Muslimahdaily - Mazhab (Arab: مذهب; mażhab) berasal dari bahasa Arab yang artinya jalan yang dilalui dan dilewati. Dikutip dari The Major Branches of Islam, Mazhab adalah penggolongan suatu hukum dalam Islam.
DR. Umar Sulaiman Al-Asyqar dalam karyanya yang berjudul Al Madkhal Ila Dirasatil Madarisi Wal Madzahibil Fiqhiyyah menjelaskan bahwa mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Said Ramadhan al-Buthiy turut berpendapat bahwa madzhab adalah jalan pikiran yang ditempuh seorang mujtahid dalam menetapkan hukum berdasar Al Qur’an maupun Sunnah. Karena banyaknya jumlah mujtahid atau orang yang menyimpulkan hukum-hukum, maka terjadilah perbedaan-perbedaan dalam hal pengambilan dan penetapan suatu hukum Islam.
Mazhab bukan hanya digunakan dalam konteks fiqh, tapi juga dalam akidah bahkan politik. Mazhab tidak langsung muncul setelah wafatnya Nabi, tetapi secara bertahap. Banyaknya peristiwa dan problematika yang terjadi setelah Nabi tiada juga berpengaruh terhadap munculnya mazhab.
Mengapa terdapat perbedaan mazhab?
Perbedaan geografis bahkan politik pun memunculkan adanya perbedaan mazhab. Ekspansi wilayah saat penyebaran Islam menyebabkan pengambilan huku disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang baru. Karena itu mazhab yang ada di suatu wilayah mungkin saja berbeda dengan wilayah lain. Bahkan wilayah yang sama memungkinkan adanya perbedaan mazhab saat terjadi kondisi tertentu.
Perbedaan mazhab sudah ada sejak lama. Akan tetapi perbedaan yang ada tersebut justru makin sulit diterima oleh orang kebanyakan di zaman sekarang. Bahkan, perbedaan yang ada tersebut justru memunculkan perpecahan.
Untuk itu, perlu kita ketahui bahwa perbedaan dalam mazhab hanyalah perbedaan cabang/furu’ saja, bukan perbedaan konsep dasar ataupun akidah. Sehingga jika kita tarik kebelakang semua perbedaan itu, maka akan bertemu pada titik yang sama dengan mazhab lain. Karena pada dasarnya, semua mazhab dalam Islam meskipun berbeda tetapi tetap dalam sumber yang sama, yaitu Al Qur’an dan as-Sunnah.
Para Imam mazhab tidak senantiasa menyalahkan yang lain dan membenarkan diri sendiri saat terjadi perbedaan. Mereka hanya mengungkapkan pendapat-pendapat melalui metode yang mereka tempuh. Saat menyampaikan perbedaan tersebut, mereka tak lupa memuji siapapun yang telah mencapai kesimpulan suatu hukum.
Tidak ada sedikitpun sikap fanatik yang timbul dari Imam Mazhab. Namun sayangnya, para pengikut atau orang-orang awam justru banyak yang tidak memiliki sikap toleran ini. Mereka merasa bahwa mazhab yang ia pilihlah yang paling benar. Hal inilah yang sapai sekarang menjadi sumber perpecahan antar-mazhab.
Untuk menghilangkan sikap rasis terhadap suatu mazhab, kita perlu menganggap bahwa seluluh Imam Mazhab memiliki derajat yang sejajar. Hingga, kita tidak meninggikan yang satu dan merendahkan yang lain.
Imam as-Suyuthi dalam Jazil al-Mawahib fi Ikhtilaf al-Madzahib mengatakan, “Aneh, jikalau ada orang yang mengagung-agungkan sebagian mazhab melebihi yang lain. Pengagungan ini yang menyebabkan jatuhnya martabat mazhab yang dikalahkan, bahkan kadangkala menyebabkan konflik di tengah orang awam. Lahirlah kemudian fanatisme dan sentimen Jahiliah.”
As-Suyuthi menambahkan, “Seharusnya, para ulama bersih dari perkara-perkara tersebut. Karena, perbedaan furu‘ tersebutpun telah terjadi pada zaman Sahabat, padahal mereka adalah umat terbaik. Namun, tak satupun di antara mereka ada yang menyerang atau memusuhi yang lain, juga menyatakan yang lain salah dan pendek akalnya.”
Bagaimana kita menerapkan toleransi dalam mazhab dalam kehidupan sehari-hari?
Contoh mudahnya adalah jika suatu saat kita menemukan seseorang yang gerakan shalatnya sedikit berbeda dengan kita, jangan dengan serta merta menyalahkannya bahkan menganggapnya bodoh. Kita perlu belajar lebih banyak hingga kita bisa memahami bahwa gerakan shalatnya mungkin saja benar menurut mazhabnya.
Imam Abu Daud meriwayatkan bahwa Rasulullah mengatakan apabila kita telah melakukan sesuai sunnah, maka shalat kita sah. Kalau kita merasa orang lain tidak mengerjakan sesuai yang Nabi lakukan, mungkin saja kita belum mengetahui keterangan yang disampaikan oleh Nabi yang dikumpulkan oleh para ulama. Boleh jadi, kita hanya tahu ketentuan satu mazhab saja tanpa mengetahui yang lain.
Maka dari itu, menuntut ilmu agama amat penting untuk menghadapi perbadaan ini. Terutama saat menghadapi dalil-dalil Al Qur’an dan Hadist. Mungkin saja kita salah memahami ayat Al Qur’an atau Hadist.
Oleh karenanya, Sikap bijak amat dituntut dalam menghadapi ragam mazhab. Kita tidak perlu pusing saat menghadapi perbedaan. Mungkin saja kita yang kurang belajar hingga kita merasa bahwa yang orang lain lakukan adalah salah.