Nadiah Fatimah : Lewat Lupus Kutemukan Kelezatan Iman

Muslimahdaily - Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan dalam hidup. Berbagai jalan akan ditempuh untuk mendapatkannya. Itulah yang dilakukan Nadiah Fatimah sebelum akhirnya ia menemukan cahaya iman.

Jauh sebelum sekarang, Nadiah adalah wanita cantik yang menjalani hidup dengan orientasi duniawi. Saat itu dirinya belum mengerti makna Islam yang sesungguhnya. Lingkungan dan teman-temannya bahkan sangat jauh dari nilai-nilai Islam.

Pekerjaan Nadiah saat itu adalah sebagai seorang laisson officer (LO), ialah yang bertanggung jawab mengurus segala kebutuhan artis yang akan datang ke Indonesia. Berkat pekerjaannya tersebut, ia mendapatkan banyak uang dan bisa membeli apapun yang ia inginkan, tentunya untuk membuat dirinya bahagia.

Tak hanya itu, ibu dari satu anak ini juga memiliki banyak teman dan harta serta hal duniawi lainnya yang menurutnya dapat mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan hidup.

Waktu berlalu, semua yang ia inginkan rasanya sudah dapat digenggam. Namun nyatanya hati kecil Nadiah masih menginginkan kebahagiaan yang sesungguhnya belum ia dapatkan.

"Apakah banyaknya teman dan materi dan semua hal duniawi yang saat ini saya miliki benar-benar membuat saya bahagia?" tanyanya pada diri.

Pertanyaan tersebut terus terulang setiap waktu, hingga akhirnya Allah mengetuk hati wanita lemah lembut ini. "Saat itu saya berpikir, mungkin kebahagiaan sebenarnya adalah ketika saya dekat dengan Allah Sang Pencipta," ujarnya saat ditemui team Muslimahdaily.

Kebahagiaan Sesungguhnya

Ketika hidayah datang padanya, maka saat itu pula Nadiah segera menjemputnya. Mencoba meninggalkan semua hal duniawi yang ia miliki dan secara perlahan mendekat kepada Sang Maha Pengasih. Pergi mengkaji ilmu dari satu kajian ke kajian lainnya untuk mencari kebahagiaan yang sesungguhnya.

Sejak itu pula, Nadiah mantap untuk mengenakan hijab dan memulai hidup sebagai seorang muslim seutuhnya.

Dalam perjalanan hijrahnya, ia bertemu dengan laki-laki shaleh yang juga menjadi ketua remaja masjid di Jerman kala itu, yang kemudian berniat untuk menikahinya. Namun, keduanya belum bisa mewujudkan cita sampai tiga tahun lamanya, karena saat itu Nadiah sedang
menempuh pendidikan S2 di Singapura.

Sebelum menikah, ia pernah berdoa dan bertanya pada Allah dengan penuh harap,

"Ya Allah tiga tahun saya sudah hijrah, saya sudah berusaha mendekat dengan Engkau, saya selalu mencari Ridho-Mu , saya tau saya masih fakir ilmu, dosa saya masih banyak. Hanya saja saya selalu berusaha mendekat. Tapi kenapa saya belum merasakan kelezatan iman itu ya
Allah?" ujarnya sambil meneteskan air mata.

Hari yang dinanti-nanti pun akhirnya tiba. Nadiah memutuskan untuk menikah dengan laki-laki pilihannya.

Nadiah dan Lupus

Tak disangka, saat malam pertama pernikahan, ia merasakan rasa sakit yang begitu hebat. Malam yang seharusnya menjadi kebahagiaan bagi pengantin baru, kemudian berganti menjadi kesedihan yang menyesakkan dada.

Dua minggu setelah pernikahan, kesehatannya semakin memburuk. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke dokter dan mencari penyebab penyakitnya tersebut.

"Saat itu dokter mengklaim saya memiliki penyakit lupus atau autoimune, dan ia bilang bahwa penyakit ini tidak diketahui penyebab juga belum ada obatnya. Saya juga difonis lumpuh seumur hidup, dari perut ke bawah tidak bisa merasakan apa-apa. Otomatis saya juga tidak bisa memiliki anak," ujarnya.

Pedih dan terkejut rasanya mendengar kabar buruk itu. Hati wanita mana yang tak terluka jika rahimnya tidak bisa mengandung. Namun, dibalik kesedihannya yang mendalam, Nadiah masih menyimpan keyakinan penuh pada Allah.

Nadiah saat itu yakin, ada hikmah yang akan Allah berikan padanya atas kejadian ini. Karena ia sadar bahwa dirinya masih penuh dengan dosa. Ia percaya bahwa penyakitnya akan menjadi penggugur dosa jika bisa dilewati dengan penuh kesabaran.

Alasan Terkuat Untuk Bersyukur

Kenyataan pahit ini akhirnya mendorong Nadiah untuk berbicara pada suaminya. Dengan hati-hati ia menawarkan kepada suaminya untuk menikah lagi dengan wanita lain. Bahkan ia sempat ingin menjodohkan suaminya dengan temannya sendiri.

"Silahkan kamu menikah lagi, karena saya tidak bisa sempurna menjadi seorang istri dan saya tidak bisa memberikan keturunan padamu." katanya pada sang suami.

Dengan penuh cinta dan kasih sayang, sang suami memegang tangan Nadiah dan menatap mata istrinya seraya meyakinkan.

"Istriku, aku menikahimu tujuannya hanya satu, yaitu karena Allah. kalau sampai kita gabisa punya anak di dunia ini, kamu ga bisa sempurna menjadi seorang istri, semoga perjuangan aku untuk ngejaga kamu dapat menjadi saksi nanti di yaumil akhir."

Kata-kata ini yang selalu Nadiah ingat dan menjadi alasan terkuatnya untuk terus bersyukur pada Allah. Ia bersyukur karena Allah telah memberikan sakit namun disisi lain Allah juga berikan suami dan keluarga yang terus mendukung dan tidak meninggalkan kala ia terpuruk.

Do'a yang Diijabah

Satu tahun berlalu, Nadiah benar-benar tak bisa berbuat apapun. Ia hanya bisa berbaring sambil berdzikir, membaca Al-Quran dan membaca buku di atas kasur. Namun, saat itu pula ia merasa bahwa hubungannya dengan Allah semakin membaik. Nadiah merasa terkoneksi sangat kuat dengan Allah.

Pada saat 6 bulan Nadiah baru menyadari bahwa ternyata Allah memberikan rasa sakit karena itu adalah jawaban dari doa yang selama ini ia pinta.

Nadiah meminta untuk bisa menikmati kelezatan iman yang selama ini ia dambakan. Satu tahun itu adalah setahun yang terindah dalam hidupnya.

"Saat itu dosa - dosa saya dicuci dan memang sengaja dikarantina hanya untuk Allah dan rasulnya," ujar Nadiah.

Semua kejadian yang Nadiah alami memberikan banyak pelajaran. Setelah satu tahun, Allah mengizinkan wanita itu untuk bisa berjalan kembali dan memiliki anak. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan olehnya.

Kini ia yakin dan percaya, bahwa Allah selalu memiliki rencana yang indah bagi hambaNya.

Add comment

Submit