Muslimahdaily - Bagi perempuan, keputihan bukanlah hal asing. Keputihan merupakan kondisi ketika lendir atau cairan yang keluar dari vagina. Normalnya, keputihan sebabkan oleh hormon yang ada di dalam tubuh. Selain itu, keputihan juga disebabkan rangsangan seksual, keadaan menyusui dan stres. Tak jarang, keputihan juga dapat muncul jika kita lengah merawat organ reporduksi.
Walaupun sudah sering dialami, keputihan masih meninggalkan keraguan pada wanita sendiri. Ragu tersebut berkisar apakah keputihan termasuk najis atau tidak, dan apakah keputihan dapat membatalkan wudhu dan shalat.
Lantas, bagaimana pandangan Islam mengenai keputihan?
Dalam Islam, terdapat tiga cairan yang keluar dari qubul (jalan depan). Pertama, mani/sperma. Kedua, madzi, yaitu cairan putih, bening, dan lengket yang keluar disebabkan bersyahwat atau saat bermain-main birahi antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan antara mani dan madzi dapat dilihat dari:
1. Baunya. Ketika basah, mani beraroma seperti adonan roti dan tepung. Sedangkan ketika mengering, berbau seperti bau telur.
2. Mani keluar seperti memuncrat, sementara madzi tidak keluar dengan memuncrat.
3. Setelah mani keluar, terasa nikmat dan melemahkan dzakar dan syahwat. Sementara madzi tidak melehmahkan dzakar.
Cairan ketiga ialah wadi, yaitu yaitu cairan putih yang lebih kental. Umumnya keluar sesudah air seni atau ketika memikul beban yang berat.
Dari ketiga cairan tersebut, madzi dan wadi berhukum najis. Sedangkan mani berhukum suci sebagaimana yang dijalaskan oleh Imam Syafi’i, “Setiap kencing, madzi, wadi, atau sesuatu yang tidak diketahui yang keluar dari penis (kemaluan bagian depan) maka semua hukumnya najis, kecuali mani.” (Kitab Majmu’ Syahrul Muhadzdzab).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keputihan merupakan wadi, yaitu cairan putih yang kental, umumnya keluar sesudah air seni dan memikul berat yang berat, dalam hal lain terlalu lelah. kemudian keputihan juga dapat keluar jika terdapat rangsangan seskual. Keputihan lain daripada mani karena tidak sesuai dengan ciri yang telah disebutkan.
Oleh karena itu, keputihan juga merupakan najis, dan dapat membatalkan wudhu dan shalat. Namun, tidak perlu mandi junub untuk mensucikannya. Melainkan hanya perlu dibersihkan sebelum berwudhu dan shalat.
Hal ini juga diperkuat dengan dalil Ibnu ‘Abbas yang mengatakan, “Mengenai mani, madzi, dan wadi: adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.” (HR. Al Baihaqi).
Jika masih terdapat keputihan pada pakaian saat melakukan shalat, maka shalat tersebut tidak sah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Apabila kalian hendak masuk masjid, hendaknya dia lihat sendalnya. Jika dia lihat ada najis, hendaknya dia bersihkan. Dan silahkan digunakan untuk shalat.” (HR. Ahmad dan ad Darimi).
Dari hadits di atas, terdapat keharusan untuk membersihkan pakaian dari najis sebelum shalat. Untuk itu, jika terdapat wadi atau keputihan ketika hendak shalat, maka hendaknya membersihkan pakaian tersebut. Namun, bila tidak memungkinkan, dapat mengakalinya dengan menggunakan pantyliner yang bisa dibuang tanpa harus mengganti pakaian.
Sumber: NU Online