Muslimahdaily - Selama ini mungkin kita sudah mengenal bahwa kaum ‘Yahudi’ merupakan kaum yang selalu dikaitkan dengan konflik dengan agama Islam, bahkan sampai saat ini hal tersebut sempat dirasakan oleh saudara Muslim kita di Palestina. Lalu, apakah kaum Yahudi pada zaman dulu juga demikian?
Melansir laman Republika, dikisahkan salah seorang mujahidah yang bisa membuat kaum Yahudi bani Quraizhah ketakutan. Dengan kecerdasannya, ia membuat kaum Yahudi berlarian. Sosoknya adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam.
Kala itu telah terjadi perang Khandaq, di mana seluruh penduduk pun ikut untuk memenuhi panggilan berperang. Mereka bersama-sama membangun parit (khandaq) sebagai alat pertahanan. Semua kalangan baik orang tua, muda belia, dan para perempuan juga turut bekerja sama.
Untuk membangun antusias penduduk dalam mengikuti perang, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menyalakan semangat dan keberanian serta keteguhan iman mereka. Kemudian, ketika semua telah menyelesaikan penggalian parit, orang-orang Arab di bawah pimpinan kaum Quraisy berdatangan dengan jumlah mereka diperkirakan sekitar 10 ribu orang.
Di sisi lain, keberanian kaum Quraisy tak kalah besar, ditemani dengan angan-angan menjadi pemenang pertempuran ini. Tak disangka, mereka justru dikagetkan dengan parit yang dibangun oleh kaum Muslim. Rencana pasukan Yahudi Bani Quraishah seketika kandas di dasar parit.
Sementara itu, terdapat 3.000 prajurit mukmin dengan pedang terhunus yang sedang berjaga di balik gundukan parit. Mereka telah mengikat janji setia untuk menang atau mati syahid. Bak pepatah serigala berbulu domba, ternyata ada pasukan Yahudi bani Quraizhah di antara mereka. Mereka sengaja menunggu kesempatan untuk mengkhianati kaum Muslim.
Ternyata siasat ini sudah disiapkan sejak lama. Kaum Yahudi bani Quraizhah memang menyimpan dengki dan rasa tidak senang dengan keberadaan Rasul akhir zaman yang diutus dari golongan Arab. Kebencian ini sama besarnya sebagaimana mereka dendam terhadap para rasul dari golongan mereka sendiri.
Rupanya Rasulullah mencium pengkhiatan kaum Yahudi. Segera setelah tahu Bani Quraizhah membatalkan perjanjian, Rasulullah langsung mengumpulkan pasukannya di benteng milik Hasan bin Tsabit Radhiyallahu 'anhu. Hal ini dilakukan karena khawatir dengan nasib kaum perempuan dan anak-anak muslim.
Saat dikumpulkan, para prajurit berdebar. Kenyataanya ada musuh dalam selimut yang berada di dalam pasukan.
Ketika kafir Quraisy mengutus orang untuk melihat kondisi benteng yang menjulang. Sengaja menunggu momen yang tepat tatkala prajurit muslim meninggalkan benteng mereka. Di saat itulah mereka dapat membunuh perempuan dan anak-anak muslim.
Ketika sama-sama dalam kedaaan genting, munculnya Shafiyah. Sosoknya yang cerdas dan berinsting tinggi mampu menemmukan Yahudi yang tengah menyamar tersebut. Dilihatnya seorang prajurit sedang mengelilingi benteng.
Perempuan dan anak-anak pasti dalam bahaya, pikirnya. Sebab, laki-laki dan Rasulullah tengah berperang dan fokus dalam mengalahkan musuh. Namun ia tak kehabisan akal. Ketika ada yang datang, Shafiyah langsung mengambil tongkat, turun dari benteng, dan segera memukul Yahudi yang dicurigainya hingga meninggal dunia.
Mata-mata Yahudi itu tak pernah kembali. Hal inilah yang mengisyaratkan kaum Yahudi bahwa benteng kaum Muslimin selalu dijaga oleh sekumpulan laki-laki yang melindungi kaum perempuan dan anak-anak. Padahal kenyataanya, benteng-benteng itu diawasi oleh Shafiyah saja.
Tak hanya saat Perang Khandaq, bahkan saat Perang Uhud, kaum Muslimin bersedih akibat perlakuan kaum Quraisy kepada Hamzah, kakak Shafiyah yang juga paman Rasulullah. Rasulullah meminta Zubair, putra Shafiyah, untuk pulang dan melarang ibunya melihat jasad Hamzah. Ia khawatir perasaan Shaifyah akan hancur melihat jasad sang kakak.
Zubair menaati perintah Rasulullah. Sebisa mungkin, ia menjaga sang ibu seraya berkata, "Wahai ibuku, Rasulullah menyuruhmu pulang." Shafiyah menjawab, “Mengapa? Aku telah mendapat kabar yang menimpa kakakku. Insya Allah aku ridha dan bersabar.”
Akhirnya Shafiyah melihat jasad Hamzah. Tanpa memperdulikan kondisi jasadnya mengucapkan, “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.”