Muslimahdaily - Alkisah, hiduplah seorang pemuda bernama Kilab bin Umayyah. Kilab memiliki ibu dan bapak sudah sudah tua. Saking sepuhnya, keduanya hanya mampu terbaring dan dilayani.
Sebagai anak yang berbakti, Kilab dengan sabar memenuhi segela kebutuhan kedua orangtuanya. Pada pagi dan petang hari, Kilab senantiasa memerah susu unta dan menyajikannya untuk orangtuanya. Hari-harinya diisi dengan melayani sang ibu dan bapak sepenuh hati. Dirinya bahkan tak pernah terlihat mengeluh.
Namun pada suatu ketika, datang dua orang menemui Kilab. Mereka membujuk Kilab unutk berhijab ke Irak. Kilab pun tertarik karena balasan surga bagi orang-orang yang syahid di medan peran. Ia segera mencerikan hamba sahaya guna menggantikannya merawat sang ibu dan bapak. Setelah itu, pergilah Kilab ke Irak untuk berjihad.
pada suatu petang, hamba sahaya tersebut membawakan jatah susu seperti biasanya. Namun ibu dan bapak Kilab tengah tertidur. Karena enggan membangunkan keduanya, hamba sahaya tersebut menunggu sesaat hingga akhirnya memutuskan untuk pergi.
Keduanya terbangun di tengah malam dalam keadaan lapar. Maka berkatalah bapak Kilab, “Dua orang telah memohon kepada Kilab dengan kitabullah. Keduanya telah bersalah dan merugi. Kamu meninggalkan bapakmu yang kedua tangannya gemetar, dan ibumu tidak bisa minum dengan nikmat. Jika merpati itu bersuara di lembah Waj karena telur-telurnya, keduanya mengingat Kilab. Dia didatangi oleh dua orang yang membujuknya. Wahai hamba-hamba Allah, sungguh keduanya telah durhaka dan merugi. Aku memanggilnya lalu dia berpaling dengan menolak. Maka dia tidak berbuat yang benar. Sesungguhnya ketika kamu mencari pahala selain dari berbakti kepadaku, hal itu seperti pencari air yang memburu fatamorgana. Apakah ada kebaikan setelah menyia-nyiakan kedua orang tua?”
Perkataan bapak Kilab ini kemudian sampai juga pada Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu, khalifah yang saat itu tengah menjabat. Umar yang gagah dan tegar akhirnya menangis karena kabar tersebut.
Tak lama berselang, sampailah bapak Kilab, Umayyah bin Askar ke hadapan sang khalifah. Perjalanannya dari Thaif ke Madinah memakan cukup banyak waktu lantaran dirinya sudah sangat renta dan membutuhkan seorang untuk memapahnya. Ia mengisahkan bahwa dirinya dan sang istri telah mengalami musibah yang sangat berat.
Karena tak sampai hati dan merasa bersalah, Sayyidina Umar akhirnya menulis surat untuk panglimanya yang berada di Irak, yakni Abu Musa Al Asy’ari agar memulangkan Kilab ke Madinah. Sayyidina Umar sebanarnya tak tahu menahu perihal pemuda saleh bernama Kilab yang berangkat ke Irak untuk berjihad.
Di Irak, berkatalah Abu Musa kepada Kilab, “Temuilah Amirul Mukminin, wahai Kilab.” Kilab yang ketakutan lantas menanyakan alasan apa yang membuat ia harus menemui Amirul Mukminin.
“Tapi aku tidak melakukan kesalahan, dan tidak pula melindungi seseorang yang bersalah,” sergah Kilab. Namun kemdian disanggah lagi oleh Abu Musa agar dirinya segera pergi.
Sesampainya di Irak, ia segera menemui Sayyidina Umar. Maka berkatalah Umar kepada Kilab, “Sejauh mana kamu berbuat baik kepada kedua orangtuamu?”
Kilab Menjawab, “Aku mementingkannya dengan mencukupi kebutuhannya. Jika aku hendak memerah susu untuknya, maka aku memilih unta betina yang paling gemuk, paling sehat dan paling banyak susunya. Aku mencuci puting susu unta itu, dan barulah aku memerah susunya lalu menghidangkannya kepada mereka.”
Kemudian Sayyidina Umar kembai kepada bapak Kilab seraya bertanya, “Apa kabarmu, wahai Abu Kilab?
Bapak Kilab menjawab, “Seperti yang engkau lihat, wahai Amirul Mukminin. Aku ingin melihat Kilab dan mencium serta memeluknya sebelum aku mati.”
Sebelumnya, Sayyidina Umar telah memerintahkan Kilab untuk memerah susu unta seperti yang biasa ia lakukan. Susu tersebut kemudian disajikan ke hadapan bapak Kilab sambil berkata, “Minumlah ini, wahai Abu Kilab.”
Saat susu tersebut didekatkan ke mulutnya, berkatalah bapak Qilab, “Demi Allah, aku mencium bau kedua tangan Kilab.”
Sayyidina Umar lantas mempertemukan Qilab dengan sang bapak seraya berkata, “Ini Kilab. Dia di sini. Kamu yang menyuruhnya pulang.”
Anak dan bapak tersebut meningis, bersama juga Umar dan sahabat yang hadir. Sungguh sebuah peristiwa yang mengharukan. Mereka meminta Kilab untuk menemai kedua orangtuanya hingga akhir hayat. Sejak saat itu, Kilab tak pernah lagi meninggalkan ibu dan bapaknya.