Muslimahdaily - Sebagian umat Islam, tentu mengenal nama Masjid Qiblatayn, yaitu satu-satunya masjid di dunia yang memiliki dua arah kiblat. Kiblat pertama mengarah ke Masjid al-Aqsha (Baitul Maqdis), di Palestina dan kedua mengarah ke Baitullah (Ka'bah), Masjid al-Haram di Makkah.
Perubahan ini berdasarkan perintah Allah sebagaimana tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 144.
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan."
Secara tegas, ayat ini menerangkan perintah kepada Nabi Muhammad untuk memalingkan wajah kiblat-nya ke arah Masjid al-Haram.
Awalnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari, Rasulullah menghadap ke Al-Quds (Al-Aqsha) ketika melaksanakan shalat semasa di Madinah. Melaksanakan shalat dengan menghadap ke Al-Quds itu berlangsung selama lebih kurang 16-17 bulan, sebelum datang perintah untuk memalingkan arah kiblat ke Ka'bah, Masjid al-Haram.
Namun, Rasulullah menginginkan kiblatnya umat Islam, sama seperti kiblatnya Nabi Adam Alaihissalam dan Ibrahim Alaihissalam. Rasulullah berharap, Allah mengabulkan permohonannya. Karena itu, Rasul senantiasa menengadahkan wajahnya ke langit dengan harapan turun wahyu yang memerintahkan mengalihkan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke Masjid al-Haram. Hingga akhirnya turunlah wahyu, sebagaimana tersebut diatas.
Menurut Imtiaz Ahmad, dalam bukunya Lesson for Every Sensible Person, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tempat-Tempat bersejarah di Madinah Al-Munawwarah, yang menjadi kiblat seluruh Nabi untuk melaksanakan shalat adalah Ka'bah yang dibangun sejak masa Nabi Adam.
"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) manusia adalah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia." (QS Ali Imran:96)
Perubahan arah kiblat ini terjadi pada bulan Rajab tahun 12 Hijriyah. Ketika Rasulullah sedang melaksanakan shalat dzuhur dengan menghadap ke arah Masjid al-Aqsha. Dalam riwayat lain saat shalat Ashar.
Ketika ayat tersebut turun, Rasulullah baru melaksanakan shalat dua rakaat. Kemudian, dengan turunnya ayat itu, maka beliau segera menghentikan shalat sebentar, kemudian Rasulullah berputar 180 derajat menghadap arah baru, sehingga jamaah yang ikut shalat itu terpaksa jalan memutar dan tetap berada di belakang Nabi.
Sebagaimana diterangkan dalam surah Al-Baqarah:143, sebenarnya perpindahan arah kiblat tersebut dimaksudkan untuk memisahkan antara orang munafik dari kamu Muslim dengan orang-orang yang tulus dan ikhlas.
Bani Salamah
Sebelum berganti nama menjadi Qiblatayn, dahulunya Masjid ini bernama Masjid Bani Salamah. masjid yang berdiri diatas sebuah bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah. Masjid ini mempunyai lapangan terbuka dan beratap hanya pada bagian tempat shalat.
Di dalamnya terdapat dua buah mihrab, yang satu terletak di bagian yang beratap menghadap ke Ka'bah dan yang lainnya terletak di lapangan terbuka, menghadap ke Baitul Maqdis (Al-Aqsha).
Di dekat Masjid Qiblatayn, terdapat telaga yang diberi nama Sumur Rumah, sebuah sumber air milik orang Yahudi. Mengingat pentingnya air itu untuk masjid dan kebutuhan jamaah untuk berwudhu, maka atas anjuran rasulullah, Usman bin Affan kemudian menebus telaga tersebut seharga 20 ribu dirham dan menjadikannya sebagai wakaf.
Air telaga tersebut hingga sekarang masih berfungsi untuk bersuci dan mengairi taman di sekeliling masjid, serta kebutuhan minum penduduk sekitar. Hanya bentuk fisiknya sudah tidak terlihat karena tertutup oleh tembok.
Dalam perkembangannya, pemugaran Masjid Qiblatayn terus-menerus dilakukan, sejak zaman Umayyah, Abbasiyah, Utsmani, hingga zaman pemerintahan Arab Saudi sekarang ini. Diantaranya pemugaran atap pada tahun 893 H.
Setelah itu, Sultan Sulaiman, pemimpin kerajaan Arab Saudi, pada tahun 950 H mengadakan perluasan dan pembangunan dengan konstruksi baru, dengan tetap memberi tanda pada kedua mihrab yang menjadi ciri khasnya.
Di dalam masjid terdapat berbagai lampu hias yang besar dan indah untuk menerangi ruangan masjid. Pada hiasan tersebut terdapat lampu neon yang jumlahnya mencapai 36 buah. Ada tiga lampu hias seperti ini, yang satu memiliki lampu neon 24 buah dan dua lagi 36 lampu neon.
Di samping kiri dan kanan, terdapat lampu yang ikut menerangi ruangan masjid tersebut.
Pada musim haji atau umrah, masjid Qiblatayn hampir tak pernah sepi dari kunjungan jamaah yang ingin menyaksikan secara langsung arah kiblat pertama (Al-Quds) dan yang kedua (Masjidil al-Haram).