Muslimahdaily - Ketika kita mendapat nikmat, yang sering kita ucapkanya adalah “alhamdulillah.” Padahal, ada sunah lain yang nyaris terlupakan, yakni sujud syukur.

Mengapa kita harus sujud syukur? Tentu i’tiba’, yakni meneladani apa yang dilakukan Rasulullah. Digambarkan dalam sebuah hadist, ketika Rasulullah mendapati hal yang menggembirakan atau dikabarkan berita gembira, beliau tersungkur untuk sujud pada Allah ta’ala (HR Abu Daud).

Disunahkan

Imam Nawawi dalam Al Majmuk 3/564 menyatakan pandangan mazhab Syafi'i bahwa Imam Syafi'i dan ulama mazhab Syafi'iah menyatakan bahwa sujud syukur hukumnya sunah saat mendapat anugerah kenikmatan baru yang nyata atau terhindar dari musibah yang jelas. Baik kenikmatan atau musibah yang bersifat individu atau yang bersifat umum (menimpa umat Islam).

Oleh karena itu sujud syukur disunahkan dalam dua kondisi:

1. Ketika adanya anugerah atau nikmat yang baru seperti seseorang mendapat hidayah, masuk Islam, atau umat Islam mendapat pertolongan atau kelahiran anak, dll.

2. Ketika tercegah atau terhindarnya musibah seperti selamat dari kecelakaan tenggelamnya kapal, jatuhnya pesawat atau selamat dari pembunuhan, dan lain-lain.

Cara Sujud

Sujud syukur tidak disyaratkan menghadap kiblat, juga tidak disyaratkan dalam keadaan suci karena sujud syukur bukanlah shalat.

Tata caranya adalah seperti sujud tilawah. Yaitu, dengan sekali sujud. Ketika akan sujud, hendaklah dalam keadaan suci, menghadap kiblat, lalu bertakbir, kemudian melakukan sekali sujud. Saat sujud, bacaan yang dibaca adalah seperti bacaan ketika sujud dalam shalat.

Kemudian setelah itu bertakbir kembali dan mengangkat kepala. Setelah sujud, tidak ada salam dan tidak ada tasyahud.

Maksudnya, sujud syukur tidak dimakruhkan dilakukan di waktu terlarang untuk shalat sebagaimana halnya sujud tilawah. Alasannya, karena sujud tilawah dan sujud syukur bukanlah shalat. Sedangkan larangan shalat di waktu terlarang adalah larangan khusus untuk shalat.

Rosyidah Arsyad

Add comment

Submit