Hadits - Hadits Dhaif Seputar Puasa Ramadhan

Muslimahdaily - Meski cukup banyak hadits shahih yang datang dari Rasulullah, muslimin sering kali disuguhkan beragam hadits dhaif yang kemudian diyakini kebenarannya. Hadits-hadits lemah bahkan palsu beredar dan dianggap sunnah dari nabiyullah.

Berikut beberapa hadits dhaif seputar puasa Ramadhan yang tak bisa dijadikan dalil syar’i apalagi diamalkan. Cukuplah hadits-hadits shahih yang patut menjadi rujukan muslimin agar dapat beribadah seperti yang dilakukan Sang Uswatun Hasanah.

1. Hadits Doa Berbuka Puasa

Dari Mu’adz bin Zuhrah, ia mendapat kabar bahwa Rasulullah ketika berbuka puasa mengucapkan doa, “Ya Allah, untukmu aku berpuasa dan atas rizki-Mu aku berbuka puasa.” (HR. Abu Dawud).

Doa yang sering diamalkan muslimin tersebut ternyata berasal dari hadits yang dhaif dan mursal (yakni terputus sanadnya). Antara perawi Mu’adz bin Zur’ah tak bersambung sanad hingga Rasulullah. Hadits lain yang senada pun memiliki derajat dhaif.

Lalu bagaimana doa Rasulullah saat berbuka puasa?

Terdapat hadits hasan tentangnya, yakni hadits dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah bersabda, “Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah. (Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat, dan telah tetap pahala, insya Allah).” (HR. Abu Dawud, Ad Daruquthni dan lainnya).

2. Hadits Bersegera dalam Berbuka

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Allah berfirman, ‘Sesungguhnya di antara hamba-hambu-Ku yang paling Aku cintai adalah yang paling segera berbuka puasa’.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad dan selainnya).

Hadits ini dihukumi dhaif oleh para ulama ahli hadits karena adanya periwayat yang lemah dalam sanadnya. Adapun yang shahih, Rasulullah hanyalah menyarankan bersegera dalam berbuka. Beliau tidak pula menyebutnya sebagai ucapan Allah sebagaimana hadits di atas. Berikut hadits yang shahih,

Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, Rasulullah bersabda, “Manusia akan senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

3. Hadits Puasa yang Utama

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah pernah ditanya, ‘Puasa apa yang paling utama setelah Ramadhan?’ Beliau menjawab, ‘(Puasa) Sya’ban untuk mengagungkan Ramadhan.’ Kemudian ditanya kepada beliau, ‘Sedekah apa yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Sedekah di bulan Ramadhan’.” (HR. At Tirmidzi).

Sayangnya, hadits tersebut dhaif karena bermasalah dalam jalur sanadnya.

4. Tidurnya Orang Berpuasa

Dari Salman bin ‘Amir Adh Dhabbi, Rasulullah bersabda, “Orang yang berpuasa dalam (keadaan) beribadah, walaupun ia tidur di atas ranjangnya.” (HR. Tammam).

Bukan hanya dhaif, hadits ini dhaifun jiddan atau sangat lemah. Pasalnya, ada beberapa perawi yang majhul sehingga sanadnya menjadi amat sangat lemah.

Terdapat pula hadits senada namun juga berderajat dhaif. Yakni hadits, “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.” (HR. Al Baihaqi). Hadits tersebut juga disebut oleh para ulama ahli hadits sebagai hadits dhaif.

5. Puasa adalah Kesabaran

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Puasa adalah setengah kesabaran.” (HR. Ibnu Majjah dan Al Baihaqi).

Meski terdengar ada benarnya, namun ternyata hadits tersebut dhaif karena seorang perawi hadits tersebut disepakati kelemahannya.

6. Puasa Itu Sehat

Rasulullah bersabda, “Berpuasalah, kalian akan sehat.” (HR. Abu Nu’aim, Ath Thabrani). Hadits tersebut dhaif bahkan disebut maudhu (palsu) oleh sebagian ahlul hadits.

Hadits tersebut tidak dapat dijadikan dalil meski seandainya muslimin mendapati penelitian ilmiah yang menyatakan kebenarannya. Cukuplah disebut sebagai penelitian ahli medis dan bukan berasal dari Rasulullah.

7. Pembatal Puasa

Rasulullah bersabda, “Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu.” (HR. Al Jauraqani dan Ibnul Jauzi).

Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits tersebut dan menyatakannya sebagai hadits dhaif. Para ulama sepakat bahwasanya hal-hal tersebut di atas bukanlah pembatal puasa melainkan pembatal pahala puasa. Sebagaimana hadits shahih bahwasanya Rasulullah bersabda,

“Orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta mengganggu orang lain, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya.” (HR. Al Bukhari).

Selain tujuh hadits di atas, masih banyak hadits lain tentang puasa Ramadhan yang berderajat dhaif. Sebelum mengamalkan sebuah hadits, hendaklah mencari tahu keshahihannya. Hal tersebut bukanlah perkara sulit karena cukup banyak kitab para ahlul hadits yang memaparkannya.

Add comment

Submit