Kisah Bakti Imam Abu Hanifah dan Kelucuan Ibunda

Muslimahdaily - Imam Abu Hanifah tentulah ulama yang paling masyhur di zamannya. Tak hanya dari Kota Kuffah, muridnya datang dari penjuru negeri muslim. Namun di rumah, sang imam hanyalah seorang putra yang sangat penurut pada ibunya. Lucunya, sang ibu tak tahu betapa putranya sangat faqih bahkan yang paling faqih di kotanya.

Suatu hari, sang ibu mendapati permasalahan dalam agama. Ia pernah bersumpah namun melanggar sumpah tersebut. Ia kemudian bertanya pada putranya mengenai permasalahan itu. Abu Hanifah pun memberikan fatwa berdasarkan ilmunya yang mendalam.

Namun ternyata sang ibu tak puas dengan fatwa putranya. Ia pun berkata, “Aku tak merasa ridha kecuali jika mendengar fatwa langsung dari Zur’ah Al-Qash.”

Padahal Zur’ah pun belajar dari Abu Hanifah. Masyarakat kota Kuffah pula biasa meminta fatwa pada Abu Hanifah. Namun apakah Abu Hanifah mengatakan hal tersebut? Tidak! Abu Hanifah justru menggandeng tangan ibunda lalu mengantarnya ke kediaman Zur’ah Al-Qash.

Sungguh pemandangan yang menggelikan, seorang imam justru mendatangi ulama yang ilmunya jauh di belakangnya hanya untuk meminta sebuah fatwa. Namun Abu Hanifah tak keberatan melakukannya, dan tak merasa gengsi sedikit pun. Ia dengan ikhlas melakukannya untuk ibunda.

Setiba di majelis Zur’ah, ibunda kemudian meminta fatwa. Zur’ah pun keheranan ketika mendapati maksud kedatangan ibunda dan anaknya yang bukan lain imam Abu Hanifah yang ia segani. Zur’ah pun berkata pada sang ibu, “Wahai ibu, engkau meminta fatwa kepadaku padahal di depanku ada seorang yang paling alim di kota Kuffah?” ujar Zur’ah merasa heran.

Abu Hanifah lalu berbisik pada Zur’ah, “Berilah fatwa kepadanya demikian (ia menyebut fatwa yang ia berikan pada ibunda sebelumnya).”

Zur’ah pun mengerti. Ia kemudian menjawab pertanyaan ibunda dengan fatwa yang diberikan Abu Hanifah. Meski jawabannya sama, sang ibunda baru merasa puas ketika mendengarnya dari lisan Zur’ah. Namun Abu Hanifah tidak marah dan ia pun mengantar sang ibunda kembali pulang. Masya Allah.

Di hari lain, ibunda meminta putranya mengantarnya ke majelis ilmu. Namun bukan hadir di majelis putranya sendiri, sang ibu justru ingin hadir di majelis seorang ulama kota Kufah lain yang ilmunya jauh di belakang Imam Abu Hanifah. “Antar aku ke majelis ‘Umar bin Dzar,” ujarnya.

Tanpa banyak tanya apalagi membantah, Imam Abu Hanifah pun mengantar ibunya. Ia menggendong ibunda naik ke atas keledai lalu mengantarnya ke majelis ‘Umar bin Dzar. Hal ini dikisahkan oleh seorang murid Abu Hanifah bernama Abu Yusuf. Ia berkata,

“Aku menyaksikan Abu Hanifah Rahimahullahu ta’ala menggendong ibunya naik ke atas keledai untuk menuju majelisnya ‘Umar bin Dzar, dikarenakan ia tak ingin menolak perintah ibunya.”
Di waktu yang lain, ibunda bahkan menyuruh Abu Hanifah untuk pergi menanyakan fatwa kepada ‘Umar bin Dzar. Padahal sang imam tahu betul jawaban atas pertanyaan ibunda. Namun Abu Hanifah tetap melakukannya karena baktinya pada ibunda.

Demikianlah bakti Abu Hanifah yang luar biasa kepada ibunya. Padahal sang imam memiliki ilmu yang lebih tinggi, hafalan yang lebih kuat, kefaqihan dan kealiman di dalam syariat agama. Bahkan seluruh kota pun tahu betul bahwa Abu Hanifah lah tempat menanyakan fatwa.

Lebih dari itu, ia pun salah satu dari empat imam fiqih yang menjadi rujukan muslimin dunia hingga kini. Namun ternyata di hadapan ibunya, ia memosisikan diri hanya sebagai seorang anak.

Tak heran jika kemudian para ulama memuji sikap bakti Abu Hanifah. Salah satunya ialah Muhammad bin Bisyr Al-Aslami. Ia berkata, “Tidaklah didapati orang yang paling berbakti kepada ibunya di kota Kuffah ini selain Manshur bin Al-Mu’tamar dan Abu Hanifah. Adapun Manshur sering mencari kutu di kepala ibunya, dan menjalin rambut ibunya.”

Masya Allah, sungguh kisah yang patut diingat dan menjadi panutan dalam birrul walidain.

Add comment

Submit