Muslimahdaily - Selain Siti Khadijah Radhiyallahu’anha sebagai pendamping hidup, ada seorang sahabat yang senantiasa menemani Nabiyullah sebelum ia diangkat sebagai nabi dan rasul. Atas pengorbanan dan kesetiannya bersama nabi, Allah menjadikannya sebagai satu-satunya sahabat nabi yang namanya terdapat dalam Al Qur’an. Ia adalah Zaid bin Haritsah Radhiyallahu'anhu. Namanya diabadikan dalam Al Qur’an Surat Al Ahzab ayat 37.
Masa lalu Zaid bukanlah hal yang menyenangnkan. Pada masa jahiliyah, Zaid merupakan seorang budak yang bekerja dengan nabi hingga akhirnya dijadikan angkat angkat. Karena itu pula ia dikenal dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Beberapa riwayat menggambarkan Zaid sebagai sosok dengan tubuh yang pendek, mempunyai kulit gelap, dan hidung yang tak mancung.
Zaid kecil merupakan keturunan Bani Ma’in. Pada saat berusia delapan tahun, ia diajak oleh ibunya, Su’da binti Tsa’labah untuk berkunjung ke kampung kaumnya. Keduanya menempuh jalan yang cukup jauh.
Setelah sampai, ternyata sekelompok tentara berkuda dari Bani Al Qain menyerang kampung tersebut. Mereka menjarah harta penduduk dan menawan anak-anak untuk dijual di pasar Ukaz. Di antara mereka yang ditawan salah satunya adalah Zaid. Ia dijual seharga 400 dirham kepada Hakim bin Hizam bin Khuwailid. Hakim kemudian memberikan Zaid kepada bibinya, yakni Siti Khadijah.
Ketika akhirnya Siti Khadijah menikah dengan Nabi Muhammad, ia menghadiahkan Zaid untuk nabi. Semenjak saat itu Zaid selalu melayani kebutuhan dan menemani Rasulullah. Keduanya semakin dekat dan saling menyayangi. Awal tinggal bersama Rasulullah, Zaid kerap kali menangis karena teringat dengan orangtuanya. Namun, setiap kali pula Rasulullah menenangkan dan menghujani Zaid dengan kasih sayang.
Lambat laun, akhirnya kabar Zaid yang masih hidup terdengar oleh bapak Zaid, yakni Haritsah. Kabar tersebut datang dari sekelompok orang yang pulang haji dari Mekkah. Mereka pun lantas bergegas ke Mekkah bahkan menyiapkan sejumlah uang untuk menebus anaknya.
Setelah sampai di Mekkah, ibu dan bapak Zaid menyampaikan maksudnya. Mereka hendak memerdekakan dan membawa pulang anaknya.
Mendengar permintaan Zaid, Rasulullah tak lantas menurutinya. Ia meminta Zaid untuk memilih apakah hendak tinggal dengan orangtuanya atau bersama Rasulullah. Jikalau Zaid memutuskan untuk pulang, Rasulullah tidak adak menerima uang tebusan dari orangtua Zaid.
Zaid yang sudah lama tak melihat keluarganya dibuat menangis dengan kedatangan mereka kepada Rasulullah. Setelah diminta memilih oleh Rasulullah, Zaid akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal dengan Nabiyullah.
Haritsah yang mendengar keputusan Zaid lantas marah. Ia tak terima anaknya lebih memilih menjadi budak dibandingkan tinggal dengan orangtua kandungnya.
Pada saat itulah, Haritsah dan Zaid dibawa ke Hijir Ismail. Di sana, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam mengumumkan di hadapan orang banyak bahwa dirinya telah mengangkat Zaid sebagai anak.
“Wahai segenap yang hadir di sini, saksikanlah bahwa ia (Zaid) adalah anakku. Dia adalah ahli warisku,” kata Rasulullah.
Setelah mendengar pengumuman tersebut, kedua orangtua Zaid cukup lega. Mereka kemudian pulang ke kampungnya.
Walau demikian, status Zaid sebagai anak Rasulullah tidaklah berlangsung lama. Allah melarang cara mengadopsi yang dilakukan nabi terhadap Zaid. Dalam firman Allah disebutkan bahwa seseorang walupun telah diangkat sebagai anak, namun tetap harus dipanggil dengan nama bapaknya.
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 5).