Muslimahdaily - Hadits-hadits palsu bertebaran layaknya berita hoax. Sulit membedakan mana yang benar-benar ucapan Rasulullah dan yang bukan, kecuali oleh orang-orang yang mumpuni dalam ilmu hadits.
Berikut ini 7 hadits yang sangat populer di tengah masyarakat bahkan sering kali kita dengar, namun ternyata amat sangat lemah sanadnya hingga dihukumi palsu atau maudhu’.
1. Mencari Ilmu ke Negeri Cina
“Carilah ilmu hingga ke negeri Cina.” Hadits tersebut sangat familiar sampai-sampai menjadikannya dalil pertama tentang semangat menuntut ilmu. Namun ternyata, hadits ini dihukumi palsu dan ditentang banyak ulama. Salah satunya yakni oleh Imam Ahmad bin Hanbal.
Para ulama hadits pula menyepakati bahwa hadits ini berderajat palsu karena adanya seorang perawi bernama Abu ‘Atikah Tarif bin Sulaiman yang tidak memiliki kredibilitas meriwayatkan hadits Rasulullah.
Ibnu Al Jauzi memasukkan hadits ini sebagai salah satu hadits palsu dalam kitab “Al Maudhu’at”. Pun As Suyuti menyebutnya sebagai hadits palsu dalam kitabnya “Al La’ali Al Mashnu’ah fil-Ahadits Al Maudhu’ah”.
2. Wanita Adalah Tiang Negara
Hadits lain yang juga sangat populer di telinga masyarakat yakni ucapan yang berbunyi, “Wanita adalah tiang negara, apabila wanita itu baik maka negara akan baik, dan apabila wanita itu rusak, maka negara akan rusak pula.”
Hadits tersebut bahkan tak dijumpai di kitab manapun dari kitab-kitab terkenal para ahli hadits. Kalimat di atas bukanlah ucapan nabi, melainkan hanya kata mutiara seorang tokoh atau ulama. Namun lambat laun, orang-orang menganggapnya sebagai ucapan Rasulullah.
3. Bekerja Seakan Hidup Selamanya
Hadits terkenal dan populer ini ternyata tak ditemukan sanadnya dan tidak bersambung hingga Rasulullah. Jadi sudah dipastikan bahwasanya kalimat ini adalah hadits palsu dan bukan ucapan nabiyullah. Makna hadits tersebut bahkan perlu dipertanyakan kebenarannya secara aqidah.
Berikut bunyi lengkapnya, “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.”
4. Makan Saat Lapar dan Berhenti Sebelum Kenyang
Sering kali dikutip para da’i, sebuah hadits yang berbunyi, “Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum lapar dan bila kami makan tidak pernah sampai kenyang.”
Hadits yang teramat sangat populer ini lagi-lagi merupakan hadits palsu atau maudhu’. Rasulullah tak pernah mengatakan demikian. Kitab-kitab hadits tak ada satu pun yang menyebutkannya kecuali dalam kitab “Al Rahmah fi Al Tibb wa al-Hikmah”, karya Imam al-Suyuti. Itu pun ternyata bukan hadits melainkan sebuah ungkapan seorang dokter asal Sudan.
5. Tidurnya Orang Berpuasa Ibadah
Ungkapan ini dianggap sebagai hadits yang juga amat sangat terkenal lagi populer di tengah masyarakat. Para da’i sering kali menyebutnya dalam khutbah-khutbah mereka di Bulan Ramadhan. Yakni hadits yang berbunyi, “Tidurnya orang berpuasa adalah ibadah.”
Namun sebagaimana hadits-hadits sebelumnya, hadits ini pula tak dijumpai di dalam kitab-kitab hadits terkenal. Jika ditelusuri sanadnya, hadits ini memiliki sederet nama perawi yang sangat lemah, di antaranya Ma’ruf bin Hasan dan Sulaiman bin Amr An Nakha’i. Bahkan Sulaiman dihukumi para ahli hadits sebagai seorang pendusta.
6. Ingin Ramadhan Setahun Penuh
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, ”Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Seandainya umatku mengetahui pahala ibadah bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar satu tahun penuh menjadi Ramadhan semua’.”
Hadits yang nampaknya shahih itu ternyata masuk dalam salah satu hadits palsu. penyebutannya ada dalam kitab “Durrah An Nashihin” karya Utsman Al Khubbani. Namun kitab tersebut disebut oleh para ahli hadits sebagai kitab yang berisi hadits palsu dan kisah imajinasi.
7. Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman
Seorang muslim memang semestinya mencintai negerinya. Namun ungkapan tersebut tidaklah dilisankan oleh Rasulullah sehingga tak boleh menjadikannya sebagai dalil. As Suyuthi menyebut hadits ini, “Saya tidak menemukannya.” Begitu pula ahli hadits lain sehingga jatuhlah status “maudhu” padanya.
Meski substansinya seakan benar, yakni mencintai tanah air, namun tak diketahui bahwasanya rasa cinta tersebut termasuk bagian dari iman. Kata-kata itu pula tidaklah keluar dari lisan nabi sehingga tidak boleh menisbatkannya kepada beliau.
Hendaknya kita berhati-hati dalam menerima hadits. Jangan mudah meyakini, menyebarkan, dan menjadikannya dalil kecuali telah jelas derajat hadits tersebut. Jika tidak, maka kita akan terjatuh pada dosa besar karena berdusta mengatas namakan Rasulullah. Naudzubillah.
Sumber: “Hadits-hadits Bermasalah” karya Ali Mustafa Yaqub.