Tan Sam Cay, Pria Keturunan Tionghoa yang Menjadi Orang Kepercayaan Sunan Gunung Jati

Muslimahdaily - Sunan Gunung Jati adalah salah satu ulama yang berpengaruh dan terkenang namanya di Indonesia, khususnya di daerah Cirebon. Ia digambarkan sebagai orang yang sangat mengakui kesetaraan warga negara. Ia tidak pernah membeda-bedakan latar belakang gen, suku, agama dan ras tertentu.

Perilaku ini tercermin pada saat ia memilih orang kepercayaan untuk membantunya di kesultanan Cirebon. Tan Sam Cay adalah salah satu saksinya, pria keturunan Tionghoa ini dianggap sebagai ahli manajemen keuangan pada masanya, Oleh Sunan Gunung Jati ia diangkat menjadi pejabat kerajaan yang mengelola keuangan kerajaan.

Tan Sam Cay memilih untuk merubah namanya menjadi Muhamad Syafi’i setelah memutuskan untuk memeluk agama Islam. Memiliki perilaku yang jujur dan ahli dalam mengatur keuangan, ia dipercaya untuk melakukan tugas itu di kesultanan Cirebon yang dipimpin oleh Panembahan Ratu.

Dilansir dari kuduweruh.com, Syekh Syarif Hidayatullah nama lain dari Sunan Gunung Jati memberikan gelar kepada Muhamad Syafi’i yaitu Tumenggung Aria Wiracula. Namun gelar ini diberikan bukan karena ia keponakan dari Haji Tan Eng Hoat alias Maulana Ifdil Hanafi, melainkan karena ia memang ahli dalam mengatur keuangan di Kesultanan Cirebon.

Tumenggung Aria Wiracula merupakan sosok yang menganut prinsip bumi dipijak langit dijunjung. Walaupun ia adalah seorang pendatang, namun komitmen pengabdian pada negaranya sangat tinggi. Bahkan hingga akhir hayatnya, nama Tam Say Cay tetap dikenang oleh masyarakat Cirebon dan warga etnis Tionghoa.

Saat kematiannya Tan Sam Cay dikuburkan dengan tata cara agama Islam, walaupun nisannya sendiri berbentuk bong, makam khas etnis Tionghoa. Dalam catatan sejarah Cirebon, sebagaimana dituliskan Sulendraningrat, disebutkan bahwa sebenarnya pada komplek pemakaman tersebut terdapat pula makam istrinya bernama Loa Sek Cong.

Suami istri ini pada awalnya beragama Budha. Tan Sam Cay merupakan saudagar sekaligus bangsawan yang datang dari Cina. Ia memiliki hubungan baik dengan Pemerintahan Belanda dan Sultan Kasepuhan Cirebon, selain itu kedua tokoh ini juga dikenal sebagai orang yang dermawan kepada fakir miskin dan suka menolong orang yang kesusahan. Diungkapkan dalam historyofcirebon.id.

Masyarakat Tionghoa yang beragama Konghucu biasanya turut mengadakan upacara naik arwah bagi almarhum Tan Sam Cay. Namanya ditulis dengan kertas merah dan disimpan di Klenteng Talang. Sosok Muhammad Syafi’i memiliki kontribusi besar dalam perkembangan Kesultanan Cirebon, Khususnya dalam meletakkan pondasi sistem administrasi keuangan Kesultanan Cirebon menjadi milik semua bangsa dan agama. Ujar Aria Jagesbaya dalam kudurewuh.com.

Masyarakat Muslim Tionghoa di Cirebon

Laksamana Cheng Hwa (Cheng Ho) memiliki jasa yang besar dalam penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat (Jabar). Laksamana dari kekaisaran Cina itulah yang pertama kali membawa dua mubalig penyebar agama Islam ke Jabar, yakni Syekh Quro dan Syekh Nurjati.

Dua mubalig itu ikut dalam ekspedisi Cheng Ho ke Cirebon. Namun sayang, jejak Laksamana Cheng Ho di Cirebon hingga kini banyak yang belum tergali.

Dilansir dari Republika.co.id, Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad Nina Herlina menjelaskan, Laksamana Cheng Ho melaksanakan ekspedisi ke sejumlah wilayah di nusantara dalam rentang waktu 1405-1433. Ekspedisi itu dilakukan dengan membawa misi perdamaian, budaya serta penyebaran agama Islam.

Saat singgah di Pelabuhan Muara Jati Cirebon, Cheng Ho membawa sedikitnya 73 kapal, dengan ukuran masing-masing panjang 120 meter dan lebar 50 meter. Saat itu, yang sedang berkuasa di Cirebon adalah Kerajaan Singhapura, yang berada di bawah kepemimpinan Kerajaan Galuh.

"Cheng Ho singgah di Pelabuhan Muara Jati Cirebon selama tujuh hari tujuh malam untuk mengisi perbekalan dan air bersih," kata Nina.

Dalam ekspedisinya, Cheng Ho juga membawa dua mubaligh, Syekh Quro dan Syekh Nurjati yang turun di Cirebon untuk menyebarkan Islam. Syekh Quro kemudian pergi ke Karawang dan mendirikan pesantren pertama di Jabar, dengan nama pesantren Syekh Quro.

Sedangkan Syekh Nurjati, menetap dan menyebarkan Islam di Cirebon. Dia juga kelak menjadi guru dari Raden Walangsungsang (putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran) dan keponakannya yang merupakan salah seorang Wali Songo, Sunan Gunung Jati.

"Fakta sejarah, Islam dibawa masuk ke Jabar oleh orang Cina," ujar Nina.

 

Add comment

Submit