Muslimahdaily - Jika mendengar kata manusia sempurna mungkin kita tak akan pernah menemukannya saat ini, tetapi sebagai umat Islam pasti kita akan langsung teringat dengan sosok Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Nabi yang diutus oleh Allah untuk menyebarkan agama-Nya. Manusia sempurna dengan akhlak yang mulia, dan akan selalu menjadi panutan umatnya hingga akhir zaman kelak.
Dalam sebuah hadist dari shahih Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dikatakan bahwa saat masih kecil, dada Nabi Muhammad sempat dibelah dan dikeluarkan segala macam kotoran dalam hatinya. Sehingga Rasulullah sudah maksum sejak kecil karena bagian dari setan telah dihilangkan dari beliau. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah akan tumbuh besar dalam keadaan tidak terdapat jatah setan dalam kehidupannya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan, “Pembelahan dada ini terjadi pada masa kecil. hingga beliau tumbuh dalam kondisi yang sempurna karena terlindung dari godaan setan.” (Fath Al-Bari, 7:205)
Nabi Muhammad juga merupakan nabi yang memiliki ujian paling berat. Namun, disisi lain ia juga dikenal juga dengan nabi yang paling sabar. Mari kita tinjau kesabaran beliau dibandingkan dengan nabi yang lain. Sehingga ia pada akhirnya mendapat kedudukan yang lebih tinggi diantara nabi lainnya.
Bersabar dalam dakwah
Nabi Nuh ‘alaihis salam saat berdakwah pada kaumnya, ia sempat merasa kecewa karena tak ada yang mau beriman kecuali sedikit orang, maka ia berdoa kepada Allah agar kaumnya dimusnahan dengan banjir besar.
Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.’ (QS. Nuh: 26-27)
Begitupula saat Nabi Yunus ‘ berdakwah kepada kaumnya dan ia ditolak, maka beliau segera meninggalkan kaumnya hingga Allah menakdirkannya berada di dalam perut ikan.
“Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo’a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. Al Qolam: 48-50)
Rasulullah juga mengalami ujian saat berdakwah, ia bahkan diejek dan dicaci maki, masyarakat Thoif yang kala itu menolaknya dan mengusir dengan lemparan batu hingga tubuh Rasulullah berdarah. Namun, dalam keadaan tersebut, beliau malah mendoakan mereka,
“Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun” (HR. Bukhari no. 3231).
Sabar saat menghadapi orang yang berkhianat
Nabi Musa sempat marah kepada Nabi Harun karena sepulangnya dari bukit Thursina ia melihat kaumya membuat sesmbahan sapi betina. Ia bahkan sempat melempar kitab suci Taurat dan menarik Nabi Harun ‘alaihissalam, baru kemudian nabi Harun menyampaikan udzur/alasan, Al-Quran menceritakan,
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu ? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”. (QS. Al A’raf: 150)
Hal ini pernah juga terjadi pada Nabi Muhammad, saat sahabat beliau melakukan pembocoran rahasia penyerangan ke Mekkah kepada orang kafir di Mekkah. Saat itu sesungguhnya telah terjadi pengkhianatan yang sangat besar, namun Beliau memaafkannya karena sahabat tersebut punya alasan. Sahabat tersebut adalah Hatib bin Balta’ah radhiallahu ‘anhu.
Ketika Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu menawarkan diri, “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta bersikap munafik.”
Rasulullah dengan bijak menjawab, “Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar… (Allah berfirman tentang pasukan Badar): Berbuatlah sesuka kalian, karena kalian telah Saya ampuni.”
Umar pun kemudian menangis, sambil mengatakan, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.”
Menghadapi istri yang tidak patuh
Terdapat kisah dalam Al-Quran, saat Nabi Ayyub sempat berniat untuk memukul istrinya 100 kali karena ketidaktaatan istrinya kala itu, kemudian Allah Ta’ala dalam Al-Quran memberikan jalan keluar agar beliau tidak membatalkan sumpah dan tidak juga menyakiti istrinya.
“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta’at (kepada Tuhan-nya) .” (QS. Shaad: 44)
Rasulullah juga pernah mendapati istrinya saat nusyuz (tidak patuh), yang dilakukan oleh beliau adalah menjauhi semua istrinya selama satu bulan. Ia tidak seketika marah, memukul atau mengancam cerai. Rasulullah mengalah dengan tinggal dikandang unta atau di riwayat lain di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah tidak dengan mengusir mereka dari rumah beliau.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi istri-istrinya selama sebulan.” (HR. Muslim II/763 no 1084 dari Jabir bin Abdillah)
Beliau menjauhi sebulan agar para istrinya bisa berpikir jernih tentang apa akibat yang mereka perbuat. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 28).
Tidak memihak pada dunia
Teringat saat Nabi Musa pernah berdoa dan meminta diberi kerajaan oleh Allah
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi.” (QS. Shad: 38)
Maka Rasulullah lebih memilih hidup sederhana sebagai hamba ketika ditawarkan kerajaan, hal ini agar menjadi contoh bagi semesta alam bahwa beliau tidak punya urusan yang banyak di dunia.
“Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menceritakan bahwa Allah pernah mengutus salah satu malaikat bersama malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian malaikat tersebut berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa jalla memberikan pilihan bagimu (Muhammad), apakah engkau mau menjadi sebagai seorang hamba dan Nabi, ataukah engkau mau menjadi sebagai seorang nabi dan raja?”. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada Jibril seolah-olah meminta pendapat beliau, maka Jibril memberi isyarat kepada Nabi agar beliau tawadhu. Kemudian rasulullah berkata, “Aku ingin menjadi sebagai seorang nabi dan hamba”. (Mu’jam Kabir litthabrani no.10686, tahqiq Hamdi bin Abdul majid As-Salafi, Mu’jam Al-Aushoth no. 6937 dan Az-Zuhdi Al-Kabir lilbaihaqi no. 447)
Demikianlah perbadingan Rasulullah dengan Nabi yang lain. Namun, satu hal yang perlu diingat, bukan berarti nabi-nabi yang lain tak bersabar atas ujian yang Allah berikan. Mereka juga termasuk nabi Allah yang mulia dan patut kita ambil pelajaran dibalik kisah-kisahnya.
Masya Allah, semoga kecintaan kita pada Rasulullah akan terus bertambah, dan semoga kelak kita akan berjumpa dengannya di hari akhir. Allahumma shalli ala Muhammad.
Sumber: Muslim or id, Rumaysho