Mana yang Lebih Dicintai Allah, Muslim Kaya atau Miskin?

Muslimahdaily - Ada dua kubu muslimin jika dilihat dari kacamata harta dunia. Namun keduanya nampak sama-sama mulia dan utama. Bagaimana tidak? Seorang muslim miskin kelak akan menjalani kemudahan hisab di hari akhir. Adapun muslim kaya dapat bersyukur dan bersedekah. Lalu, dari kedua golongan tersebut, manakah yang lebih dicintai Allah?

Tentang muslim yang kaya, Rasulullah menyebut beberapa keutamaannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik harta adalah harta yang berada di tangan orang saleh.” (HR. Ibnu Hibban).
Bahkan dibolehkan hasad terhadap muslim kaya. Nabiyullah bersabda, “Tidak ada hasad kecuali pada dua orang; orang yang Allah beri harta dan dia habiskan harta itu untuk kebaikan, (serta) orang yang Allah beri ilmu dan dia mengajarkan ilmunya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Rasulullah pun berdoa kepada Allah agar diberi kekayaan, “Ya Allah, aku memohon kepadamu petunjuk, ketaqwaan, terjaga kehormatan, dan kekayaan.” (HR. Muslim).

Adapun tentang muslim yang miskin, mereka pun memiliki keutamaan yang tak kalah mulia. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya. Yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (HR. Ibnu Majah dan At Tirmidzi).

Bahkan muslim kaya tidaklah dilimpah harta kecuali karena keberadaan orang miskin. Nabi bersabda, “Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian.” (HR. Al Bukhari). Belum lagi hadits yang menyebutkan bahwasanya mayoritas penghuni surga merupakan orang miskin.

Jelaslah bahwasanya Allah mencintai muslim yang kaya maupun miskin karena keduanya memiliki keutamaan masing-masing. Para ulama pun berbeda pendapat tentang manakah yang lebih utama, muslim kaya yang bersyukur ataukah muslim miskin yang sabar? Manakah yang lebih Allah cintai, muslim kaya ataukah muslim miskin? Ibnu Taimiyyah memiliki jawaban penengah keduanya.

Diukur dengan Taqwa

Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwasanya yang paling utama di antara muslim kaya dan miskin ialah ketaqwaan; siapakah di antara mereka yang paling bertakwa kepada Allah. Seandainya seorang muslim kaya dan seorang muslim miskin memiliki kadar taqwa yang sama, maka keduanya pun memiliki derajat yang sama di sisi Allah. Artinya, Allah sama-sama mencintai keduanya.

Pendapat yang sama juga di sampaikan murid Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim Al Jauziyyah. Dikutip dari Madarijus Salihin, beliau berkata, “Menurut para peneliti dan ahli ilmu, keutamaan di antara orang kaya dan orang miskin tidak kembali pada miskin atau pun kayanya. Namun itu semua kembali pada amalan, keadaan, dan hakikatnya. Keutamaan di antara keduanya di sisi Allah dilihat dari ketaqwaan dan hakikat iman, bukan dilihat dari miskin atau kayanya.

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13). Dalam ayat ini, Allah tidak mengatakan bahwa yang paling mulia adalah yang paling kaya di antara kalian atau yang paling miskin di antara kalian.”

Rasulullah juga pernah bersabda tentang keutamaan taqwa. Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Seseorang bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling mulia?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling bertakwa,’.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Hakikat Kaya dan Miskin

Dalam perkara ini, perlu diketahui pula bahwasanya Islam memandang hakikat ‘kaya’ dan ‘miskin’ dengan makna yang berbeda dari pengertian yang dipahami manusia. Rasulullah menjelaskan tentang kaya dan miskin dalam beberapa sabda beliau.

Di antaranya, beliau bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dari banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah rasa cukup yang ada di dalam hati.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Al Ghina, dalam hadits tersebut, termasuk dalam doa yang dipanjatkan Rasulullah, bermakna ghina an-nafs, yakni kekayaan jiwa. Maknanya, seseorang merasa qana’ah terhadap rezeki yang diberikan Allah. Ia tidak menumpuk harta ataupun meminta harta. Ia ridha dan selalu merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah.

Sebaliknya, orang miskin ialah mereka yang merasakan faqru an-nafs, yakni kefakiran jiwa. Ia terus saja mencari harta dan tak pernah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya meski dalam pandangan manusia hartanya melimpah ruah.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Bukanlah orang yang miskin itu orang yang meminta-minta kepada manusia untuk diberi satu atau dua suap makanan, dan satu atau dua butir kurma. Akan tetapi orang yang miskin itu adalah orang yang tidak memiliki (rasa cukup dalam hatinya yang membuat dirinya tidak meminta-minta kepada orang lain) dan orang yang tidak menyembunyikan keadaannya, sehingga orang bersedekah kepadanya tanpa dia meminta-minta.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Jelaslah bukan tentang siapa yang lebih Allah cintai, melainkan Allah mencintai siapa saja di antara hambanya yang bertakwa dan merasa qanaah, tanpa melihat harta yang dimiliki ataupun status sosial dalam pandangan manusia. Karena itu, bersabarlah ketika kemiskinan melanda dan bersyukurlah ketika diberi kekayaan dunia. Tetaplah bertakwa dan beribadah dalam kondisi apapun, kaya atau miskin, lapang ataupun sempit, niscaya Allah pun akan selalu melimpahkan cinta-Nya.

Add comment

Submit