Muslimahdaily - Salah satu kisah yang seringkali kita dengar di berbaai kajian dan juga pembelajaran adalah kisah pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir. Kisahnya tertulis di dalam Al-Quran dan bisa menjadi pelajaran hingga hari ini.
Salah satu pelajaran berharga yang bisa kita ambil adalah tentang kesabaran atas segala takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Tentang sebuah hikmah yang didapatkan oleh Nabi Musa setelah menempuh perjalanan bersama Nabi Khidir.
Kisahnya bermula saat Nabi Musa mendapat pertanyaan tentang seseorang yang lebih pintar dari dirinya. Nabi Musa menjawab dengan spontan. “Tidak ada.”
Tetapi nyatanya jawaban Nabi Musa tak diridhoi oleh Allah. Akhirnya Allah meminta malaikat Jibril untuk bertanya kepanya, “Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui dimana Allah meletakkan ilmu-Nya?”
Mendengar pesan yang disampaikan oleh malaikat Jibril, Nabi Musa baru menyadari bahwa dirinya terlalu terburu-buru menjawab. Kemudian Jibril melanjukan pesan dari Allah untuk Musa.
“Sesungguhnya Allah mempunyai seseorang hamba yang berada di Majma al-Bahrain yang dia lebih alim daripada kamu.”
Mendengar hal tersebut, Nabi Musa penasaran dan ingin bertemu dengan hamba Allah itu. Seketika Nabi Musa mendapat perintah untuk membawa ikan di keranjang, kemudian ia diberi pertanda, jika ikan itu melompa ke lautan maka di empat itulah Musa akan bertemu dengan hamba alim tersebut.
Setelah itu, Nabi Musa pergi bersama pembantunya yang masih muda. Pembantunya membawa ikan di dalam keranjang dan mereka pergi bersama untuk mencari orang saleh tersebut.
Saat istirahat dalam perjalanan, pembantu Nabi Musa yang bernama Yusya bin Nun itu terkejut, saat melihat ikan yang sudah mati itu keluar dari keranjang dan melompat ke laut.
Mengetahui hal tersebut, Nabi Musa langsung teringat dengan salah satu pertanda tentang lokasi dimana ia akan bertemu dengan orang alim yang malaikat Jibril sampaikan sebelumnya. Benarlah, disana mereka mendapatkan hamba Allah yang alim dan shalih, yaitu Nabi Khidir. (QS. Al-Kahfi: 61-65).
Pertemuan pertama
“Bolehkah aku mengikutimu agar kamu mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?” ujar Nabi Musa.
Khidir menjawab dengan memberikan peringatan kepada Musa, “Sungguh engkau tak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu , sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”
Dengan sangat yakin, Nabi Musa akhirnya menjawab, “Insya Allah akan kamu dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.”
Mendengar kesungguhan Nabi Musa, Khidir akhirnya memperbolehkan Musa ikut, namun dengan satu persayaratan.
“Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang suatu apapun, sampai aku menerangkannya kepadamu,” (QS. Al-Kahfi: 66-70).
Perjalanan yang penuh dengan pelajaran
Perjalanan dimulai, Nabi Musa dan Khidir menaiki perahu yang membawa mereka ke suatu tempat. Pemilik perahu tersebu bersikap baik pada mereka bahkan memberikan tumpangan gratis.
Saat sampai di daratan, para pemilik kapal meninggalkan kapalnya, Nabi Khidir kemudian mulai melobangi kapal itu dan melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu ibawa ombak ke tempat yang jauh.
Melihat perbuatan gurunya, Nabi Musa mulai tak sabar dan mulai heran. Mengapa sang guru malah membalas kebaikan dengan keburukan itu. "Apakah engkau melubanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang tercela," kata Musa.
Mendengar perkataan dari Musa, Khidir mengatakan bahwa usaha belajar Musa dari dirinya menjadi sia-sia karena Musa tak mampu lagi bersabar. Akhirnya Musa meminta maaf dan melanjutkan perjalanan.
Sampailah mereka di sebuah kebun yang di dalamnya terdapat banyak anak kecil bermain. Musa melihat seorang anak yang tengah beristirahat di bawah pohon sambil tertidur.
Tiba-tiba Musa terkejut saat Khidir menghampiri anak tersebut dan membunuh si kecil yang sedang tertidur itu.
Sampai detik itu, Musa mulai tidak kuat dan bertanya mengapa Khidir membunuhnya. Namun, Khidir kembali mengingatkan bahwa Musa tak akan bersabar bersamanya.
Musa akhirnya meminta maaf dan melanjutkan perjalanannya bersama Khidir.
Tibalah mereka di sebuah desa, dimana para penduduknya sangat bakhil dan tak ada satupun dari mereka yang mau memberikan tempat menginap ataupun memberikan makanan.
Namun, Nabi Musa lagi-lagi dibuat terkejut oleh gurunya. Ia malah membangun rumah di desa tersebut. Padahal mereka tak menerima kebaikan sedikit pun dari warga disana.
"Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan bangunan itu." Mendengar perkataan Musa itu, Khidir berkata kepadanya,
"Inilah perpisahan antara aku dengan engkau, aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya,” (QS. Al-Kahfi: 78).
Hikmah di balik semua kejadian
Khidir akhirnya menjelaskan alasan di balik semua hal yang ia lakukan selama melakukan perjalanan bersama Musa.
“Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.
Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.
Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).
Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih.
Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya." (QS. Al-Kahfi: 79-82).
Demikianlah kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, dari mereka kita bisa belajar bahwa terkadang apa yang terlihat buruk menurut kita, bisa jadi itu adalah hal terbaik dari Allah begitupun sebaliknya.
Kita juga belajar untuk bersabar atas takdir yang telah ditetapkan oleh Allah, bersabar sampai kita tahu bahwa ada hikmah di balik semua kejadian yang kita hadapi di dunia.
Wallahu a’lam.