu menjadikan bangsa dan negara semakin maju dan hebat. 

Namun kenyataan yang terjadi di Indonesia berbeda, pendidikan tak jauh berbeda dengan perhiasan. Hanya dapat diraih oleh kalangan atas, kalaupun ada, kualitasnya tak sama bagi mereka yang kurang mampu. Belum lagi fakta bahwa kualitas dan kuantitas sekolah di daerah pedalaman luar biasa parahnya. 

Hal tersebut yang dialami langsung oleh Angger, bersama kedua temannya, Fauzan dan Kushendra. Pada dasarnya, mereka memang sering melaksanakan kegiatan sosial. Acara galang dana sudah beberapa kali dilakukan oleh ketiganya. Namun akhirnya ada hal yang disadari oleh mereka. Kegiatannya yang besifat ‘datang lalu pergi’ tersebut dianggap kurang menyelesaikan masalah bahkan memperkeruh keadaan. 

“Setelah datang ke sana kasih bantuan, setelah itu selesai. Kita sadar bahwa hal tersebut cuma memperkeruh masalah dan bukan menyelesaikan masalah,” ucap Angger saat diwawancarai Muslimahdaily.

Kekhawatiran mereka semakin besar tak kala Angger, Fauzan, dan Kushendra melihat sendiri keadaan Banten. Suatu daerah yang terbilang masih cukup dekat dengan Ibukota. Namun, keadannya sangat jauh dari kenyamanan yang disediakan Ibukota. 

“Waktu itu abis traveling dan liat sendiri keadaan di Banten seperti apa, menyeramkannya, padahal cuma butuh 4-6 jam dari Jakarta. Tapi kondisinya, sangat jauh dari keadaaan Ibukota. Mereka cuma punya angka rata-rata pendidikan sampai kelas 5 SD, setelah itu putus sekolah,” kenang Angger.

Pengalamannya itu yang akhirnya membuat ketiganya membulatkan tekad. Tepatnya tahun 2015, mereka mulai mengumpulkan penggerak yang nantinya akan mengajar selama beberapa hari di daerah Lebak dan Pandegelang, Banten. Tak disangka, antusias yang muncul sangatlah besar, apalagi kegiatan Gerakan Banten Mengajar ini baru pertama kali dilakukan. 

“Ternyata antusiasnya besar. Terus kita pikir wah ini keren banget. Mereka punya kepedulian yang tinggi, bukan sekedar datang lalu pergi, tapi mereka mendampingin masyarakat di sana, ikut beraktivitas layaknya masyarakat di sana,” tambah Angger.

Gerakan Banten Mengajar sendiri mempunyai punya beberapa target. Utamanya, GBM ingin menjadikan desa Banten tepatnya Lebak dan Pandegelang menjadi desa percontohan. Mereka juga bermaksud melahirkan penggerak-penggerak baru. Para penggerak ini diharapkan bukan hanya berhenti menjadi pengajar GBM, namun menjadi penyambung antara kebutuhan desa dan kota. Tak sebatas itu kegiatan mengirim pengajar selama ini diharapkan dapat menjadi fortopolio untuk melakukan kolaborasi antar penggerak bagi pendidikan di Banten.

“Harapan pasca pemenempatan, para pengajar bisa jadi penyambung apa yang dibutuhkan di desa dan apa yang dipunya di kota,” tutur Angger.

Para pengejar GBM mayoritas berstatus mahasiswa. Mereka dinyatakan sebagai pengajar setelah sebelumnya melalui proses seleksi. Seleksi tersebut melahirkan 25 hingga 35 orang setiap batchnya. Hingga kini, sudah 3 batch yang terjun langsung mengajar di Banten. Sedangkan batch 4 saat ini masih melaksanakan proses seleksi. Nantinya mereka akan menetap dan mengajar di desa tertuju selama tiga minggu. 

“Mayoritas mahasiswa. Tapi di batch 1, ada yang ikut pekerja yang rela cuti dengan segala resikonya. Tapi yang jadi fokus utama tetap mahasiswa yang pengen ngisi liburan. Apakah selain mahasiwa boleh ikut? Boleh banget,” ucapnya.

Perbedaan lingkungan yang cukup kontras membuat cerita tersendiri bagi para pengajar. Mereka lebih sering mengalami culture shock saat menetap sementara di desa. Misalnya keberadaan MCK yang terbilang jarang di daerah Pandegelang hingga wajib menyiapkan sepatu boots agar terhindar dari gigitan ular tanah. Para pengajar juga harus menyiapkan beberapa kosa kata bahasa sunda dan siap berusasah-susah mencari sinyal. Namun, pengalaman itulah yang diakui para pengajar sebagai pelajaran tersendiri bagi pribadi mereka.

Bagi Angger, selama masih ada ketimpangan pendidikan di Indonesia, maka masih ada jalan untuk tetap bergerak. Jika sudah tak ada lagi masalah pendidikan, maka mereka akan mencari masalah pada bidang lain. 

“Kalau memang Banten sudah mulai membaik, pengennya kita berhenti. Kalau berhenti artinya, memang sudah tidak ada masalah lagi yang harus diselesaikan. Kalau nggak ada, yaudah kita sudah selesai di pendidikan. Kita akan lihat, soal mana lagi yang akan kita bantu,” harap Angger.

Menurut Angger, GBM merupakan wadah yang tepat bagi seseorang yang ingin bermanfaat bagi orang lain. “Pertama, kita harus paham bahwa hidup bukan hanya tentang saya, tapi hidup adalah tentang kita. Seorang muslim percaya bahwa sebaik-baiknya manusia, adalah yang paling banyak bermanfaat bagi manusia lain. Banten Mengajar punya satu wadah bagiteman-teman untuk menuangkan ide dan membuat kebermanfaatan itu semakin besar,” ungkapnya.

Selain itu, Gerakan Banten Mengajar juga memberikan kesempatan bagi para pemuda untuk ikut membenahi salah satu masalah di negera sendiri, kesejahtaraan. Angger percaya ketika ingin mewujudkan kesejahteraan bagi semua, maka pendidikan adalah salah satu kuncinya.

Jika kamu tertarik menjadi pengajar di Gerakan Banten Mengajar, cari tahu info lebih lengkap melalui laman resmi www.bantenmengajar.org atau cek akun nstagram @banten_mengajar. 

Kebahgiaan terbesar itu bukan ketika kita mencapai sesuatu, tapi ketika kita memberikan sesuatu. - Gerakan Banten Mengajar

 

Add comment

Submit