Muslimahdaily - Saat ini cukup banyak barang tersier yang dijual secara kredit. Dari gadget, kendaraan, hingga properti, ditawarkan dengan cicilan yang memudahkan pembeli. Namun, bagaimana hukum jual beli kredit dalam Islam?
Jual beli secara kredit atau mencicil tidaklah dilarang dalam syariat Islam. Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan transaksi kredit. Berikut lima syarat transaksi kredit yang halal dan tanpa riba.
1. Tanpa Bunga
Secara umum, transaksi kredit ada dua jenis. Jenis pertama yakni kredit dengan bunga dan ini jelas keharamannya karena mengandung riba. Adapun kredit yang dibolehkan dalam Islam yakni kredit tanpa bunga. Dalam fiqh, transaksi kredit tanpa bunga disebut dengan bai’at-taqsith dan ini dibolehkan oleh jumhur ulama.
2. Satu Harga
Kredit bukanlah jual beli dua harga. Jika penjual memberikan harga kredit yang jauh lebih mahal dari harga kontan, maka transaksi jual beli akan terjatuh pada riba. Sebagai contoh, penjual memberikan harga barang Rp 500 ribu jika dibayar kontan, namun Rp 1 juta jika dicicil. Dua harga dalam penjualan tersebut menyebabkan transaksi tak lagi halal dan menjadi riba.
Hal ini sebagaimana hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Barang siapa menjual dengan dua harga dalam satu transaksi jual beli, maka baginya harga yang lebih murah dari dua harga tersebut, atau (jika tidak) riba.” (HR. Abu Syaibah, Al Hakim, dan Al Baihaqi).
3. Milik Penjual
Syarat lain dalam transaksi kredit yakni barang yang dijual belikan merupakan milik si penjual. Barang tersebut benar-benar di bawah kepemilikan si penjual, bukan milik orang lain ataupun bank. Jika barang yang dikreditkan bukan milik si penjual, maka haram membeli barang tersebut.
(Baca Juga : Baca Ini, Bisa Jadi Kau Mati Besok...!)
4. Barang dan Waktu Jelas
Baik rentang waktu jatuh tempo maupun ukuran barang yang dijual secara kredit haruslah jelas dan diketahui kedua belah pihak. Hal ini termasuk dalam syarat akad kredit menurut jumhur ulama. Yakni “Jumlah ukuran, harga barang dan waktunya (jatuh tempo) cicilan diketahui.”
5. Tanpa Denda
Jika kredit telah jatuh tempo namun pembeli belum membayar, maka si penjual tidak diperkenankan untuk menarik denda. Denda keterlambatan dalam Islam tidaklah berlaku dalam transaksi utang piutang, termasuk kredit. Jika penjual menarik denda kredit setelah jatuh tempo, maka hal tersebut tergolong dalam bentuk riba.
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menukil ucapan Qatadah, “Bentuk riba jahiliyah, si A menjual barang kepada si B secara kredit sampai batas tertentu. Ketika tiba jatuh tempo, sementara si B tidak bisa melunasi, harga barang dinaikkan dan waktu pelunasan ditunda.”
Demikian beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melakukan transaksi kredit atau cicilan barang. Segala hukum tersebut guna menjaga muslimin dari kerugian dan kedzaliman. Bukan hanya pembeli yang dilindungi, namun juga melindungi harta si penjual dari riba.
(Baca Juga : Curhat Masalah Rumah Tangga di Medsos, Bolehkah?)
Dalam Islam, transaksi kredit sejatinya upaya tolong menolong dan memberi kemudahan. Rasulullah pernah bersabda, “Allah merahmati seorang hamba yang suka memberi kemudahan ketika menjual dan ketika membeli.” (HR. Al Bukhari).
Keuntungan pun tak hanya dirasakan pembeli melainkan juga penjual. Pembeli memang diberi kemudahan dengan membayar secara mencicil atau mengangsur, penjual pun sebetulnya merasakan manfaat dari kredit meski tanpa menambah harga ataupun menerapkan denda dari kredit. Keuntungan yang didapatkan penjual yakni keberkahan Allah atas rezekinya.
“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki-Nya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).
Allahu a’lam.