Muslimahdaily - Ketika Nabi Muhammad SAW melakukan hijrahnya dari Kota Mekkah ke Kota Madinah, seluruh orang berlomba – lomba agar beliau berhenti di rumahnya untuk tinggal beberapa waktu. Namun Nabi berkata, “Biarkan unta ini. Sesungguhnya ia telah di perintahkan.” Sampai pada akhirnya unta tersebut berhenti di depan sebuah rumah.
Senyum gembira langsung terlihat dari sang pemilik rumah. Ia bawakan barang bawaan Nabi Muhammad SAW tersebut dengan dengan sangat hati – hati. Ya dialah Abu Ayub Al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu dari Malik bin Najjar. Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayub sampai selesai pembangunan masjid dan bilik beliau di sampingnya.
Pertemuan ini bukan yang pertama kalinya bagi mereka berdua, Abu Ayub merupakan salah satu dari 70 orang yang datang untuk berbait dalam baiat Aqabah Kedua yang mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan Rasulullah dan berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Adalah orang – orang Quraisy yang bermaksud jahat terhadap Islam dan ingin menyerang Madinah, mulai saat itu Abu Ayub memutuskan untuk menjadi mujadihilah dan berjihad di jalan Allah. Ia bahkan turut ikut dalam Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Dan pada saat itu juga ia tampil menjadi sosok pahlawan.
Ketika itu umur beliau telah mencapai 81 tahun, saat itu panggilan jihad kembali diserukan untuk menaklukan Konstatinopel. Meskipun sudah tak muda lagi, tapi semangatnya bak api yang terus berkobar. Saat tiba di Konstatinopel pasukan kaum muslimin berhadapan dengan tentara Romawi yang sangat banyak dan dengan senjata yang lebih hebat. Namun hal tersebut tak mematahkan semangat para pasukan kaum muslimin untuk membebaskan kota yang telah dijanjikan oleh Allah tersebut.
“Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun waktu sempit…”(QS. At-Taubah:41) inilah yang menjadi kata – kata penyemangat sekaligus semboyan beliau.
Dalam perang merebut Konstatinopel inilah banyak berjatuhan korban. Abu Ayub Al-Anshari berjuang mati – matian mulai dari terbit matahari sampai terbenam. Semangatnya berkobar teringat akan sebuah hadits Nabi SAW, “Konstatinopel akan jatuh ke tangan seorang ketua yang baik, dan tentara yang baik serta rakyat yang baik.”
Sampai pada akhirnya beliau jatuh sakit. Lesu, terbaring tak berdaya. Tentara – tentara Islam datang menjenguknya, seraya mendoakan beliau, “Ya Allah, afiatkan ia dan sembuhkanlah ia.” Namun Abu Ayub Al-Anshari berkata “Jangan doakan seperti itu. Tapi ucapkanlah, ya Allah kalau ajalnya sudah dekat, ampuni dan berilah ia rahmat. Akan tetapi jika ajalanya belum tiba, afiatkan dan sembuhkanlah segera dan berilah ia ganjaran.”
Ketika sakitnya menjadi sangat parah, Yazid bin Muawiyah yang saat itu menjadi panglima pasukan bertanya apa yang diinginkan oleh Abu Ayub, lalu Abu Ayub Al - Anshari berwasiat bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan.
Dan sungguh, wasiat Abu Ayub itu telah dilaksanakan oleh Yazid. Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang yang sekarang bernama Istanbul, di sanalah terdapat pekuburan laki-laki besar.
Walau jasadnya telah dikuburkan, namun semangat berjihadnya masih hidup bahkan membakar semangat Muhammad Al Fatih yang akhirnya 600 tahun kemudian merebut Konstatinopel.