Muslimahdaily - Dr Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, mengingatkan bahwa nyamuk demam berdarah lebih berbahaya di suhu tinggi. Ia mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap gigitan nyamuk demam berdarah. Dr. Imran juga mencatat tingginya kasus demam berdarah terkait dengan fenomena El Nino.
Dr. Imran menjelaskan bahwa pola tingginya kasus DBD terkait dengan adanya fenomena El Nino. Penelitian menunjukkan bahwa nyamuk dengue menjadi lebih ganas saat berada dalam suhu yang panas, dengan frekuensi menggigit meningkat 3 sampai 5 kali lipat ketika suhu mencapai di atas 30 derajat.
“Jadi frekuensi dia menggigit itu akan meningkat 3 sampai 5 kali lipat pada saat suhunya meningkat di atas 30 derajat,” ujar dr. Imran pada konferensi pers ASEAN Dengue Day, Senin (12/6) di Jakarta di kutip dari laman resmi kemenkes.
Masyarakat diperlukan selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap DBD karena El Nino dapat terjadi kapan saja. Selain itu, musim hujan juga perlu diwaspadai karena genangan air menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk dengue.
Data Kemenkes menunjukkan bahwa kasus DBD selama 10 tahun terakhir cenderung meningkat setiap bulan November, mencapai puncak pada Februari, dan mulai menurun pada Maret-April. Ini terkait dengan siklus musim hujan, di mana genangan air meningkatkan kasus DBD setiap tahunnya.
Pemerintah memiliki strategi penanggulangan DBD dengan memperkuat manajemen vektor yang efektif, aman, dan berkesinambungan. Surveilans yang komprehensif dan manajemen KLB yang responsif juga ditingkatkan.
Peningkatan partisipasi masyarakat dan institusi dalam pencegahan DBD, terutama dalam pemberantasan sarang nyamuk, didorong oleh pemerintah. Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan melalui pendekatan 3M (menguras dan menyikat, menutup tempat penampungan air, memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas) ditambah dengan tumbuhan pengusir nyamuk.
Pemberantasan nyamuk dengan fogging tidak dianjurkan karena efeknya hanya bersifat sementara dan dapat mencemari lingkungan serta membuat nyamuk menjadi kebal terhadap fogging. Dr. Imran menekankan pentingnya pemberantasan sarang nyamuk secara massal, berkesinambungan, dan sepanjang tahun.
Selain langkah-langkah tersebut, vaksinasi dengue juga merupakan intervensi yang efektif dalam penanggulangan DBD di Indonesia. Saat ini, dua jenis vaksin, yaitu Dengvaxia dan Qdenga, sudah memiliki izin edar dari BPOM dan tersedia di pasaran. Kemenkes bekerja sama dengan Direktorat Imunisasi dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) untuk memasukkan vaksin ini dalam program vaksinasi atau imunisasi dasar lengkap.
Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K), seorang dokter spesialis anak dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, menjelaskan bahwa infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina. Masa inkubasi penyakit ini berkisar 5 hingga 10 hari, dengan rata-rata 7 hari sejak gigitan nyamuk sampai timbulnya gejala. Nyamuk tersebut aktif menggigit terutama pada pagi hari dan menjelang sore.
''Masa inkubasi 5 hingga 10 hari, rata-rata 7 hari sejak gigitan nyamuk sampai timbul gejala. Biasanya nyamuk tersebut mengigit di saat terang mulai jam 08.00 sampai jam 10.00 pagi dan menjelang sore jam 15.00 sampai 17.00. pada jam tersebutlah nyamuk paling aktif mengigit,'' tutur dr. Karyanti.
Gejala infeksi dengue yang umum terjadi meliputi demam mendadak tinggi selama 2 hingga 7 hari, kemerahan pada wajah, sakit kepala, mual, kadang-kadang muntah, sakit perut, sakit tulang, nyeri sendi pada orang dewasa, diare, bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah darah, BAB berdarah, tangan dan kaki yang dingin dan lembab, kelemahan, dan kecenderungan tidur terus-menerus.