Muslimahdaily - Di era yang serba instan kini, semua hal cenderung dikerjakan secara cepat. Saling berlomba dalam menyelesaikan setiap urusan. Akibatnya, urusan ibadah jadi korbannya.

Shalat bukan lagi hal yang utama. Kalau bisa, dikerjakan setelah semua urusan selesai. Saat menunaikannya pun, dilakukan dengan terburu-buru, tak jarang juga sambil memikirkan urusan dunia. Sekedar menggugurkan tanggung jawab. Akhirnya hal-hal krusial dalam shalat dilupakan.

Jika sahabat muslimah termasuk orang-orang seperti di atas, bisa jadi sahabat muslimah pencuri shalat. Siapakah mereka yang kerap mencuri dalam shalat? Dan mengapa disebut demikian?

Pencuri paling jahat

Istilah mencuri dalam shalat merujuk pada sabda Rasulullah, “Sejahat-jahatnya pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya.” Para sahabatnya bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalat?” Rasulullah menjawab, “Dia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” (HR. Ahmad).

Dari hadits di atas, Rasulullah menegaskan bahwa mencuri dalam shalat lebih buruk dibandingkan mencuri harta.

Dalam dalil lain, Rasulullah melarang menunaikan shalat dengan terburu-buru. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam melarangku bersujud dengan cepat seperti halnya ayam yang mematuk makanan, menoleh-noleh seperti musang, dan duduk seperti kera.”

Tidak termasuk mengikuti agama Rasulullah

Tak hanya sebagai larangan, mereka yang menunaikan shalat dengan tergesa-gesa akan meninggal dalam keadaan bukan sebagai muslim. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits.

“Kamu melihat orang ini, jika dia mati, maka matinya tidak termasuk mengikuti agama Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, dia menyambar shalatnya seperti burung elang menyambar daging.” (HR. Ibnu Huzaimah).

Agar tidak menjadi salah satu pencuri dalam shalat, maka hendaknya kita memenuhi rukun-rukun shalat. Rukun shalat dalam kitab Safinatun Najah karya Syekh Salim ibn sumair al-hadrami terdiri dari 17 poin. Dalam hal ini, rukuk dan sujud mempunyai perhatian lebih. Rukuk dan sujud yang tidak sempurna akan membuat shalat menjadi tidak sah.

Lantas, rukuk dan sujud yang seperti apa yang disebut sempurna?

Pada suatu kisah diceritakan bagaimana sahabat diminta mengulang shalatnya oleh Rasulullah akibat tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Diriwayatkan ada seorang lelaki yang masuk ke dalam masjid saat Rasulullah sedang duduk. Lalu ia menunaikan shalat hingga selesai dan memberi salam kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah menjawab, “Ulangi shalatmu, karena (sesungguhnya) kamu belum shalat!”

Lantas lelaki tersebut mengulangi shalatnya. Setelah itu ia datang kepada rasul dan dijawab dengan jawaban yang sama, “Ulangi shalatmu, karena kamu belum shalat!”

Kemudian lelaki tersebut mengulangi shalatnya hingga tiga kali, dan sebanyak tiga kali juga Rasulullah mengulangi perkataanya. Pada shalat yang terkahir, si lelaki berkata bahwa shalat yang tadi ialah shalat terbaiknya. Ia tak tahu alasan apa yang membuat Rasulullah mengatakan ibadahnya tidak sempurna.

“Jika kamu berdiri untuk shalat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah dari Al Qur’an. Kemudian rukuklah hingga benar-benar thuma’ninah (tenang) dalam ruku’, lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak (lurus), kemudian sujudlah sampai engkau thuma’ninah dalam sujud, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga thuma’ninah dalam keadaan dudukmu. Kemudian lakukanlah semua itu di seluruh shalat (rakaat) mu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari riwayat di atas, Rasulullah menekankan untuk melakukan rukuk dan sujud dengan tenang. Rasulullah memerintahkan untuk melakukan rukuk dan sujud yang disempurnakan dengan thuma’ninah.

“Kemudian rukuklah dan thuma’ninahlah ketika rukuk.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Perintah di atas sama halnya dengan perintah untuk menunaikan thuma’ninah ketika sujud dan setelah sujud.

Sementara itu, thuma’ninah adalah diam beberapa saat sesudah Gerakan sebelumnya, sekira-kira semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar waktu lamanya membaca bacaan tasbih (subhanallah). (Safinatun najah).

Sungguh perihal thuma’ninah menjadi hal yang harusnya jadi perhatian bagi kita semua. Selain karena anjuran dari Sayyidina Rasulullah, shalat menjadi ibadah pertama yang dihisab saat hari perhitungan. Wallahu’alam.