Muslimahdaily - Islam memang bukan Arab, juga sebaliknya Arab bukan Islam. Namun agama akhir zaman ini turun di tanah Arab, kepada utusan berbangsa Arab melalui ayat suci yang berbahasa Arab pula. Lalu jika demikian, adakah seorang muslim yang mampu memahami agama ini dengan ideologi anti Arab?
Anti Arab merupakan gerakan perlawanan ataupun kebencian kepada bangsa Arab yang terkadang juga disebut dengan Arabophobia. Aksi anti Arab tersebar di banyak negara terutama Eropa dan Amerika. Saking gencarnya perlawanan tersebut, beberapa negara bahkan membuat lembaga pembela hukum untuk bangsa Arab yang menjadi warga negara mereka.
Mirisnya, anti Arab di Barat sering kali beriringan dengan Islamophobia. Bahkan tak sedikit yang keliru membedakan Arabophobia dan Islamophobia. Tentu tak mengherankan karena mayoritas bangsa Arab beragama muslim.
Padahal, seorang muslim yang buta Arab mustahil memahami agama Islam. Untuk mempelajari Sirah atau sejarah Islam, seorang muslim haruslah tahu betul seluk beluk Arab baik budaya masyarakatnya hingga kondisi geografi lingkungannya. Jika mengetahui hal ini, barulah muslimin akan tahu mengapa banyak nabi lahir di negeri ini, mengapa agama samawi atau agama Ibrahim lahir di tengah bangsa Arab. Maka jika ada seorang muslim anti Arab, itu berarti dia buta dan harus segera mempelajari Sirah Nabawiyyah.
Lalu untuk mempelajari Al-Qur’an lebih dahsyat lagi. Seorang yang lahir dan besar di tanah Arab bahkan tak dapat memahami Al-Qur’an tanpa mempelajari bahasa Arab yang notabene adalah bahasa sehari-hari mereka. Pasalnya, bahasa Arab Al-Qur’an berada di puncak tertinggi, jauh lebih tinggi dari sastra.
Bahasa Al-Qur’an tak sesederhana terjemahannya, ia memiliki makna yang amat sangat luar biasa. Hal itu hanya dapat diketahui oleh seseorang yang mempelajari Bahasa Arab. Jika orang Arab saja harus belajar bahasa mereka untuk mempelajari Al-Qur’an, bagaimana dengan kita yang berbahasa ibu Bahasa Indonesia? Lalu bagaimana pula seorang muslim anti Arab dapat memahami risalah Rasulullah?
Adapun terkait Islam di tanah air, ada istilah Islam Nusantara sebagai pemahaman Islam khas tanah air. Islam nusantara ini sering kali disebut-sebut berbeda dengan islam di Arab. Lebih jauh lagi, pemahaman ini membuat beberapa muslim menjadi anti Arab dan menyudutkan Islam Arab sebagai sesuatu yang kolot, keras bahkan ekstrim.
Terbukti ketika seorang muslim berjenggot dan muslimah bercadar menjadi bahan pembicaraan. Lalu ketika para pemuda berkomunikasi dengan ana, antum, akhi dan ukhti dianggap sok Arab. Seorang yang membela Palestina dan Suriah pula dianggap tak peka dengan masalah tanah air. Semua itu, serta permasalahan serupa sering kali menyulut perdebatan antara muslim di negeri ini.
Padahal, para ulama yang mengusung Islam nusantara tak pernah bereaksi anti Arab. Sebagaimana dalam laman resmi NU, seorang Rais Syuriyah di Jawa Timur, KH. Muhib Aman Aly menyatakan bahwa Islam nusantara tidaklah anti Arab. ia menyatakan dengan tegas bahwa Islam nusantara hanyalah sekedar metode. “Dengan Islam Nusantara bukanlah berarti bahwa kita anti-Arab,” ujarnya, dikutip laman web NU.
Nyatalah sudah bahwa para ulama nusantara tak pernah mengusungkan paham Anti Arab. Namun masyarakat muslim memahaminya berbeda hingga membuat sekumpulan muslim Anti Arab menggeliat di tanah air.
Bahkan jika terlepas dari ranah agama sekalipun, Arab dan Indonesia sejatinya tak hanya dihubungkan dengan Islam. Lebih dari itu, negeri ini telah memiliki ikatan dengan Arab sebelum kemerdekaan. Telah ada hubungan kerajaan Islam nusantara dengan Emparium Turki Utsmani di masa silam.
Pun ketika Indonesia merdeka. Negara pertama yang mengakui kemerdekaan negeri ini adalah Palestina yang kemudian diikuti Mesir lalu negara-negara Arab lain. Tanpa menampik latar belakang alasan agama, mereka bangsa Arab menganggap Indonesia sebagai saudara seiman mereka. Lalu, masih adakah alasan untuk bereaksi anti Arab?