Muslimahdaily - Kabar mengenai kalung yang diklaim dapat membunuh virus corona menuai beragam respon dari masyarakat. Kalung tersebut merupakan hasil riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan).

Kalung antivirus yang dirilis oleh Kementan ini terbuat dari tanaman eucalyptus dan diklaim mampu membunuh virus corona. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

“Ini sudah dicoba. Jadi ini bisa membunuh, kalau kontan 15 menit dia bisa membunuh 42 persen dari corona. Kalau dia 30 menit maka dia bisa 80 persen,” kata Syahrul saat diwawancarai seperti dilansir dari laman DetikHealth, Minggu (5/7).

Lebih lanjut Kepala Balai Besar penelitian Veteriner, Indi Dharmayanti menjelaskan bahwa bahan utama kalung ini terdapat pada cineol-1,8, yang memiliki manfaat sebagai antimikroba dan antivirus melalui mekanisme M Pro. Mekanisme ini adalah main protease (3CLPro) dari virus corona. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bawha eucalyptol berpotensi mengikat protein M Pro sehingga mampu menghambat replikasi virus.

Menanggapi hal ini, praktisi kesehatan dan dekas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Fahrial Syam, SpPD-KGEH tidak setuju bila kalung Kementan tersebut disebut kalung antivirus. Menurutnya, hasil riset yang dilakukan baru sebatas in vitro di tingkat sel.

“Jadi saya tidak setuju jika kalung eucalyptus disebut sebagai kalung antivirus. Cukuplah disebut kalung kayu putih atau kalung eucalyptus,” tuturnya seperti dilansir dari DetikHealth.

Hal yang sama juga diutarakan oleh ahli farmasi Univeritas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Zullies Ikawat, Apt. Menurutnya hasil uji in vitro bisa saja berbeda dibandingkan saat dipakai sebagai aromaterapi seperti pada kalung antivirus corona buatan Balitbangtan.

“Apalagi disebutkan juga di media bahwa dengan memakai kalung anticorona tersebut selama 15 menit, dapat membunuh 42 persen virus, jika dipakai 30 menit dapat membunuh 80 persen virus corona. Angka-angka itu dapat dari mana? Jika itu dari hasil in vitro tentunya tidak pas, karena cara pemaparannya berbeda,” jelas Prof Zullies.

“Saya sendiri suka meneteskan minyak kayu putih pada tissue yang saya pasang di masker. Harumnya khas, hangat dan melonggarkan napas. Tapi apakah masih bisa berefek sebagai antivirus dengan dosis yang terhirup, saya tidak bisa menjawabnya,” tambah Prof Zullies.

Walau demikian, Prof Ari berharap riset mengenai tanaman eucalyptus ini dapat dilanjutkan mengingat tanaman ini sudah lama dijadikan sebagai bahan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan.

“Mudah-mudahan saja memang bisa terbukti secara uji klinik bermanfaat dalam terapi virus COVID-19 menjadi kontribusi Indonesia untuk dunia,” kata Prof Ari.