Muslimahdaily - Mahar atau mas kawin merupakan pemberian calon suami kepada calon istri. Mahar juga jadi salah satu syarat sah sebuah pernikahan. Pemberian mahar sebenarnya bertujuan sebagai rasa penghormatan kepada mempelai wanita karena telah menjaga dirinya.
Allah berfirman,
“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. an-Nisa: 4).
Mahar biasanya berupa harta atau sesuatu yang bermanfaat bagi istri. Misalnya, barang yang dapat diperjualbelikan atau sejumlah uang. Namun dewasa ini, banyak mempelai laki-laki yang memberikan mahar berupa hapalan atau bacaan ayat Al Qur’an. Alasannya beragam, mulai dari calon suami yang seorang hafidz Qur’an hingga ikut-ikutan ‘tren’.
Lantas manakah mahar yang lebih utama, hapalan Al Qur’an atau harta?
Hukum Mahar Berupa hapalan Al Qur’an
Ulama dari kalangan Hanifiyah dan Maliyah, dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad mengatakan bahwa tidak boleh hapalan surat Al Qur’an dijadikan sebagai mahar bagi wanita. Alasannya adalah karena farji (red: kemaluan wanita) tidak bisa dihalalkan kecuali dengan benta yang berupa harta. Sementara hapalan Qur’an hanya berupa taqarrub (iabdah) bagi yang menghafalnya.
Allah berfirman,
“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. an-Nisa: 24).
Sementara ulama dari kalangan Syafiiyah dan sebagian Malikiyah memiliki pandangan yang berbeda. Mereka berpendapat bahwa hapalan Al Qur’an boleh dijadikan sebagai mahar perkawinan. Dasarnya dari kisah Rasulullah yang pernah menikahkan seorang wanita dengan pria dengan hapalan surat sebagai maharnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku telah menikahkan engkau dengan wanita ini dengan mahar berupa surah-surah Al-Qur`an yang engkau hafal.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Lebih Utama Mahar Berupa Harta Dibanding hapalan Surat Al Qur’an
Walau ada perselisihan pendapat di antara para ulama, tetap yang lebih utama adalah mahar berupa harta. Hal sebagaimana firman Allah pada surat an-Nisa ayat 24 di atas. Sebaiknya memang hartalah yang dijadikan sebagai mahar, walaupun jumlah atau nilainya sangat sedikit.
Walaupun Rasulullah pernah menikahkan seorang sahabatnya dengan mahar berupa hapalan Al Qur’an, Rasulullah sebelumnya meminta kepada sahabat untuk mencari harta yang dimilikinya.
Rasulullah bersabda, “Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.”
Sahabatnya menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Saya tidak mendapatkan walaupun cincin dari besi, tapi ini sarung saya, setengahnya untuk wanita ini.”
Rasulullah berkata, “Apa yang dapat kau perbuat dengan izarmu? Jika engkau memakainya berarti wanita ini tidak mendapat sarung itu. Dan jika dia memakainya berarti kamu tidak memakai sarung itu.”
Barulah setelah itu Rasulullah meminta sahabatnya untuk menjadikan hapalan Al Qur’an sebagai mahar.
Selama calon suami masih memilih harta, maka lebih diutamakan memberi mahar berupa harta walaupun sedikit. Namun jika calon suami memiliki harta yang cukup banyak, maka hendaknya ia memberi mahar yang layak.
Allah berfirman,
“Kawinilah mereka dengan seijin keluarga mereka dan berikanlah mas kawin mereka sesuai dengan kadar yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri.” (QS. an-Nisa: 25).
Wallahu ‘alam.
Sumber: Rumaysho.com dan Muslim.or.id