Muslimahdaily - Tagline “Berbukalah dengan yang manis” sering kali muncul setiap Ramadhan tiba. Entah dari iklan televisi, poster media sosial, ceramah da’i, ucapan public figur, dan sebagainya. Namun sebenarnya, benarkah berbuka dengan yang manis adalah sunnah Rasulillah?

Ternyata, ungkapan tersebut bukan berasal dari hadits nabi. Bahkan dalam kitab-kitab hadits dan fiqh, tak ada satu pun ungkapan yang semakna apalagi serupa. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh mengatakan bahwasanya ungkapan tersebut adalah ucapan Rasulullah.

Ingatlah bahwasanya Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang menyampaikan hadits dariku suatu hadits yang ia sangka bahwa itu dusta, maka ia salah satu dari dua pendusta.” (HR. Muslim).

Lalu, Apa yang Shahih dari Nabi?

Bukan makanan manis, buka puasa yang dianjurkan nabi adalah dengan kurma. Meski kurma itu manis, namun yang disebut Rasulullah adalah kurma, dan buah kurma memiliki keistimewaan dibanding buah lain, apalagi sekedar makanan manis.

“Biasanya Rasulullah berbuka puasa dengan ruthab sebelum shalat (Maghrib). Jika tidak ada ruthab (kurma muda), maka dengan tamr (kurma matang). Jika tidak ada tamr maka beliau meneguk beberapa teguk air.” (HR. Abu Daud).

Kurma Memiliki Keistimewaan

Keistimewaan kurma tercermin dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya ada sebuah pohon yang daunnya tidak berguguran, dan ia merupakan permisalan seorang muslim. Pohon apa itu?”

Ibnu Umar berkata, “Aku menyangka yang dimaksud (nabi) adalah pohon kurma. Namun aku enggan mengatakan ‘wahai Rasulullah, itu adalah pohon kurma’. Maka aku pun berpaling. Karena aku terlalu muda untuk bicara kepada mereka (saat itu di majelis Rasulullah banyak shahabat senior-pen), jadi aku diam saja.

Rasulullah kemudian memberitahu jawabannya, “Pohon tersebut adalah pohon kurma.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Qiyas yang Keliru

Beberapa ulama meng-qiyaskan antara kurma dan makanan manis. Karena itulah kemudian muncul pendapat yang membenarkan ungkapan “berbukalah dengan yang manis.” Namun qiyas ini dianggap keliru dan tidak disepakati oleh para ulama.

Pasalnya, sebagaimana disebutkan sebelumnya, kurma memiliki keistimewaan dan keberkahan. Dengannya, ia tak bisa diqiyaskan dengan apapun termasuk makanan manis. Selain itu, kekeliruan qiyas ini pula nampak dari kebiasaan nabi.

Beliau Shallallau‘alaihi wa sallam memilih meneguk air putih jika tidak ada kurma. Jikalau yang dimaksud nabi adalah berbuka dengan makanan manis, maka beliau tidaklah memilih air putih jika tak ada kurma.

Maka jika qiyas tersebut benar, artinya ada konsekuensi jika tak ada makanan manis, minumlah air putih. Padahal yang dilakukan nabi adalah jika tak ada kurma, minumlah air putih. Kurma dan air putih menjadi sunnah nabi dari hadits di atas.

Salah seorang ulama syafi’iyyah, Zainuddin Al Malibari dalam Fathul Mu’in mengatakan, “Syaikhan (yakni An Nawawi dan Ar Rafi’i, dua ulama besar mazhab syafi’i - pen) mengatakan, ‘tidak ada yang lebih afdhal dari kurma selain air minum’. Maka pendapat Ar Rauyani (ulama yang mengqiyaskan kurma dengan makanan manis-pen) bahwa makanan manis itu lebih afdhal dari air adalah pendapat yang lemah.” Dikutip dari laman muslimah.or.id.

Kesimpulan

Maka dapat disimpulkan bahwasanya tidak ada landasan dalil tentang berbuka dengan yang manis. Makanan berbuka sesuai petunjuk dan kebiasaan nabi ialah dengan kurma. Jika tak ada kurma, maka dengan air putih. Meski kurma memang memiliki rasa manis, namun ia tak tergantikan dengan makanan manis apapun karena keistimewaannya dan keberkahannya. Wallahu a’lam.

Afriza Hanifa

Add comment

Submit