Muslimahdaily - Tersebutlah seorang ‘abid (ahli badah) di suatu tempat. Ia sudah lama dikenal akan sebagai pribadi yang taat beribadah.
Pada suatu hari, ada beberapa orang datang kepadanya dan berkata bahwa ada segolongan orang yang menyembah pohon. Sang ‘abid pun dibuat marah tatkala mendengar kabar itu. Ia lantas mengambil kapaknya bersiap untuk menebang pohon tersebut.
Namun di tengah perjalanannya untuk menebang pohon sembahan, iblis datang dan menampakkan dirinya sebagai Syekh mengahadang langkah si ‘abid.
“Ke mana kamu akan pergi,” tanya si iblis.
“Aku hendak menebang pohon yang disembah itu,” jawab sang ‘abid.
“Apa kepentinganmu dengan pohon itu? Kamu telah meninggalkan ibadah dan kesibukanmu dengan dirimu sendiri, lalu kamu meluangkan waktu untuk selain itu,” kata si iblis berusaha merayu.
“Itu adalah bagian dari ibadahku juga,” jawab sang ‘abid.
“Kalau begitu aku tidak akan membiarkanmu untuk menebangnya,” kata si iblis kukuh.
Kemudian sang iblis tiba-tiba menyerang sang ‘abid. Namun, tanpa kesulitan, sang ‘abid mampu mengalahkan si iblis. Ia membangtingnya ke tanah dan menunduki dadanya.
“Lepaskan aku, agar aku dapat berbicara kepadamu,” mohon si iblis.
Sang ‘abid pun berdiri dan membiarkan si iblis berkata, “Wahai sang ‘abid, sesungguhnya Allah telah melepaskan urusan ini darimu dan tidak mewajibkan atasmu. Kamu tidak akan menanggung dosa orang lain. Allah pun mempunyai para nabi di segala penjuru bumi. Seandainya Allah menghendaki para nabi di segala penjuru bumi. Seandainya Allah menghendaki, niscaya dia akan mengutus mereka kepada para penyembah pohon ini dan memerintahkan mereka untuk menebangnya.”
Tak terima perkataan si iblis, ‘abid tadi tetap bersikeras untuk memotong pohon sesembahan tersebut. Hingga iblis kembali menyerang sang ‘abid. Untuk kedua kalinya, sang ‘abid kembali melawan dan menduduki si iblis.
“Apakah kamu mau menerma penyelesaian antara aku dan kamu yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagimu,” ujar si iblis.
“Apa itu?” tanya sang ‘abid.
“Lepaskanlah aku supaya aku dapat mengatakannya,” jawab si iblis.
Sang ‘abid kemudian melepaskan si iblis dan membiarkannya berbicara. “Kamu adalah seorang laki-laki miskin. Kamu tidak memiliki apa-apa. Kamu hanyalah beban yang memberatkan manusia. Barangkali kamu akan berbuat baik kepada kawan-kawanmu, membantu tetangga-tetanggamu, dan tidak lagi membutuhkan oranag lain,” kata si iblis.
“Pulang dan tinggalkan urusan ini. Setiap malam aku akan meletakkan dua dinar di bawah kepalamu. Saat pagi hari kamu bisa mengambilnya lalu membelanjakannya untuk dirimu dan keluargamu, serta menyedekahkan untuk teman-temanmu. Hal itu akan lebih bermanfaat bagimu dan bagi kaum muslimin ketimbang menebang pohon yang disembah ini. Apabila kamu menebangnya, hal itu tidak akan membahayakan mereka dan tidak pula memberi manfaat atas teman-teman muslim kamu,” lanjut si iblis.
“Syekh ini benar aku memang bukanlah seorang nabi sehingga aku tidak wajib menebang pohon ini. Lagi pula Allah pun tidak memerintahkanku untuk menebangnya sehingga aku tidak akan berdosa apabila membiarkannya. Dan apa yang disampaikannya memang lebih banyak manfaatnya,” ujar sang ‘abid akhirnya luluh.
Setelah kejadian itu, keduanya memutuskan untuk sama-sama pulang. Sang ‘abid pun mendapati dua dinar di bawah kepala pagi setelahnya. Dia pun mengambilanya. Begitu juga di keesokan harinya.
Di hari ketiga, sang ‘abid tak lagi mendapati dua dinarnya. Ia merasa kecewa sehingga memutuskan untuk mengambil kapaknya dan hendak menebang pohon yang disembah.
Di tengah jalan, bertemulah ia kembali dengan Syekh yang sama seperti pada saat itu. Sang ‘abid ditanyai hendak kemana ia. Lantas dia berkata akan menebang pohon yang disembah.
“Demi Allah, kamu tidak akan mampu melakukannya. Dan kamu tidak akan mendapatkan jalan menuju pohon itu.
Selayaknya kejadian kala itu, si iblis kembali menyerang sang ‘abid. Kali ini, si iblis berhasil menyerang dan membantingnya. Sang ‘abid pun tak berdaya bagaikan burung kecil di antara dua kali si iblis.
“Wahai Syekh, kamu sekarang telah mengalahkanku. Lepaskanlah aku dan beritahukan kepadaku mengapa dulu aku bisa mengalahkanmu, tapi sekarang kamu yang mengalahkanku,” kata sang ‘abid.
"Karena pada kali pertama kamu marah, kamu melakukan itu karena demi Allah, dan niatmu adalah akhirat sehingga Allah menundukkanku untukmu. Tetapi kali ini kamu marah demi dirimu sendiri dan demi dinar-dinar yang aku hentikan untukmu,” jawab si iblis.
Wallahu 'alam.