Muslimahdaily - Sebelum menikah dengan Khadijah, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam membantu Khadijah membawa barang perniagaan Khadijah ke negeri Syam, bersama salah seorang pelayan Khadijah, yang bernama Maisarah. Selama berniaga tersebut hingga kembali ke Mekkah, barang-barang perniagaannya habis terjual dan memperoleh laba yang tidak sedikit. Khadijah kagum saat mengetahui kejadian yang di luar dugaannya tersebut.
Khadijah kagum, karena itu adalah pertama kalinya Nabi Muhammad pergi berniaga ke negeri Syam untuk berdagang sendiri, walaupun sebelumnya Beliau pernah juga pergi kesana, namun diajak untuk mengikuti pamannya. Dengan kata lain, itulah pertama kalinya Nabi Muhammad ke negeri Syam dengan urusan perniagannya sendiri, dan dengan keuntungan yang diperoleh, seakan-akan Beliau adalah seorang pedagang yang sangat berpengalaman.
Kekaguman Khadijah bertambah, saat mendengar cerita para pelayannya yang ikut bersama Nabi, tentang kelakuan dan akhlak Nabi sepanjang perjalanan niaga tersebut, mulai dari berangkat dari Mekkah ke negeri Syam, hingga kembali ke Mekkah.
Semua itu menambah rasa kagum dan cinta Khadijah kepada Nabi Muhammad, namun perasaan itu hanya disimpan di dalam hatinya saja. Hingga perasaannya itu terus tumbuh, dan berbisik kepada dirinya sendiri yang ingin Nabi Muhammad menjadi suaminya.
Sehingga pada suatu hari, Khadijah terpaksa menyuruh seorang budak perempuan kepercayaannya, Nafisah, untuk menemui Nabi Muhammad di rumah Abu Thalib dan menyampaikan maksud isi hati Khadijah kepada Beliau. Saat Beliau mendengar maksud tersebut, Beliau belum dapat mengambil keputusan sebelum mendapat pertimbangan dan keputusan dari pamannya. Kemudian, Nafisah pun pada suatu masa menemui paman Baginda untuk menyampaikan maksud hati Khadijah.
Lalu pada suatu hari, Abu Thalib bersama Nabi Muhammad pergi menemui paman Khadijah, Amer Ibnul Asad, karena ayah Khadijah telah tiada, untuk membincangkan keinginan Khadijah terhadap Nabi.
Amer menerima dengan baik dan tidak merasa keberatan tentang perjodohan mereka, asal kedua belah pihak telah sama-sama setuju. Lagi pula, keduanya sudah terpandang baik dalam pergaulan di kota Mekkah, karena sama-sama berasal dari kaum terpandang dan bangsawan.
Tidak berselang lama, setelah ada keputusan dalam berbagai hal, dilangsungkanlah pernikahan antara Nabi Muhammad dan Khadijah. Pada saat itu, Nabi Muhammad berumur 25 tahun, dan Khadijah berusia 40 tahun menurut riwayat yang masyhur.
Pernikahan itu dilaksanakan di rumah mempelai perempuan dengan meriah, dan disaksikan oleh seluruh keluarga dari kedua belah pihak. Di antara keluarga Nabi yang ikut menghadiri acara tersebut adalah Abu Thalib dan Hamzah (kedua paman Beliau), dan di antara keluarga Khadijah yang hadir dan mewakili orang tuanya adalah Amer Ibnul Asad dan Waraqah bin Naufal. Acara itu juga turut dihadiri oleh pembesar dan pemuda dari Bani Hasyim. Dalam acara itu juga turut diisi dengan kata-kata sambutan dan pidato dari perwakilan kedua keluarga.
Perayaan itu sangat meriah dengan ramai dan riuhnya orang bergembira, tapi Baginda Nabi tidak tampak sebagai orang yang riang, Beliau hanya diam dan tenang saja. Orang yang hadir saat itu telah mengerti tentang sifat Nabi itu, sehingga tidak ada seorang pun yang berani mengajak Beliau untuk ikut bergembira.
Sesudah hari acara perkawinannya Nabi Muhammad pindah dari rumah pamannya, ke rumah istrinya, untuk memulai lembaran baru, hidup berumah tangga.
Dari perkawinan Baginda bersama Khadijah, mereka dikarunia enam orang anak, yaitu dua anak lelaki, dan empat perempuan.
Mereka adalah: Al-Qasim, Zainab, Abdullah, Ruqaiyyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua putra Baginda meninggal saat masih kecil.
Khadijah merupakan orang-orang yang pertama memeluk agama Islam, saat pertama kali Baginda mendapat wahyu dan diangkat menjadi Rasul. Beliau juga sangat berjasa bagi Baginda Nabi, dan bagi penyebaran dakwah Islam.
Khadijah wafat dalam usia 65 tahun, setelah menikah dengan Nabi selama 25 tahun. Tidak lama berselang, meninggal pula paman Nabi yang sangat dicintainya dan mencintai Baginda, Abu Thalib. Dengan kehilangan dua orang tercintanya, Nabi Muhammad merasa sangat sedih berduka sehingga jarang keluar rumah. Beliau sendiri menamakan tahun tersebut sebagai Amul Huzn, atau tahun dukacita.
Demikian sepenggal kisah pernikahan Baginda shallallahu alaihi wasallam bersama Khadijah ra. wallahu a’lam.
Sumber: Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, jilid 1, oleh K.H. Moenawar Chalil