Muslimahdaily Istilah utang dalam Islam adalah Al Qardh. Secara etimologi berarti memotong, sementara menurut syar’i berarti memberikan harta dengan dasar kasih sayang kepada siapa saja yang membutuhkan dan akan dimanfaatkan dengan benar, juga harta tersebut pada suatu hari akan dikembalikan lagi kepada orang yang memberikan utang.

Utang metupakan akad yang didasari atas rasa belas kasih (aqad al irfaq). Secara syariat, hutang tidak boleh memberatkan pihak yang utang (muqtaridl) dan menguntungkan pihak yang memberi utang (muqridl).

Menentukan batas pembayaran utang

Bahkan menurut mayoritas ulama, menentukan batas pembayaran utang yang dilakukan oleh muqridl kepada muqtaridl merupakan hal yang menyebabkan akad utan gmnejadi tidak sah. Lantaran dinilai berlawanan dengan dasar syariat akad utang itu sendiri, yakni belas kasih.

Namun demikian, menurut ulama Malikiyah menentukan batas pembayaran utang masih dianggap sah. Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam Al Fiqh Al Islami wa Adillatuh menjelaskan, “Tidak sah mensyaratkan batas waktu pembayaran dalam akad utang menurut mayoritas ulama dan persyaratan tersebtu tetap sah menurut mazhab malikiyah.”

Haram menagih utang bila muqtaridl tidak mampu membayar

Jika muqtaridl dalam keadaan sedang tidak mampu membayar utang, maka tidak diperkenankan atau haram hukumnya menahan muqtaridl dan menagih utang sehingga wajib menunuggu dalam kedaan lapang. Jika dianggap sudah mampu membayar, maka syariat memberikan hak bagi pemberi utang untuk menagih kepada muqtaridl.

Dalam kitab Mausuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah dijelaskan, “Dampak-dampak dari adanya utang adalah adanya hak menagih utang dan hak membayar utang. Dan disunnahkan bersikap baik dalam menagih utang serta wajib menunggu orang yang dalam keadaan tidak mampu membayar sampai ketika ia mampu membayar utangnya, menurut kesepakatan para ulama.”

Larangan untuk menagih utang kepada muqtaridl ketika ia dalam keadaan tidak mampu juga tercantum dalam Al Qur’an.

“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280).

Menagih dengan cara baik

Ketika menagih utang pun, hendaknya dilakukan dengan cara yang baik dan sopan. Menagih dengan cara membentak dan mengancam sebaiknya tidak dilakukan karena hal tersebut merupakan tradisi buruk masyarakat jahiliyah Arab di zaman dahulu.

Di samping itu ada beberap adab berutang yang hendaknya diperhatikan, di antaranya:

1. Ada perjanjian tertulis dan saksi yang dapat dipercaya

2. Pihak pemberi utang tidak mendapat keuntungan apapun dari apa yang dipiutangkan

3. Pihak piutang akan utangnya dan harus melunasi dengan cara yang baik, serta berniat melunasinya sesegera mungkin

4. Lebih baik berutang dengan orang yang shaleh dan memiliki penghasilan yang halal

5. Beutang hanya dalam keadaan terdesak atau darurat

6. Utang piutang tidak disertai dengan jual beli

7. Memberitahukan kepada pihak pemberi utang jika akan terlambat untuk melunasi utang

8. Pihak piutang menggunakan harta yang diutang dengan sebaik mungkin

9. Pihak piutang sadar akan utangnya dan berniat untuk segera melunasi

10. Pihak piutang boleh memberikan penangguhan jika pihak piutang kesulitan melunasi utang.

Demikian pembahasan mengenai utang. Sebagai seorang muslim, hendaknya menghindari perilaku berutang sebisa mungkin.

Wallahu ‘alam.

Sumber: NU Online dan Dalam Islam