Muslimahdaily - Umumnya negara-negara muslim di penjuru dunia merayakan maulid nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam pada setiap tahunnya. Setiap negara memiliki budaya dan tradisi yang berbeda untuk merayakan Maulid Nabi, biasanya mereka akan mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga atau generasi sebelumnya.
Salah satunya tradisi di Mesir sejak berabad-abad yang lalu, seperti tradisi permen boneka (Aroused El-Maulid) dan permen sultan diatas kuda yang keduanya terbuat dari gula.
Di Mesir dan sebagian besar dunia, orang merayakan Maulid nabi setiap 12 Rabiul Awal. Banyak dari umat muslim selama berabad-abad telah menghormati kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam dalam sebuah perayaan, yaitu Maulid. Setiap negara merayakan dengan tradisi dan acara-acara perayaan, termasuk mendekorasi kota mereka, dan mendirikan tenda di mana permen dan manisan lainnya dibagikan.
Festival Maulid Nabi dikaitkan dengan aliran Sufi Islam karena ditandai dengan puisi dan lagu yang menghormati nabi. Sebuah puisi dari abad ke-13 yang terkenal, “Qasidah Burda,” sering dibacakan untuk memuji nabi dan rahmat yang telah dibawanya.
Bagi umat muslim, perayaan tersebut merupakan peristiwa sejarah dan budaya yang sudah berlangsung sejak lama, dimana mereka mengekspresikan cinta mereka kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam.
Tradisi permen Maulid pertama kali diperkenalkan pada era dinasti Fatimiyyah. Sejak era itu alun-alun didekorasi, didirikannya tenda untuk kaum Sufi yang bershalawat dan membuat permen khusus Maulid.
Permen Maulid yang terkenal terbuat dari wijen berlapis gula, pistachio, dan kacang almond, boneka Maulid dan Sultan di atas kuda yang juga terbuat dari gula dan kacang yang dihiasi dengan kertas berwarna.
Kisah Boneka Maulid dan Boneka Ksatria
Tradisi boneka Maulid dan sultan di atas kuda berasal dari zaman kekuasaan Fatimiyah El Hakim Ba'amr Ullah. Namun, asal usul boneka Maulid itu sendiri telah banyak diperdebatkan. Ada banyak teori berbeda tentang asal mula tradisi itu terjadi.
Mayoritas percaya bahwa dalam salah satu perayaan tersebut, Ba’amrUllah, berpakaian seperti seorang prajurit menunggang kuda dan pergi ke kota dengan salah satu istrinya yang berjalan di sisinya, Ia mengenakan gaun putih glamor dengan mahkota bunga melati di kepalanya.
Saat itu, pembuat permen yang melihat kecantikan istrinya, memutuskan untuk menggambarkannya dan juga Ba’amrUllah di atas kudanya. Oleh karena itu, mereka memahat boneka gula yang dihias dengan warna-warna cerah dan tiga kipas yang dipasang melingkar di belakang.
Selama bertahun-tahun, tradisi ini telah berkembang dan telah disempurnakan dalam berbagai bentuk dan warna. Tak hanya jadi simbol Maulid, tetapi juga untuk mewakili pasangan yang baru saja menikah. Selama era Fatimiyah, orang akan membuat permen pengantin dalam perayaan pernikahan.
Boneka dan sultan di atas kuda dibuat dengan menuangkan larutan gula di sekitar cetakan kacang, melapisinya dengan lapisan gula setebal 5 cm.
Kisah lain yang diceritakan, yakni selama era Fatimiyah, pemerintah berjanji bahwa tentara yang kembali dari perang akan menikahi pengantin cantik sebagai hadiah atas keberanian mereka. Boneka permen pun siap dibuat setiap tahun untuk menghormati para tentara yang kembali.
Kecintaan terhadap cerita rakyat lokal dan perayaan telah membantu melestarikan tradisi Maulid Nabi sejak era Fatimiyah hingga sekarang. Dalam perayaan ini, pembeli permen dapat menggunakan keterampilan kerajinan mereka untuk membuat ulang permen boneka dengan kertas berwarna berbeda dan berbagai perlengkapan kerajinan.
Orang-orang merayakan melalui acara-acara perayaan yang berbeda dengan dekorasi di seluruh kota, menampilkan tenda-tenda di mana permen dan manisan dibagikan dan mengatur permainan semakin menarik.